Duta Politik Gen Z, Mampukah Membawa Perubahan?

Oleh Siska Juliana

 

 

LenSa MediaNews__ Pilpres telah berlalu, kemudian pesta demokrasi berlanjut ke pilkada. Semua calon kepala daerah berlomba-lomba agar dapat memenangkan kontestasi ini. Segala cara dilakukan untuk menarik pemilih, baik itu kampanye secara langsung maupun di media sosial.

 

Dalam pilkada kali ini, Gen Z menjadi sorotan. Kelompok anak muda yang terkategori Gen Z adalah yang lahir pada tahun 1997-2012. Saat ini, Gen Z nerupakan golongan terbesar kedua setelah milenial. Bedanya, minat politik milenial sangat tinggi sedangkan Gen Z kebalikannya. Mereka tidak tertarik pada politik, bahkan bisa dikatakan buta politik.

 

Melihat fakta itu, para bakal calon menggunakan cara yang berbeda untuk mendekati Gen Z. Sebab calon yang mampu mengambil hati Gen Z, peluang menangnya akan lebih tinggi. Menurut Survey Exit Poll Indikator Politik, sebanyak 71 persen responden Gen Z yang memilih Prabowo-Gibran pada pilpres yang lalu.

 

Karakteristik Gen Z yang kreatif, mudah bersosialisasi, memiliki keterampilan teknologi yang tinggi, dianggap sebagai agen perubahan untuk membawa kehidupan demokrasi yang lebih baik. Oleh karena itu, pemerintah menunjuk Gen Z menjadi duta-duta demokrasi. Duta demokrasi terdiri dari pelajar dan mahasiswa.

 

Misalnya saja Ridwan Kamil, cagub nomor urut 1 Jakarta, menunjuk duta muda dari kalangan Gen Z untuk menyosialisasikan programnya dan bertanya mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat. (rmol.id, 28-09-2024)

 

Selain itu, parpol juga melakukan rekrutmen dan kaderisasi Gen Z. Harapannya di masa depan, mereka dapat memperbaiki kehidupan bangsa yang saat ini dinilai cukup rusak.

 

Layakkah Demokrasi Diperjuangkan?

Demokrasi merupakan sistem hidup yang sudah cacat dari awal. Sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang mendasari demokrasi, serta berasal dari pemikiran manusia. Tak heran jika dari awal hingga sekarang diterapkan, tidak mampu membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Permasalahan hidup semakin banyak, kriminalitas tinggi, harga kebutuhan pokok melambung, maraknya pengangguran, pendidikan yang buruk, dan masih banyak lagi.

 

Gen Z seharusnya menyadari berbagai kerusakan ini. Dalam demokrasi, yang paling utama adalah berebut kekuasaan, tidak ada yang benar-benar memperhatikan nasib rakyat. Lahirlah pemimpin-pemimpin yang zalim pada rakyatnya, maka kesempitan hidup semakin terasa.

 

Dengan kecacatan demokrasi yang membawa bencana amat besar, maka dibutuhkan solusi hakiki. Solusinya adalah mengganti demokrasi dengan sistem sahih yang mampu membawa keadilan dan kesejahteraan yang nyata bagi rakyat.

 

Gen Z sebagai Agen Perubahan

Segala potensi yang dimiliki Gen Z seharusnya dikerahkan pada perubahan mendasar yaitu politik demokrasi menjadi politik Islam. Politik demokrasi adalah sistem kufur yang menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat.

 

Sedangkan Islam meletakkan kedaulatan adalah hukum syarak. Allah yang mengatur kehidupan manusia.

 

Politik demokrasi menjadikan penguasa hanya sebatas regulator, sedangkan politik Islam memosisikan kepemimpinan sebagai pengurus (raa’in) dan pelindung (junnah). Alhasil dengan menerapkan sistem Islam, maka kesejahteraan rakyat akan terwujud.

 

Jadi dalam hal ini, Gen Z harus belajar politik Islam, bukan politik demokrasi. Dengan demikian, Gen Z dapat menyampaikan syariat Islam di tengah masyarakat.

 

Partai Politik Islam

Partai politik Islam berfungsi untuk mengedukasi umat tentang politik. Dengan bergabung ke partai politik yang sahih, Gen Z dapat berkontribusi untuk kemajuan negara maupun secara global.

 

Allah berfirman dalam surah Ali-Imran ayat 104 yang berbunyi, “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru pada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

 

Parpol sahih memiliki beberapa kriteria, yaitu:

Pertama, memiliki fikrah (pemikiran) yang jelas dan ideologi yang sahih, yaitu Islam.

Kedua, mempunyai thariqah (metode) yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah dalam berdakwah.

Ketiga, ikatan akidah Islam yang menyatukan anggotanya.

Keempat, para anggotanya memiliki pemahaman yang benar tentang fikrah, thariqah partai, dan ikatan akidah.

 

Dengan demikian, masyarakat jangan terjebak pada parpol sekuler. Sebab, parpol tersebut hanya akan melanggengkan sistem demokrasi yang telah nyata menyengsarakan rakyat. Masyarakat harus menjadikan parpol berideologi Islam sebagai sarana perjuangan untuk kebangkitan umat.

 

Khatimah

Sistem politik Islam hanya akan berjalan saat negara menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh). Negara akan memberikan pendidikan politik Islam bagi seluruh rakyatnya, termasuk Gen Z. Alhasil, umat dapat menyebarkan syariat Islam ke seluruh penjuru dunia.

 

Gen Z jangan sampai terjebak pada demokrasi yang nyata rusak dan merusak. Gantilah sistem kufur demokrasi dengan sistem Islam. Caranya dengan memahami politik Islam. Alhasil, akan menghantarkan umat pada kesejahteraan. Wallahu’alam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis