Jumlah Menteri Bertambah untuk Siapa?
LENSA MEDIA NEWS–Wacana penambahan jumlah kementerian yang semula 34 di era Presiden Joko Widodo, menjadi 44 kementerian di era Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan segera dilantik, menuai pro-kontra.
Bagi yang pro, menyebut penambahan ini wajar. Sebab Presiden Prabowo memerlukan orang-orang profesional, yang mempunyai kinerja serta fokus di kementeriannya. Sementara yang kontra, menyebut 34 kementerian sebelumnya pun terlalu banyak, jadi langkah penambahan kementerian merupakan suatu kekeliruan.
Sementara di pihak lain, ada yang menyimpan khawatirkan terkait beban keuangan negara. Bertambahnya orang-orang di pemerintahan, berarti bertambah angka pengeluaran. Akhirnya rakyat Indonesia akan kembali menjadi korban kebijakan, diinjak demi menopang anggaran.
Ada pula pihak yang membaca bahwa penambahan jumlah kementerian, sebagai transaksi politik balas budi. Sebagaimana diketahui, bahwa rezim yang akan menduduki kekuasaan diusung oleh partai yang berkoalisi. Sehingga wajar, bila masing-masing partai mendapatkan kursi, termasuk dalam jabatan menteri. Namanya juga sistem kapitalis demokrasi, kental dengan adanya transaksi.
Tentu kita tak bisa berharap pada sistem seperti ini. Yang dibutuhkan, kehadiran pemimpin dengan penuh tanggungjawab untuk mengurusi rakyat, tanpa pesanan atau atensi di belakang. Pemimpin yang bekerja siang malam, demi amanat yang diemban. Menciptakan serta menjalankan pengurusan negara secara efektif dan efisien.
Sekiranya memerlukan kementerian, dipilih berdasarkan pertimbangan ketakwaan dan profesional dengan pola birokrasi yang singkat, tepat dan cepat. Seperti sistem kekhilafahan warisan Rasulullah saw. yang dijalankan oleh Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Khalifah setelahnya. Wallahu’alam Biashowab. Sri Ratna Puri, Pegiat Literasi.[ LM/ry]
.