Menjaga Ketaatan dalam Bernegara dan Berbudaya

Oleh: Ummu Rifazi, M.Si

 

LenSaMediaNews.com__Peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur, Sabtu 17 Agustus 2024 berlangsung dalam nuansa kental keberagaman budaya Indonesia. Dekorasi mimbar kehormatan maupun busana yang dikenakan kepala negara beserta jajaran menteri, pejabat, dan tamu undangan lainnya lekat dengan adat berbagai daerah dan suku di Indonesia, mengusung misi Bhinneka Tunggal Ika (antaranews.com, 18-08-2024).

 

Dengan alasan mengokohkan makna Bhinneka Tunggal Ika jugalah maka seragam beserta atribut Paskibraka dirancang sedemikian rupa. Di antaranya dengan memberlakukan aturan pelepasan hijab (kerudung) terhadap 18 anggota Paskibraka putri. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengatakan bahwa aturan tersebut ditetapkan agar nilai-nilai keseragaman tetap terjaga dalam pengibaran bendera (kabartasikmalaya.pikiran-rakyat.com, 16-08-2024).

 

Agama Tunduk pada Aturan Bernegara dan Berbudaya  

 

Reaksi keras masyarakat Indonesia dan orang-orang penting di negeri ini memang akhirnya mampu membuat kepala BPIP meminta maaf atas aturan pelepasan kerudung tersebut. Sehingga, Paskibraka putri pun diizinkan mengenakan hijab pada saat pelaksanaan upacara HUT RI di IKN.

 

Namun, tragedi pelepasan hijab pada saat pengukuhan anggota Paskibraka Nasional 2024 Selasa 13 Agustus 2024 terlanjur mencederai kehormatan para putri bangsa ini dan melukai perasaan masyarakat, khususnya para orang tua 18 Paskibraka putri tersebut. Para orang tua ini menduga kuat adanya unsur pemaksaan, karena pada faktanya putri mereka taat berhijab, baik ketika di lingkungan luar rumah maupun di tempat umum lainnya.

 

Tekanan pelepasan hijab ini disinyalir telah terjadi sejak proses seleksi Paskibraka Nasional Juli 2024 di Jakarta. Ketika diwawancarai panitia BPIP, para peserta Paskibraka putri ditanya kesiapan membuka hijab jika terpilih menjadi Paskibraka Nasional 2024. Ketua Purna Paskibra (PPI) Propinsi Gorontalo Roman Sunge pun menguatkan dugaan ini karena salah seorang dari dua siswa putri yang mengikuti seleksi nasional Juli 2024 dinyatakan tidak lolos seleksi karena menolak mengikuti aturan melepas hijab (bbc.com, 16-08-2024).

 

Tak hanya masalah aturan seragam Paskibraka Putri, bahkan agama dijadikan sesuatu hal yang harus disesuaikan dan tunduk terhadap tradisi budaya demi terwujudnya kerukunan. Ketundukan tersebut diaruskan oleh penguasa bangsa dan negara ini. Salah satunya terlihat dari penampilan para muslimah petinggi pada momen penting tersebut.

 

Dalam keseharian mereka menggunakan hijab, namun pada saat peringatan HUT RI, mereka mengenakan busana daerah dan melepas hijabnya. Penampilan mereka tak ubahnya penampilan para Paskibraka Putri kala pengukuhan. Bedanya adalah mereka melepaskan hijab secara sukarela dengan dalih melestarikan tradisi budaya, sedangkan para Paskibraka putri melakukannya dengan keterpaksaan karena tekanan aturan.

 

Rangkaian peristiwa tersebut semakin menunjukkan adanya kegigihan upaya yang terstruktur dan sistematis terhadap kaum muslim, termasuk generasi mudanya untuk semakin memisahkan aturan agama dari sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Islam Menjaga Ketaatan dalam Bernegara dan Berbudaya 

 

Dalam pandangan Islam, keberagaman budaya dan suku bangsa merupakan sunatullah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13: “Wahai manusia! Sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Alah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”

 

Keniscayaan ini diwujudkan Rasulullah saw. ketika mendirikan negara Islam di Madinah. Kala itu Rasulullah saw. berhasil menyatukan masyarakat yang beragam dan tidak pernah terjadi perselisihan yang dipicu isu keagamaan maupun kesukuan. Islam mengantarkan pada semangat persaudaraan.

 

Rasulullah saw. berhasil menanamkan bahwa hanya ketakwaanlah yang membedakan derajat manusia di hadapan Rabb-nya. Yang lebih menakjubkan, kesatuan umat ini pun terjadi di 2/3 dunia selama 13 abad pada masa khulafaur rasyidin dan khalifah setelahnya.

 

Kesatuan dalam keberagaman ini sudah cukup menjadi bukti bagi kita bahwa budaya adalah sesuatu hal yang dilestarikan oleh Islam selagi tidak bertentangan dengan syariat Islam. Ketika tradisi atau budaya tersebut bertentangan dengan Islam, misalkan pakaian adat ‘kemben” bagi wanita dalam budaya Jawa, maka Islam melarangnya karena memperlihatkan aurat.

 

Kemuliaan ajaran Islam hanya bisa dirasakan ketika negara menerapkan dan menjaga syariat Islam secara kaffah. Dengan adanya penjagaan dari negara ini maka kaum muslim tidak akan mudah terjebak oleh tipu daya musuh-musuh Islam yang senantiasa berusaha menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang lurus.

Maasyaa Allah, allahumma akrimna bil Islam. Wallahu a’lam bisshowwab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis