Indonesia dalam Balutan Dusta Buzzer
Oleh: Ariani
Guru dan penulis Muslimah
LenSa Media News–Lini masa media sosial ramai dengan unggahan “Peringatan Darurat” bergambar Burung Garuda dengan latar belakang berwarna biru. Gambar tersebut diunggah di media sosial X oleh banyak warganet dan influencer sejak Rabu (21/8/2024). Poster tersebut diunggah sebagai bentuk perlawanan masyarakat usai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 (kompas.com, 22-08-2024).
Dari akun X @siimpersons, terkuak bahwa seruan tersebut diduga merupakan gerakan Buzzer. Setelah ditelusuri, ada beberapa akun Instagram yang malah kontra dengan menyerukan “Indonesia Baik Baik Saja”, salah satunya milik Wasekjen Gerindra Kawendra Lukistian meskipun ia tidak mengunggah potret yang dimaksud (suara.com. 23-08-2024).
Sejatinya, Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Aksi massa terdiri dari beberapa elemen termasuk mahasiswa bertajuk “Darurat Demokrasi Indonesia” digelar di sejumlah daerah di Indonesia sejak22 Agustus. Gelombang protes tersebut dipicu oleh berbagai isu, mulai dari merespon upaya Baleg DPR menganulir putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menetapkan bahwa usia pencalonan seorang kepala daerah dihitung pada saat ditetapkan sebagai calon, bukan saat dilantik.
Revisi ini dianggap untuk melenggangkan anak presiden mengikuti Pilkada. Drama serupa dengan Pilpres 2024 yang mencalonkan anak presiden juga sebagai konstetan. Beberapa elemen rakyat pun memandang kondisi demokrasi semakin memburuk.
Kekecewaan rakyat semakin lengkap dengan naiknya BBM dan rilis rencana kenaikan PPN menjadi 12% untuk meningkatkan target penerimaan APBN 2025 dari paja. Rakyat gusar, untuk apa memilih wakil rakyat jika tidak menyuarakan kepentingan rakyat?
inilah wajah asli demokrasi. Menurut pencetus dan pengusungnya sistem ini meletakkan rakyat sebagai sumber hukum melalui orang-orang yang mewakilinya di parlemen. Jelas landasan hukumnya tidak merujuk kepada Allah Ta’ala, tapi kepada rakyat dan para wakilnya (almanhaj.or.id, 31/8/2024).
Pemikiran ini bertentangan dengan syari’at Islam dan akidah Islam. Allah berfirman yang artinya, “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah”. (TQS Al-An’am:57). Allah pun berfirman yang artinya,“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir”. (TQS Al-Maidah:44).
Dalam demokrasi sangat wajar mengotak-atik hukum yang menguntungkan pemilik modal, karena demokrasi adalah sistem yang terlahir dari ideologi kapitalisme dengan akidahnya yang sekulerisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, dimana pembuat aturan hidup dipegang para pemilik modal yang mengakomodir kepentingan kelompok tertentu.
Demokrasi adalah tatanan hidup bernegara yang penuh pragmatis. Asas dari pragmatisme adalah aspek kemanfaatan semata. klop dengan kapitalisme yang menggunakan standar perbuatan manusia yaitu untung atau rugi bukan halal atau haram. Dalam demokrasi, pragmatisme sangatlah dominan. Penguasa, pejabat, wakil rakyat, maupun parpol justru mempertontonkan sikap pragmatis.
Dalam arti, orientasi politik mereka semata-mata demi meraih kepentingan golongan tertentu bukan rakyat. Terbukti dengan banyak UU dan kebijakan penguasa dan wakil rakyat yang justru menkhianati rakyat. Hal ini membuat sebagian besar rakyat muak dengan konstelasi politik dalam bingkai demokrasi.
Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, “Politik adalah pemeliharaan urusan umat (rakyat), baik di dalam maupun di luar negeri, berdasarkan ketentuan syariat Islam.” (muslimahnews.net, 31-08-2024).
Sejatinya, politik dalam Islam adalah aktivitas mengurus dan mengelola urusan masyarakat sesuai dengan aturan Al Khaliq. Ini mencakup cara bernegara, memilih pemimpin, mengatur, dan memenuhi semua kebutuhan umat, urusan dalam negeri (hukum dan sanksi, ekonomi, pendidikan) maupun luar negeri.
Dengan kata lain, orientasi politik Islam bukan sekadar berburu kekuasaan, tetapi tanggung jawab penguasa untuk menerapkan hukum Allah dalam mengatur kehidupan umat agar sejahtera dan bahagia di dunia dan akherat. Ketika umat sejahtera maka penguasa tidak perlu membayar Buzzer untuk mengelabui kondisi negara di depan rakyat.
Sungguh, sekarang umat harus membuka mata terhadap kebobrokan demokrasi yang serba pragmatis. Umat haruslah kembali kepada tatanan hidup yang diciptakan al-Khaliq karena kaum muslim pada dasarnya wajib untuk selalu terikat dengan Al-Qur’an dan Sunah dalam semua sendi kehidupan, termasuk dalam berpolitik.
Hal ini sesuai firman Allah dalam Al Baqarah 208 yang mewajibkan umat Islam masuk Islam secara kafah. Islam meletakkan politik sebagai salah satu solusi untuk memecahkan segala urusan umat, tujuan dari politik Islam itu sendiri adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam. [LM/ry].