Urusan Jalan Susah Kelar Selama Sekular
Oleh: Sabila Herianti
LenSa Media News_Opini_Pembangunan infrastruktur setiap negara sangat memengaruhi kualitas hidup rakyatnya. Terutama pembangunan infrastruktur transportasi. Infrastruktur jenis ini lah yang menunjang semua aktivitas rakyat. Sayangnya, di Indonesia pembangunan infrastruktur ini belum merata. Banyak sekali masyarakat yang mengeluhkan kerusakan jalan yang tidak kunjung diperbaiki oleh pemerintah, bahkan sampai bertahun-tahun lamanya.
Salah satunya yang dialami oleh masyarakat Dusun Kejuron Timur, Desa Tempuran, Kecamatan Pasrepan. Kondisi jalan di sana sudah rusak parah sejak 2008 dan tidak pernah ada perbaikan. Sekalinya ada perbaikan, hanya pengaspalan biasa yang hasil perbaikannya tidak tahan lama. Karena kondisi ini apabila dibiarkan akan semakin membahayakan, akhirnya perangkat desa terpaksa melakukan urunan atau iuran swadaya untuk melakukan perbaikan seadanya. Sebab, mereka tidak mungkin menggunakan dana desa untuk memperbaiki jalan kabupaten (Wartabromo.com 9-12-2024).
Pembangunan infrastruktur yang tidak merata, selain akan menghambat jalan perekonomian, juga akan menghambat pelayanan kesehatan. Sebagaimana yang terjadi di Kampar, Riau. Akibat jalan yang berlumpur karena diguyur hujan, 2 bidan terpaksa naik alat berat Vibro Roller menuju Posyandu Desa Bukit Melintang untuk pemeriksaan ibu hamil (Tribunews.com 22-11-2024).
Kondisi di atas apabila dibiarkan dan tidak kunjung mendapat perhatian negara, maka kualitas hidup rakyat akan terancam. Akibatnya, akan banyak masyarakat sulit pergi ke sekolah, bekerja, belanja, dan lain sebagainya. Bahkan, rakyat akan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan, dan produktivitas akan semakin menurun. Jika dibandingkan antara jalan perkotaan dengan jalan pedesaan, maka akan terlihat jelas adanya ketimpangan yang luar biasa. Sungguh sangat memprihatinkan.
Hal ini membuktikan gagalnya negara atau kepemimpinan sekuler dalam mengurus dan memenuhi kebutuhan rakyat. Negara hanya akan memperhatikan segala hal yang darinya akan memperoleh keuntungan, Misalnya, negara akan memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan para oligarki. Apabila para investor, kapital, atau oligarki membutuhkan infrastruktur jalan, maka negara akan segera menyediakan. Sedangkan usulan perbaikan yang berulang kali rakyat sampaikan justru diabaikan. Inilah potret kepemimpinan populis otoritarian, yaitu kepemimpinan yang seolah-olah berupaya memenuhi semua kebutuhan rakyat, padahal kebijakan yang keluar darinya hanya berpihak pada oligarki.
Respon negara saat ini terkait infrastruktur transportasi bagi rakyat sangat berbeda dengan respon negara yang berideologi Islam atau biasa dikenal Khilafah Islamiyah. Dalam Islam, Khalifah atau pemimpin negara adalah pengurus rakyat dan wajib memenuhi semua kebutuhan rakyat. Mengingat pembangunan Infrastruktur transportasi berupa jalan sangat dibutuhkan oleh rakyat dan ketiadaan atau penundaannya dapat menimbulkan bahaya atau dharar, Khalifah akan memprioritaskan pembangunan tersebut agar rakyat dapat menjalankan aktivitas dengan lancar. Melalui penerapan ekonomi islam, negara dapat dengan mudah menyediakan pembangunan infrastruktur yang berkualitas, dan dapat diakses oleh seluruh lapisan rakyat secara gratis. Tanpa memperhitungkan keuntungan atau bergantung pada swasta.
Sungguh, hanya Khilafah Islamiyyah-lah negara mandiri yang akan memudahkan kehidupan manusia. Tidak hanya kehidupan di dunia, melainkan juga kehidupan di akhirat.
Wallahu a’lam bisshawab.
(LM/SN)