Pajak Opsen pun Tidak Absen

20250104_092455

Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd

 

LenSa Media News.com, Problematika kenaikan pajak masih menjadi bahan perbincangan di tengah-tengah masyarakat. Bukan lagi meminta dengan halus, nyatanya negara sudah menjadi pemalak rakyat. Berbagai harga komoditas barang di pasaran mulai merangkak naik. Padahal tahun baru belum ada seminggu.

 

Kabar terbaru yang terdampak pajak adalah pembayaran pajak kendaraan bermotor. Diberitakan dari oto.detik.com, 4 Januari 2025,   perpanjangan pajak kendaraan yang dibayarkan setiap tahun kini bertambah 2 kolom pada lembar STNK sebagai opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu, biasanya berupa pajak daerah atas kendaraan bermotor.

 

Ketentuan opsen pajak ini diatur dalam UU No. 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan berlaku tiga tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Diketahui, UU tersebut disahkan Presiden ke-7 Joko Widodo pada 5 Januari 2022. Maka tiga tahun setelahnya berarti UU tersebut berlaku mulai 5 Januari 2025 ini. Sungguh mengagetkan dan seolah-olah sudah terencanakan untuk menambah penderitaan rakyat yang bertubi-tubi.

 

Mayoritas masyarakat pasti belum tahu tentang kebijakan ini. Mereka akan tahu ketika nanti melakukan wajib pajak kendaraan bermotor. Setelah mereka tahu pun, tidak banyak juga yang menyadari akan bahayanya kenaikan pajak yang tersurat dalam STNK. Apalagi jika membayar wajib pajak sering memakai jasa calo. Model kendaraan bermotor juga terus mengalami pembaruan sehingga masyarakat terstimulus untuk beli lagi meskipun sudah tahu akan membayar pajak setiap tahunnya.

 

Problem kemacetan juga masih mengikuti, pemerintah mengeluarkan data penjualan motor yang meningkat setiap tahunnya. Mereka khawatir dengan kemacetan serta polusi karena konsumsi kendaraan pribadi, namun mereka enggan menghentikan produsen kendaraan asing untuk tidak menjual produknya. Transportasi publik juga terbatas. Ini juga menjadi dilema pemerintah karena menghentikan atau membatasi produsen kendaraan bermotor akan mengurangi pendapatan pajak mereka dan biaya izin dari para produsen.

 

Paradigma ini tak lepas dari sifatnya sebagai kapitalis. Pembangunan negara yang mengedepankan pajak pastilah tidak mau jika sumber-sumber pendapatannya dicampuri oleh orang-orang yang paham dengan kejahatan pemalak pajak. Negara akan menghabisi siapapun yang menghalanginya untuk menambah pundi-pundi dari kantong pajak. Perekonomian menjadi sangat liberal karena dipimpin oleh penguasa berbaju pengusaha.

 

Padahal, membangun negara bisa tanpa pajak. Dalam Islam contohnya. Sistem ekonomi Islam menawarkan alternatif solusi melalui mekanisme APBN yang tidak berbasis pajak. Karena pajak model kapitalisme adalah haram. Selain itu, penguasa adalah pengurus rakyat maka ia tidak pantas memalak rakyatnya dengan pajak.

 

Pemasukan APBN dalam negara Islam bisa melalui harta rampasan perang (anfal, ghanimah, fai, dan khumus), pungutan dari tanah kharaj, pungutan dari jizyah, pengelolaan harta milik umum dan harta milik negara, harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri, harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram, penarikan zakat bagi orang-orang kaya, dan sebagainya (Al-waie, ed. Januari 2025)

 

Dalam kondisi Indonesia, potensi paling besar adalah sumber daya alamnya. Akan tetapi, pengelolaannya yang salah membuat Indonesia tidak berkutik sebab sudah dikuasai oleh asing dan aseng. Bukan hanya di darat, seperti hutan, gunung, dan tambang. Tetapi di lautan juga berlimpah, ada berbagai budidaya laut, perikanan, bioteknologi kelautan, dan sebagainya.  Nilai itu sangat luar biasa untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi syaratnya satu, yakni dikelola dengan sistem Islam saja. Wallahualam bissawab.  [ LM/ry ].

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis