Negara Abai, Hingga Marak Perdagangan Orang
Oleh: Elis Sulistiyani
Muslimah Perindu Surga
LenSa Media News–Disekap dan disiksa adalah kondisi yang dialami oleh 11 orang Sukabumi yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Informasi ini disampaikan oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Mereka para korban awalnya di tawari untuk bekerja di bagian administrasi pelayan investasi di Myanmar. Namun saat tiba di sana mereka justru dipekerjakan sebagai penipu berbasis daring. (antaranews.com, 11-9-2023).
SBMI sendiri pada 30 juli 2023 lalu merilis laporan mengenai lemahnya penegakkan hukum atas kasus perdagangan orang ini. Hingga akhirnya kejadian tersebut terus berulang. Sejauh ini SBMI merasa pihak penegak hukum lambat dalam menangani kasus ini (SBMI.or.id).
Perdagangan manusia yang masih tumbuh subur saat ini, membuat kita bertanya-tanya hal apa yang sebenarnya membuat kasus ini rumit dan tidak kunjung terurai? Kasus perdagangan orang bukanlah kasus baru. Kasus ini sudah ada sejak lama, namun karena saat ini perkembangan informasi digital berkembang pesat membuat kita dengan mudah berbagi informasi terkini.
Mereka yang menjadi korban TPPO adalah mereka yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan hidupnya. Mereka sudah jengah dengan impitan ekonomi yang tak kunjung usai. Mereka berharap dengan mengadu nasib di negeri orang. Namun ternyata mereka malah menjadinkorban perdagangan.
Kemiskinan memang menjadi potret kelam negeri ini. Meskipun pemimpinnya koar-koar angka kemiskinan telah menurun, namun faktanya jurang kemiskinan rakyat negeri ini kian dalam. Sulitnya lapangan pekerjaan dan tingginya arus PHK semakin membuat rakyat putus asa. Tidak ada yang bisa menjamin hidup rakyat saat ini, bahkan untuk sekedar makan harus mencarinya sendiri.
Penguasa saat ini memang kental dengan gaya Kapitalismenya. Rakyat tak ada arti apapun dalam pandangannya, karena pandangannya senantiasa tertuju kepada keuntungan materi belaka. Siapapun yang bermodal dan memberikan keuntungan “berhak” mengendalikan kebijakan negara, sekalipun harus “membunuh” rakyatnya.
Idealisme ini sudah menjadi harga mati yang tidak akan berubah, dan para pengusungnya akan berusaha mati-matian supaya ideologi ini tetap hidup. Karna jika idelogi ini mati para pemuja keserakahan pun akan ikut tumbang.
Ngeri memang cara main ideologi ini, karena pondasi dasarnya tidak berasal dari Sang Khaliq. Sehingga setiap rinci aturan yang dihasilkan hanya membawa kesulitan dan penderitaan bagi rakyat.
Jika sudah begini maka kita bisa saksikan peradaban lain yang pernah berdiri di masa lalu selama lebih dari 1300 tahun. Peradaban ini telah menjadikan aturan Sang Pencipta sebagai pondasi dalam menjalankan setiap sendi kehidupan.
Aturan ini mencakup hal yang berhubungan dengan individu ( makanan, minuman, akhlaq dan pakaian), masyarakat ( jual-beli, hutang piutang dan sebagainya), dan juga berhubungan dengan kebijakan negara.
Peradaban ini berdiri di atas ideologi Islam, ideologi yang melahirkan berbagi aturan yang menyelesaikan berbagi problematika kehidupan manusia. Islam menghadirkan aturan yang membuat rakyatnya menjadi prioritas utama untuk mendapatkan pengurusan.
Rakyat di urusi semua kebutuhan dasarnya. Bukan dengan diberikan sumbangan setiap bulan, namun negara menjamin setiap ayah dapat bekerja dengan pendapatan yang layak. Negara memprioritaskan rakyatnya untuk bekerja di berbagai sektor real dan tidak mengundang pekerja asing.
Negara juga menjamin kemudahan dan murahnya kebutuhan pokok, pendidikan dan juga kesehatan untuk di akses seluruh rakyatnya tanpa memandang miskin atau kaya. Hal ini dapat diwujudkan dengan skema sistem ekonomi yang berbasis syariah. Sistem ekonomi dalam Islam membagi kepemilikan menjadi 3 bagian, yakni kepemilikan individu, negara dan juga umum.
Kepemilikan umum adalah kepemilikan rakyat yang dikelola oleh negara dan seluruh hasil pengelolaannya dijadikan sumber utama guna memenuhi kebutuhan rakyat. Harta yang termasuk kepada kepemilikan umum adalah seluruh sumber daya alam yang melimpah jumlahnya. Tidak ada yang boleh mengelola SDA ini kecuali negara.
Demikianlah ketentuan syara telah menetapkan keteraturan yang luar biasa. Aturan ini tidak mungkin datang dari manusia yang lemah dan terbatas. Karena hanya aturan dari Sang Khaliq saja yang mampu membawa kesejahteraan dan keberkahan bagi umat manusia. [LM/ry].