Petisi Penolakan Diabaikan, Hidup Rakyat Kian Tertekan


Oleh: Ernita Setyorini S.Pd
(Pendidik Generasi)

 

Lensamedianews__ Di penghujung tahun 2024 terjadi penolakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kenaikan yang akan diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2025, semakin gencar terdengar. Baru-baru ini muncul petisi menolak PPN 12 persen yang sudah ditandatangani 113.000 orang, menuntut pencabutan kenaikan PPN tersebut.

 

Kelompok Bareng Warga mengantar petisi online yang menuntut Presiden Prabowo Subianto mencabut PPN 12 persen ke istana. Petisi itu telah ditandatangani sekitar 113 ribu orang. Risyad Azharai, perwakilan Bareng Warga, mengatakan inisiatif ini dimulai di internet. Bareng Warga hanya menyampaikan suara masyarakat yang dituangkan ke dalam petisi itu. “Ini adalah tanda tangan yang dihimpun secara digital melalui petisi online oleh hampir 113 ribu lebih dan akan terus bertambah, yaitu penolakan untuk PPN 12 persen,” kata Risyad di Kantor Kementerian Setneg, Jakarta, Kamis (19-12), (cnnindonesia.com, 27-12-2024).

 

Petisi yang berisikan desakan kepada Presiden Prabowo Subianto akan terus mengalami peningkatan setiap harinya. Adapun petisi yang ditandatangani sudah diterima Sekretariat Negara meskipun terkesan sebatas administratif. Kenaikan PPN seakan tetap diberlakukan meskipun pemerintah memberikan batasan barang-barang yang terkena kenaikan PPN. Namun sejatinya kebijakan yang diambil tersebut tetap memberatkan rakyat. Bahkan meskipun adanya program Bansos dan subsidi PLN dalam jangka waktu tertentu berdampak pada penderitaan rakyat yang tidak terelakkan.

 

Kebijakan tersebut tetap membawa kesengsaraan pada rakyat meskipun pemerintah memberikan janji akan memberikan stimulus demi mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan. Protes rakyat dalam bentuk petisi penolakan kenaikan PPN diabaikan maka masyarakat harus siap kecewa karena karena aspirasinya tidak ditanggapi. Apalagi inflasi dipastikan akan tetap mengalami peningkatan dan dapat memicu kenaikan harga barang dan jasa.

 

Sangat miris di tengah penolakan keras rencana kenaikan PPN yang ditetapkan, pemerintah tetap bersikeras untuk memberlakukan beleid baru-baru ini. Pemerintah sudah merasa cukup dengan memberikan bansos, subsidi listrik, dan menetapkan barang-barang tertentu yang terkena PPN. Padahal daya beli masyarakat selama ini sudah merosot alhasil kondisinya bisa semakin parah.

 

Berbagai kebijakan ini lahir dari sistem demokrasi kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Sistem ini telah menjadikan manusia sebagai pembuat aturan termasuk peraturan dalam bernegara. Sehingga memunculkan konsep ekonomi kapitalisme yang memberikan kebebasan kepemilikan kepada siapa pun yang dapat berkuasa, termasuk pemilik modal.

 

Adapun pemimpin memberikan ruang para oligarki untuk menguasai harta umum yang pada dasarnya milik rakyat. Harta umum dari kekayaan alam seharusnya bisa menjadi salah satu sumber pemasukan utama negara yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat. Hal inilah yang menjadi penyebab negara tidak mempunyai pemasukan selain dari utang dan pajak. Hasilnya pajak terus digenjot sehingga rakyat semakin menderita.

 

Pada dasarnya manusia tidak bisa membuat aturan untuk dirinya apalagi membuat aturan untuk seluruh manusia. Apabila manusia memaksakan dirinya untuk membuat aturan maka berbagai kemudharatan akan bermunculan sebagaimana yang terjadi pada hari ini. Adapun yang berhak membuat aturan atas seluruh manusia hanyalah Sang Pencipta.

 

Dalam Islam, penguasa sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (penjaga) yang bertanggung jawab, dan mewujudkan kesejahteraan atas rakyatnya. Selain itu, penguasa juga sebagai perisai atau pelindung yang tidak boleh untuk menyusahkan bahkan menzalimi rakyat. Penguasa dalam Islam wajib mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan individu per individu.

 

Di sistem ekonomi Islam, negara menyejahterakan rakyatnya salah satunya dengan adanya konsep kepemilikan umum atau publik. Kekayaan alam berupa sumber daya alam yang melimpah merupakan harta umum sehingga harus dikembalikan kepada rakyat untuk kemaslahatannya. Negara hanya diberi kewenangan untuk mengelola sebaik-baiknya sampai terdistribusi merata kepada rakyat.

 

Selain itu, dalam baitul maal hasil pengelolaan harta umum masuk ke dalam pos kepemilikan umum. Adapun yang berkaitan dengan pajak negara dalam Islam tidak boleh dijadikan sebagai sumber pemasukan yang utama. Dalam syariat Islam, pengaturan ekonomi dan keuangan yang menerapkan sumber daya alam yang berlimpah milik rakyat yang dapat menyejahterakan rakyat secara adil.

 

Semua ini bersumber dari syariat Islam yang akan dijalankan oleh pemimpin dengan profil yang memiliki kepribadian Islam. Islam juga menetapkan bagaimana relasi penguasa dengan rakyat yang welas asih dan tidak antipati. Selain itu, Islam mewajibkan penguasa membuat kebijakan yang tidak menyulitkan hidup rakyat. Wallahu’alam bishshawab

Please follow and like us:

Tentang Penulis