Di Balik Polemik Lepas Kerudung Paskibraka
Oleh: Gita Aulia, S.Psi.
Lensamedianews.com, Opini – Sempat ramai diberitakan bahwa Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah memaksa 18 anggota Paskibraka putri melepas kerudung mereka. Hal ini bermula saat 18 anggota Paskibraka putri berfoto bersama dalam proses pengukuhan bersama presiden Joko Widodo. Terlihat tak ada satu pun anggota Paskibraka putri yang menutupi rambutnya dengan memakai kerudung. Padahal selama latihan, terlihat jelas ada 18 anggota Paskibraka putri yang selalu memakai kerudungnya.
Namun, BPIP menegaskan tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab, penampilan Paskibraka dengan mengenakan pakaian atribut dan sikap tampang, sebagaimana terlihat dalam pelaksanaan tugas kenegaraan, yaitu pengukuhan Paskibraka, adalah kesukarelaan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada,” kata Yudian dalam konferensi pers yang disiarkan CNNIndonesiaTV, Rabu (14/8) sore. Meski akhirnya BPIP menyatakan permintaan maaf dan mengubah keputusan untuk mengizinkan ada anggota Paskibraka putri yang mengenakan kerudung saat prosesi upacara bendera tanggal 17 Agustus yang lalu.
Wakil Sekretaris Jenderal Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Irwan Indra mengatakan walaupun BPIP telah meminta maaf dan mengizinkan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri untuk mengenakan jilbab dalam pelaksanaan upacara HUT RI ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, tetap perlu ada penelusuran lebih jauh kenapa hal tersebut bisa terjadi. Menurutnya, keputusan BPIP No. 35 tersebut menghilangkan poin “Ciput warna hitam (untuk putri berhijab)“ yang dicantumkan dalam aturan sebelumnya, yaitu Peraturan BPIP No 3 Tahun 2022.(bbc.com, 16/8/2024).
Sejatinya, aturan dibuat untuk memaksa seseorang mengikuti aturan tersebut. Jika diamati lebih dalam, sesungguhnya aturan tersebut juga bertentangan dengan UUD 1945 memberikan jaminan, perlindungan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan agamanya Pasal 28E ayat (1) Jo Pasal 29 ayat (1) dan (2). Berdasarkan prinsip Non-Derogability yaitu negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun, termasuk untuk mengenakan kerudung sebagai syarat dalam Paskibra.
Peraturan yang mengharuskan pencopotan kerudung tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Islam telah mengharamkan muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk membuka aurat (kasyful ‘aurat), antara lain berdasar hadis berikut:
Dari Jabbar bin Shakhr ra., dia berkata, “Aku telah mendengar Nabi saw. bersabda, ‘Sesungguhnya kita telah dilarang untuk menampakkan aurat-aurat kita.” (HR. Al-Hakim [Al-Mustadrak, 3/222-223], dan Al-Baihaqi [Syu’abul Iman, 1/465/2], dan hadis ini adalah hadis sahih menurut Syekh Nashiruddin Al-Albani dalam kitabnya Silsilah Al-Ahādīts Al-Shahīhah, nomor 2763).
Dan untuk memakai kerudung, jelas para ulama tidak berbeda pendapat. Dalilnya jelas terdapat dalam Al-Qur’an An-Nur ayat 31, “…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…”.
Maka perlu dikritisi, bahwa keseragaman yang dimaksud adalah tak menampakkan identitas keagamaan tertentu. Dan pembuat aturan berdalih atas nama kebebasan perilaku, seseorang boleh saja memiliki hal untuk membuat kesepakatan tertentu ataupun menolaknya. Inilah yang menjadi persoalan, karena Islam sangat tegas mengatur cara berpakaian seorang muslimah.
Menggunakan pakaian selain yang disyariatkan adalah kemaksiatan dan haram hukumnya taat kepada kemaksiatan. Perintah yang mengajak kepada maksiat, yaitu meninggalkan yang wajib atau melakukan yang haram tidak boleh diikuti. Rasulullah saw. bersabda, “Wajib atas muslim mendengar dan menaati (pemimpinnya), pada apa-apa yang ia senangi atau yang ia benci, selama ia tidak diperintahkan melakukan maksiat. Jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak boleh mendengar dan menaati (pemimpin).” (HR. Al-Bukhari, 1744; Muslim, 1839; Abu Dawud, 2626; Tirmidzi, 1707; An-Nasa`I, 7/160; Ibnu Majah, 2864. Hadis sahih).
Jika seorang pemimpin menggunakan kewenangannya untuk menekan pihak lain melalui sejumlah aturan yang bertentangan dengan Islam,maka keputusan tersebut termasuk dalam gerakan islamofobia yang harus dihilangkan. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan BPIP secara tidak langsung telah menunjukkan jati dirinya melalui pakaian Paskibraka ini bahwa BPIP adalah lembaga yang berasaskan sekularisme, yaitu paham yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Aturan Allah SWT sebagai Pencipta dan Pengatur Kehidupan sama sekali tidak dipertimbangkan dalam membuat aturan dan kebijakan.
Alhasil, kita akan terus mendapati aturan yang bertentangan dengan Islam selama sekularisme sebagai asas kapitalisme masih diberlakukan di negeri ini. Maka wajib untuk menjauhkan pemikiran sekularisme ini dari benak generasi muslim. Hanya sistem Islam yakni Khilafah yang akan menerapkan Islam secara kaffah.
Allahu a’lam bishshawab. [LM/Ah]
Please follow and like us: