Niat Magang, malah Dieksploitasi, Negara Zonk
Oleh: Zhiya Kelana, S.Kom
Aktivis Muslimah Aceh
LenSa Media News _ Opini_ Baru-baru ini Bareskrim Polri mengungkapkan data penindakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selama satu bulan terakhir. Total, 397 kasus TPPO dapat diungkap Satgas TPPO Polri selama satu bulan terakhir. Para korban ini dijadikan sebagai PSK, mengeksploitasi anak-anak sebagai pengantin pesanan, ada yang menjadi Pekerja rumah Tangga dengan modus Pekerja Migran Indonesia (PMI)
“Bareskrim Polri beserta Polda jajaran dan instansi terkait, sepanjang periode 22 Oktober sampai 22 November 2024, telah berhasil mengungkap jaringan TPPO sebanyak 397 kasus, 482 orang tersangka, dan berhasil menyelamatkan 904 korban TPPO,” ungkap Kabareskrim, Komjen Wahyu Widada, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2024); (Tirto.id, 22-11-2024).
Polda Sulawesi Selatan mengungkap kasus perdagangan manusia yang melibatkan 77 mahasiswa di Kota Makassar, Jumat (22/11/2024). Para korban diduga dijerat melalui program kerja musim liburan atau yang dikenal sebagai Ferienjob di Jerman. Mereka dijadikan para pekerja kasar, belum lagi dijanjikan 20 SKS ternyata tidak ada (BeritaSatu.com, 23-11-2024).
Sistem pendidikan kapitalis membuka peluang terjadinya TPPO berkedok magang. Hal ini berkaitan dengan orientasi negara dalam menyiapkan tenaga kerja. Adanya link and match PT dan Perusahaan membuat kegiatan magang menjadi salah satu pilihan untuk mengasah kecerdasan dan keterampilan bekerjanya.
Kondisi ini dapat memberi peluang perusahaan memanfaatkan situasi untuk mendapatkan tenaga kerja murah. Semua terjadi akibat lemahnya perlindungan dan pengawasan negara terhadap kerja sama kampus dan perusahaan. Jadilah magang dalam pendidikan sekuler menjadi cara pembajakan potensi mahasiswa.
Memang tak dipungkiri begitulah yang selalu terjadi, akibat dari pengabaian negara yang memang tak pernah memandang betapa pentingnya perlindungan kepada para mahasiswa. Sehingga mereka tidak bisa fokus kepada pendidikannya karena ada berbagai masalah. Mereka tak sadar bahwa anak negeri ini sedang dieksploitasi oleh negara kapitalis lainnya. Inilah busuknya sistem kapitalis yang membuat orang semakin muak dan tak layak dipertahankan lagi. Ini sangat berbeda dengan Islam, yang menjadi pelindung.
Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ’anhu, bahwa Nabi Muhammad –sallallahu alaihi wasallam– bersabda, ”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Muttafaqun ’Alayh dll.)
Islam menjunjung tinggi tujuan pendidikan. Sehingga berproses membentuk kepribadian berbagai pihak, seperti generasi ahli agama dan kehidupan untuk ikut andil membantu negara menerapkan Islam kaffah. Khilafah penanggung jawab utama tercapainya tujuan pendidikan Islam (sarana prasarana, kurikulum).
Sistem ekonomi Islam akan mendukung pendidikan gratis yang berkualitas. Pendidikan praktis seperti magang disediakan Khilafah tanpa harus bergantung pada perusahaan. Kalau harus ke perusahaan tertentu, negara mengawasi dan melindungi agar tidak terjadi eksploitasi. Potensi generasi (mahasiswa) benar-benar diarahkan untuk membangun peradaban mulia.
Hanya saja, hal ini tidak akan mungkin terjadi selama kita masih hidup di sistem kapitalis. Maka sudah sewajarnya kita meninggalkan sistem busuk ini dan beralih kepada sistem Islam yang sangat memuliakan manusia dan menghargai pendidikan. Tentu saja untuk peradaban Islam yang lebih baik untuk melahirkan generasi terbaik dan akan mewujudkan kegemilangan Islam seperti di masa lalu. Maka tidak akan ada lagi generasi rusak dari sistem yang melahirkan kerusakan juga. Tidakkah kita merindukan hidup dalam naungan Islam?. Wallahu’alam.
(LM/SN)