Toleransi Yang Menyesatkan 

Oleh : Nurjannah Sitanggang

 

LenSa Media News–Pemerintah mengimbau agar stasiun televisi menyiarkan Azan Magrib dalam bentuk running text ketika sedang ditayangkan secara langsung ibadah misa akbar yang dipimpin oleh Paus Fransiskus di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Kamis, 5 September 2024.

 

Di dalam surat yang salinannya diperoleh Antara pada Selasa malam, 3 September 2024, pemerintah mengimbau agar seluruh televisi nasional menyiarkan secara langsung dan tidak terputus ibadah misa akbar yang dipimpin Paus Fransiskus (Tempo, 04-09-2024).

 

Imbauan pemerintah lewat Kementerian Agama ini sontak menuai pro kontra dari berbagai kalangan. Wajar saja sebab Indonesia adalah negara muslim terbesar dunia. Jumlah penduduk muslim Indonesia 236 juta jiwa. Itu berarti lebih dari 80% penduduk Indonesia adalah muslim. Sungguh imbauan yang sangat aneh jika pemerintah dengan dalih menghormati agama lain akhirnya menghentikan Azan Magrib. Sebab Azan Magrib di stasiun televisi sudah hal biasa tidak pernah berhenti sejak dulu.

 

Lebih dari itu menyiarkan ibadah agama lain secara nasional di negeri yang mayoritas muslim hingga mengganggu jadwal azan di stasiun televisi itu merupakan imbauan yang arogan, bahkan bisa dikategorikan tirani minoritas atas mayoritas.

 

Islam mengajarkan kita untuk menghormati agama lain. Akan tetapi Islam memberikan batasan. Dalam kitab Ad Daulah al Islamiyyah karangan Syekh Taqiyuddin an Nabhani, pada pembahasan As Siyasah Al kharijiyyah Li Ad Daulah Al Islamiyyah, beliau menjelaskan bahwa orang-orang ahli kitab dan orang musyrik dibiarkan (dibebaskan) atas mereka perkara yang menyangkut keyakinan dan peribadahan.

 

Membiarkan mereka dalam akidah dan ibadah semata-mata di lingkungan mereka saja dan di tempat ibadah mereka saja. Hal ini untuk menghormati agama dan ibadah mereka. Ini sesuai dengan ayat Allah: Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. (Surat Al-Baqarah: 256).

 

Ritual ibadah non muslim tidak boleh menjadi syiar umum atau di tempat umum sebab itu sama saja dengan membiarkan kemungkaran atau membiarkan seruan pada kebatilan di tempat umum. Sebab Allah telah menjelaskan orang yang mencari selain agama Islam adalah kesesatan. Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi“. (TQS. Ali Imran : 85).

 

Sudah seharusnya umat menyadari bahwa akidah umat perlu dijaga dengan membumikan syiar Islam saja. Syiar Islam harus disebarluaskan dan ditegakkan oleh negara. Ini juga untuk menjaga akidah umat. Umat harus memahami bahwa ide toleransi bukanlah membiarkan syiar agama non muslim di tempat umum apalagi mengikuti syiar mereka. Lebih parah lagi menyiarkan ritual ibadah mereka secara nasional. Sungguh itu sebuah kesalahan besar.Toleransi itu adalah _untukmu agamamu dan untukku agamaku.

 

Sungguh sebuah ironi di negeri mayoritas muslim, syiar Islam sering dijadikan bahan mainan. Anggota paskibraka dicopot kerudungnya, kontrasepsi difasilitasi, aborsi dilegalkan, doa lintas agama dan salam lintas agama disebarluaskan, dan kali ini azan magrin ingin dihentikan demi menyiarkan misa secara nasional.

 

Umat Islam harus sadar bahwa penguasa negeri ini tidak akan henti-hentinya menyakiti umat dan syariat hingga tegaknya sistem Islam kafah. Kembali pada sistem Islam solusi yang tidak bisa ditawar lagi. Wallahualam bissawab. [ LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis