Mengapa Banyak Bencana Menyapa?
Oleh : Isturia
LenSa Media News.com, Akhir-akhir ini banyak sekali bencana yang terjadi di negeri ini. Misalnya di Kabupaten Sukabumi setidaknya ada 328 titik bencana di 39 kecamatan. Jenis bencananya bervariasi mulai dari banjir, longsor, angin kencang dan pergerakan tanah (Detikjabar.com, 8-12-2024). Di Pandeglang terjadi banjir karena luapan Sungai Cilemer yang merendam rumah-rumah warga setinggi 1-2, 5 meter (Kumparannews.com, 5-12-2024). Di Cianjur bencana pergerakan tanah meluas di 15 kecamatan dan kemungkinan bertambah (CNN Indonesia.com, 7-12-2024).
Masih banyak lagi bencana yang terjadi seperti kekeringan, krisis air, erupsi, kelaparan, puting beliung dan lainnya. Wajarlah, Indonesia secara geografis rawan bencana karena berada di daerah iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau dengan ciri-ciri perubahan angin, suhu dan cuaca yang cukup berlebih.
Secara letak Indonesia dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik dan di atas tiga tumbukan lempeng benua yaitu Pasifik dari timur, Eurasia dari utara dan Indo-Australia dari selatan sehingga hal ini menyebabkan gempa. Tingkat kegempaannya hingga 10 kali tingkat kegempaan Amerika Serikat. Pastinya keadaan ini berdampak kepada kehidupan masyarakat. Kerugian sosial dan ekonomi sangat besar.
Melihat kondisi Indonesia yang seperti itu. Butuh mitigasi bencana yang tidak asal-asalan. Sikap tanggap bencana dari semua pihak, baik penguasa maupun rakyatnya. Khusunya penguasa sebagai pengurus rakyatnya. Jangan sampai ketika ada bencana, parpol, ormas, LSM dan masyarakat biasa lebih cepat dari pemerintah.
Akibat Penguasa Sekular Kapitalistik
Penguasa sekuler kapitalis memang berfokus pada pembangunan. Namun tidak peka dan sungguh-sungguh dalam memberikan solusi bencana dari akarnya. Kadang juga kita temui kebijakan penguasa malah menjadi sebab bencana. Sebagai contoh alih fungsi lahan (hutan) dan penggundulan hutan.
Walhi menemukan 35% hutan rusak bahkan hilang tahun 2022. Begitu juga proyek-proyek industrialisasi di daerah-daerah, pembangunan infrastruktur yang banyak dan penanganan aliran sungai yang naik turun. Hal ini berkaitan erat dengan pemilik modal.
Tidak hanya Walhi, aktivis lingkungan juga protes terhadap kelonggaran kebijakan AMDAL. Pelaku usaha yang berkuasa berani menjalankan usahanya mesti belum ada izin. Ada juga yang lolos hukum meski melanggar aturan. Begitulah hubungan spesial antara pejabat dan kapitalis yang sudah membudaya di negeri ini.
Begitu juga mitigasi bencana. Rakyat selalu dipojokkan. Pengetahuan yang sedikit, tidak mau dipindahkan, tidak dapat diatur, dan sebagainya. Padahal semua itu berkaitan dengan kebijakan politik penguasa. Ketersediaan data dan informasi, sedikitnya pengetahuan masyarakat, ketersediaan teknologi, fasum, dan alat, semuanya adalah tanggung jawab pemerintah.
Mengurus Rakyat sesuai Syariat
Dalam Islam, pemimpin wajib menjadi pengurus urusan umat dan melindungi mereka. Juga menjauhkan rakyat dari penderitaan dan memakmurkannya. Ketika ada bencana, pemimpin harus di garda terdepan melindungi mereka. Berusaha maksimal mencegah bencana dan menghindarkan resiko bencana.
Pemimpin dalam Islam membuat aturan dan kebijakan yang tidak merusak lingkungan, serta hal-hal yang mendatangkan azab Allah Ta’ala. Pemimpin berjalan sesuai syariat bukan kepentingan pribadi, golongan ataupun pemilik uang.
Mitigasi bencana adalah tindakan mengurangi dampak bencana (KBBI online). Dalam Islam pemimpin harus membuat strategi khusus, mulai dari penataan lingkungan yang berkaitan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan individu per individu. Sistem keuangan, pertanahan hingga sanksi untuk mencegah terjadinya pelanggaran.
Untuk tempat-tempat yang rawan bencana harus ada edukasi tentang kebencanaan, pembangunan fisik, sistem peringatan awal, penanganan bencana tersistem dan terpadu, sistem kesehatan dan sistem peralatan kedaruratan. Hampir tidak ada kesulitan dana yang dijadikan lambatnya penanganan, karena dalam Islam ditopang sistem keuangan yang kuat. Pemasukan dari kepemilikan umum seperti hasil SDA yang dikelola secara syar’i masuk ke Baitulmal.
Hal ini tidak akan kita temui dalam sistem sekuler kapitalisme saat ini. Oleh karena itu butuh kepemimpinan yang benar sesuai tuntunan Islam. Yang bisa memberikan solusi problematika umat termasuk masalah bencana. Wallahualam bissawab. [LM/ry].