Ada Apa Dibalik Kenaikan PPN 12%?

Ada apa dibalik kenaikan ppn 12_20250108_103747_0000

Oleh : Epi Lisnawati SP, MPd

 

Lensa Media News – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia telah dinaikkan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% pada April 2022. Kemudian naik menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Gelombang penolakan terhadap kebijakan ini terus diaruskan. Rakyat menolak kenaikan PPN ini karena akan semakin membebani perekonomian rakyat yang sudah kian terpuruk. Akhirnya pemerintah memutuskan tetap menaikkan PPN 12% hanya untuk barang-barang mewah. Hanya saja walaupun kenaikan PPN 12% tidak berlaku untuk semua barang dan jasa tapi harga barang dan jasa sudah terlanjur naik.

Kenaikan harga barang dan jasa ini menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Konsumsi menurun karena masyarakat mengurangi pengeluaran. Penjualan berkurang, memaksa produsen mengurangi produksi. Pengurangan tenaga kerja dan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi konsekuensi yang tidak terelakkan. Dampak ini menciptakan lingkaran setan ekonomi yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mempengaruhi stabilitas bisnis serta industri.

Kenaikan PPN 12% menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2023 tentang PPN 12% untuk barang mewah meliputi : Pertama hunian mewah yaitu rumah mewah (Rp30 miliar+), apartemen, kondominium dan town house. Kedua, kendaraan udara, balon udara pesawat udara tanpa tenaga penggerak, helikopter, pesawat udara lainnya (selain angkutan udara niaga). Ketiga senjata api, peluru senjata api, senjata artileri, revolver, pistol (kecuali untuk keperluan negara). Keempat Kendaraan Laut yaitu Kapal pesiar, Yacht (kecuali angkutan umum). Kelima lainnya yaitu kendaraan bermotor yang dikenakan PPNBM.

Perubahan keputusan ini menurut pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menunjukkan presiden tak ingin dianggap gagal dan tak berpihak pada rakyat dalam 100 hari pertama dirinya menjabat sebagai presiden. Prabowo juga hendak menunjukkan kepada publik dan menteri-menterinya bahwa yang menentukan keputusan adalah dirinya dan kebijakannya pro rakyat.

Pemerintah juga membuat kebijakan pemberian paket stimulus kepada masyarakat yang nilainya mencapai Rp38,6 triliun. Stimulus itu diberikan dalam bentuk bantuan beras kepada 16 juta penerima bantuan pangan yang masing-masing memperoleh 10 kilogram selama dua bulan yakni Januari-Februari 2025.

Kemudian ada juga diskon listrik 50% bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 2.200 volt ampere (VA) dalam periode Januari-Februari 2025. Ada pula insentif Pajak Penghasilan (PPh) 21 ditanggung pemerintah untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Pembebasan PPh bagi UMKM beromzet kurang dari Rp500 juta per tahun. ( BBC news.com 1 Januari 2025).

Program stimulus ini hanya bersifat sementara yaitu dua bulan saja tidak sebanding dengan beban kehidupan rakyat yang semakin berat. Selanjutnya rakyat akan terus menerus terbebani dengan kesulitan ekonomi yang semakin mencekik. Semua program stimulus ini dibiayai negara yang diperoleh dari pajak dan utang luar negeri. Maka utang luar negeri pun semakin membengkak hal ini tentu akan memperberat beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketergantungan negara pada pajak dan utang luar negeri sebagai sumber pendapatan utama juga berpotensi berdampak buruk pada perekonomian Indonesia di masa depan.

Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam melimpah, ironisnya bergantung pada pajak dan membebani rakyat, bukan memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan. Oligarki mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan pribadi, mendapat kemudahan akses kebijakan dan tax amnesty. Sementara itu, korupsi merajalela karena penegakkan hukum yang lemah, memperburuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini mencerminkan kegagalan tata kelola negara akibat sistem kapitalisme sekuler yang tidak adil dan tidak transparan.

Dalam sistem ekonomi Islam, pajak tidak menjadi sumber pendapatan utama negara. Pajak hanya ditarik secara insidental dari orang kaya dan tidak membebani rakyat miskin. Hal ini memastikan kesejahteraan rakyat terjamin. Dalam sistem Islam negara memiliki berbagai sumber pendapatan yang beragam dan berkelanjutan. Pertama, ada sumber pendapatan dari fai dan kharaj, seperti ghanimah, anfal, jizyah dan dharibah. Kedua, negara juga memiliki kepemilikan umum atas sumber daya alam seperti minyak, gas, listrik dan perairan. Ketiga, zakat menjadi sumber pendapatan yang penting, mencakup zakat uang, perdagangan, pertanian dan ternak.

Alhasil dalam sistem Islam, pengelolaan perekonomian berdasarkan kepada aturan dari Allah dan Rasul-Nya. Sejarah telah membuktikan bahwa selama lebih dari 13 abad berhasil mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat tanpa memungut pajak yang menyengsarakan.

Wallahu A’lam Bishawab.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis