Remisi : Kesempatan Kedua Atau Penghematan?

Oleh : Ria Nurvika Ginting, SH, MH

 

LenSa Media News–Peringatan HUT RI ke-79 tahun ini tidak hanya menjadi moment bagi masyarakat untuk bersuka cita sehari. Hari kemerdekaan ini juga disambut gembira oleh para napi yang sedang menjalankan hukumannya dalam penjara. Mengapa? Remisi HUT RI menjadi sesuatu yang dinanti-nanti agar berkurangnya atau bebas dari hukuman tersebut.

 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Tasonna H. Laoly tepat di Hari Ulang Tahun RI ke-79 mengumumkan sebanyak 176.984 narapidana dan Anak Binaan menerima Remisi Umum (RU) dan Pengurangan Masa Pidana Umum (PMPU) Tahun 2024.

 

Ia menyampaikan bahwa remisi ini bukan hadiah tapi merupakan bentuk apresiasi yang diberikan negara kepada narapidana yang menunjukkan prestasi, dedikasi, disiplin tinggi dalam mengikuti kegiatan pembinaan. (tempo.co, 18-8-2024).

 

Menurut Yossana dengan pemberian remisi dan pengurangan masa pidana ini, pemerintah menghemat anggaran negara sebesar lebih kurang Rp 274,36 miliar dalam pemberian makan kepada narapidana dan Anak Binaan (tempo.co, 18-8-2024).

 

Sistem sanksi yang diterapkan saat ini tidak memberikan efek jera. Hal ini terlihat dari pemberian remisi yang lebih kepada penghematan anggaran negara dan mengurangi overload lapas. Sistem sanksi penjara saat ini seakan-akan memberikan tempat tinggal dan makan gratis.

 

Penjara seharusnya merupakan salah satu sanksi yang menimbulkan efek jera si pelaku kejahatan agar tidak mengulangi kembali perbuatannya. Penjara merupakan sanksi yang merampas kebebasan si pelaku kejaatan sehingga ia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.

 

Si pelaku kejahatan hanya dapat melakukan aktivitas disekitaran lapas tersebut. Bagaimana penjara akan memberikan efek jera jika difasilitasi seperti tempat untuk menumpang nginap saja. Apalagi bagi koruptor yang mendapatkan fasilitas yang lengkap seperti dirumahnya sendiri.

 

Inilah buah dari sistem yang diterapkan saat ini yakni kapitalis-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Yang berdiri atas standar materi dan memberikan hak pada manusia untuk menentukan aturan nya sendiri. Sehingga sanksi yang diberikan dapat ditawar-tawar.

 

Jika anda punya modal maka sanksi dapat diberikan dengan segudang fasilitas. Remisi yang awalnya untuk memberikan kesempatan kedua pada akhirnya hanya sebagai penghematan anggaran dan mengurangi overload lapas. Seharusnya adanya sanksi tegas dan memberikan efek jera sehingga kejahatan bisa diminimalisir sehingga tidak terjadi overload lapas.

 

Selain itu banyaknya tindak kejahatan yang terjadi menunjukkan lemahnya pribadi manusianya yang berkaitan erat dengan sistem pendidikan yang diterapkan saat ini yakni sistem kapitalis-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga melahirkan individu-individu yang jauh dari ketakwaan. Individu-individu yang tidak menjadikan halal-haram sebagai standar dalam beraktivitas.

 

Hal ini berbeda dengan sistem Islam yang mejelaskan sistem sanksi dan sistem pendidikan yang jelas dan rinci yang akan melahirkan individu-individu yang berkepribadian Islam. Sistem Islam berdiri atas dasar akidah islam yang memberikan hak untuk membuat hukum hanya kepada sang Khaliq yakni Allah Swt.

 

Sehingga sistem sanksi yang diterapkan juga berasal dari Allah Swt. Sistem sanksi yang ditetapkan memberikan keadilan dan efek jera yang akan mampu mencegah terjadinya kejahatan.

 

Contohnya sanksi penjara merupakan jenis sanksi Ta’zir yang meghalangi atau melarang seseorang untuk mengatur dirinya sendiri. Dengan kata lain, kebebasan dan kemerdekaannya dibatasi hanya sebatas yang diperlukan dalam kehidupannya.

 

Penjara merupakan tempat untuk menjatuhkan sanksi yang memberikan “rasa sakit” pada yang dipenjara serta memberikan efek jera sehingga pelaku tidak akan menggulangi atau melakukan kejahatan yang lain.

 

Sehingga kondisi penjara haruslah berbeda dengan kondisi diluar penjara. Keadaannya harusnya memberikan rasa takut dan cemas. Namun, disisi lain negara bukan berarti tidak manusiawi. Apa yang dibutuhkan oleh narappidana untuk kelangsungan hidupnya maka tetap dipenuhi.

 

Bahkan narapidana tidak boleh dipukuli, disiksa dan diikat. Sungguh sistem sanksi dalam Islam memanusiawikan manusia tapi tidak mengistimewakan karena sanksi tersebut diharapkan memberikan efek jera kepada narapidananya.

 

Selain itu, sistem pendidikan Islam yang berdiri atas dasar akidah Islam akan melahirkan individu-individu yang berkepribadian Islam yang manjadikan standar halal-haram dalam setiap aktivitas nya baik terkhusus para penegak hukum yang mengurus para napi pun akan menjalankan tugasnya sebaik-baiknya karena mereka menyadari bahwa kelak mereka akan diminta pertanggung jawaban dari Sang Khaliq.

 

Sudah saatnya kita kembali pada hukum yang sesuai dengan fitrah manusia yakni hukum yang berasal dari sang Khaliq. Hukum yang akan diterapkan disegala lini kehidupan secara kaffah dalam sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis