Sesat Pikir Kebijakan Pajak

20250108_183215

Oleh : Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa Media News.com, Kebijakan kenaikan PPN masih menuai kontroversi. Meskipun penerapannya ditunda, kebijakan ini tidak secara langsung meringankan beban rakyat, justru tetap bertambah berat dengan beragam kebijakan yang kian menyusahkan.

 

Terkait penerapan kebijakan pajak, Sri Mulyani selaku menteri keuangan memaparkan betapa pentingnya pembayaran pajak yang ditujukan bagi rakyat. Sri Mulyani mengklaim, hasil pungutan pajak yang dibebankan kepada rakyat disalurkan untuk berbagai kebutuhan rakyat, seperti kebutuhan pendidikan di daerah termasuk tunjangan guru ASN dan non ASN, rehabilitasi 5.404 ruangan sekolah dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk 21, 1 juta siswa (cnbcindonesia.com, 4-1-2025).

 

Namun kenyataannya, beban rakyat masih berat seiring dengan bertambahnya pungutan pajak. Masih banyak sekolah yang rusak dan belum terjamah renovasi.

 

Menyoal fakta lain terkait pajak, pemerintah telah menunda penetapan kenaikan PPN. Kebijakan yang awalnya hanya diterapkan untuk barang premium, namun faktanya sejumlah harga barang dan jasa yang banyak diakses masyarakat, tetap terdampak.

 

Kebijakan Zalim

 

Pemerintah telah meyakinkan masyarakat bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya untuk barang mewah. Akan tetapi faktanya, harga-harga barang lain tetap terdampak naik. Hal ini berhubungan dengan ketidakjelasan pada awal penetapan kebijakan. Sehingga di lapang, para penjual telah terlanjur mengenakan pajak PPN 12 persen pada semua jenis barang. Saat harga sudah mulai merangkak naik, tidak bisa lagi dikoreksi meskipun aturan kebijakannya telah menyebutkan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja.

 

Fakta ini menunjukkan bentuk ketergesaan negara dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan kehidupan publik. Maju mundurnya penetapan pajak menimbulkan ketidakpastian dan kekisruhan harga barang dan jasa di pasaran. Tidak sedikit pengusaha yang telah menetapkan kenaikan duluan sebelum sah ditetapkan. Alhasil, harga-harga tetap naik meskipun kenaikan PPN ditangguhkan.

 

Inilah sistem kapitalisme yang menetapkan pos pemasukan negara dari instumen pajak dan utang luar negeri. Rakyat akhirnya terus digencet dengan pungutan pajak yang terus melambung tinggi tanpa ada implikasi kesejahteraan yang merata.

 

Di sisi lain, negara nampak berusaha untuk cuci tangan dengan dukungan media partisipan. Tidak sedikit masyarakat yang termakan isu sesat pikir terkait penetapan kebijakan dengan menyebutkan berbagai program bantuan dari pemerintah yang disebut-sebut mampu menjadi penawar beratnya beban hidup.

 

Negara memaksakan kebijakan dengan membuat narasi seolah berpihak kepada rakyat, namun kenyataannya lalai terhadap kepentingan rakyat. Kebijakan ini makin menguatkan bahwa profil penguasa yang kini ada adalah penguasa dengan tabiat kepemimpinan populis otoriter.

 

Watak penguasa yang seolah berpihak pada rakyat, namun nyatanya jauh panggang dari api. Penguasa hanya mengutamakan kepentingan oligarki. Keuntungan materi dan kekuasaan menjadi satu-satunya prioritas yang terus dijadikan pedoman. Wajar saja saat kepentingan rakyat kian terpinggirkan.

 

Kebijakan dalam Islam

 

Sistem Islam mewajibkan penguasa sebagai raa’in yang mengurus rakyat sesuai dengan hukum syarak. Kebijakan dalam Islam tidak menimbulkan antipati pada rakyat dan tidak membuat rakyat menderita.

 

Rasulullah SAW. bersabda,”Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhari). Islam menetapkan agar penguasa hanya menerapkan aturan Islam. Allah SWT. pun mengancam penguasa yang melanggar aturanNya.

 

Terkait pajak, sebetulnya Islam pun mengenal konsep penetapan pajak. Namun penerapannya hanya bersifat temporal dan hanya ditetapkan saat kas negara (Baitul Maal) kosong.

 

Tidak hanya itu, pajak pun hanya dibebankan hanya pada para aghnia (orang yang mampu dalam hal kepemilikan harta) yang memiliki kemampuan membayarnya. Alokasinya menjadi amanah untuk membiayai aktivitas negara demi memenuhi kepentingan rakyat. Saat kas negara sudah normal, pajak tidak lagi dibebankan pada rakyat.

 

Sistem Islam menciptakan tata kelola sistem keuangan yang amanah dan bijaksana. Aturan Islam yang diterapkan dalam institusi Khilafah memiliki berbagai sumber pendapatan yang diperuntukkan untuk pemenuhan seluruh kepentingan rakyat. Diantaranya hasil pengelolaan sumberdaya alam yang dikelola amanah oleh negara seperti fa’i, kharaj, jizyah, khumus, ghanimah dan pos lainnya yang ditetapkan khilafah.

 

Seluruh kepentingan rakyat dengan mudah dipenuhi negara, tanpa harus menetapkan kebijakan “palak” yang mencekik rakyat. Demikianlah sistem Islam menetapkan tata kelola yang bijaksana. Dengannya rahmat berlimpah, kehidupan pun bergelimang berkah.Wallahu a’lam bisshowwab. [ LM/ry ].

Please follow and like us:

Tentang Penulis