Refleksi Hari Ibu, Ibu Mulia dan Bahagia dalam Naungan Islam

Beige and Pink Simple Happy Mother's Day Instagram Post_20241224_071929_0000

Oleh :  Epi Lisnawati. SP, MPd

 

Lensa Media News- Peringatan Hari Ibu (PHI) kembali digelar. Tahun ini, peringatan Hari Ibu mengangkat tema, “Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya, Menuju Indonesia Emas 2045”. Hari Ibu di Indonesia diperingati setiap 22 Desember. Hal ini didasarkan pada pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta, yang berlangsung empat hari, 22-25 Desember 1928.

Menteri Agama Nasaruddin Umar mengucapkan selamat Hari Ibu kepada para ibu di seluruh Tanah Air. Nasaruddin berharap peringatan Hari Ibu dapat memberikan dampak bagi penguatan pemberdayaan perempuan. Selanjutnya Nasaruddin berharap semoga Hari Ibu ini memberikan penguatan terhadap perempuan untuk bisa berdaya guna dan bisa lebih berkreasi dan untuk memiliki power. (Tribunnews.com Minggu 22 Desember 2024).

Tema yang diusung pada PHI kali ini yaitu Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya, Menuju Indonesia Emas 2045. Tema ini merupakan bentuk harapan dan pengakuan terhadap kaum perempuan Indonesia agar menjadi bagian dari aset, potensi, dan investasi penting bagi negara yang memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berkontribusi demi kemajuan Indonesia.

Dalam sistem kapitalisme-demokrasi, pemberdayaan perempuan diartikan sebagai partisipasi aktif perempuan di ruang publik dan kemandirian ekonomi. Perempuan yang berpenghasilan dan mandiri secara finansial dianggap telah mencapai pemberdayaan. Hal ini bertujuan menghancurkan patriarki dan menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan. Disisi lain peran ibu rumah tangga sering dianggap menghambat dan membatasi kemajuan perempuan.

Perdebatan tentang peran perempuan saat ini dipengaruhi oleh pemikiran feminisme yang lahir dari ideologi kapitalisme-demokrasi Barat. Paham ini menyebarkan kesetaraan gender melalui konsep “Pemberdayaan Perempuan”, yang sebenarnya merupakan strategi kolonialisme politik dan budaya. Hal ini menyebabkan perempuan muslimah terjebak dalam konsep kesuksesan materi, meninggalkan nilai-nilai Islam dan merusak keharmonisan rumah tangga.

Partisipasi perempuan dalam dunia kerja dan bisnis justru menjebak mereka dalam eksploitasi ekonomi sistematis oleh negara-negara Barat dan lembaga keuangan global seperti IMF dan PBB. Eksploitasi ekonomi memperparah kondisi perempuan, menyebabkan kemiskinan, penderitaan dan kesulitan ekonomi yang terus menerus. Hal ini mengakibatkan perempuan mengalami depresi akut, putus asa dan perasaan tertindas, sehingga mengurangi kualitas hidup dan kebahagiaan mereka.

Dalam Islam, perempuan memiliki posisi mulia dan dihormati, khususnya sebagai ibu. Maka, tidak diperlukan perjuangan kesetaraan gender seperti yang dilakukan para pegiat feminisme. Kedudukan perempuan dan laki-laki berdasarkan sifat-sifatnya sebagai manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan Allah Swt.

Hal ini telah dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya, artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki- laki dan perempuan yang khusyu‘, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Ahzab : 35).

Islam mengajarkan kesetaraan dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Perempuan berperan sebagai pengasuh (ummu warabbatul bayt) dan pendidik (madrasatul ula), sementara laki-laki bertugas mencari nafkah (qawwam). Kedua peran ini saling melengkapi, bukan bersaing untuk pengakuan kesetaraan gender.

Dalam Islam, perempuan memiliki kebebasan ekonomi penuh, termasuk bekerja, mengelola, mewarisi dan mendistribusikan harta mereka tanpa memerlukan izin suami. Perempuan juga berhak menerima nafkah dari suami, ayah atau anak, sehingga tidak harus menanggung beban mencari nafkah sendiri.

Sistem Kapitalisme-Demokrasi memanfaatkan Hari Ibu untuk mempromosikan kesetaraan gender melalui pemberdayaan perempuan padahal hal ini merupakan sumber masalah dan petaka bagi perempuan dan generasi mendatang.

Solusi yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah perempuan yang terjadi saat ini adalah dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam semua lini kehidupan termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua permasalahan yang terjadi dalam kehidupan ini hakikatnya karena meninggalkan hukum Allah Swt.

Alhasil untuk mencapai kesejahteraan dan perlindungan optimal bagi perempuan (ibu) maka harus menerapkan aturan Islam dalam semua lini kehidupan di bawah naungan sistem Islam, niscaya ibu mulia, bahagia dan sejahtera.

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis