Menuai Polemik, Mengapa PP 28/2024 Jalan Terus?
Oleh : Ummu Rifazi, M.Si
LenSa Media News–Memasuki pekan ketiga setelah resmi diteken, tuntutan pencabutan terhadap Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28/2024 masih kencang disuarakan. Wakil rakyat menuntut agar beleid ini dibatalkan karena menjerumuskan generasi muda ke dalam perzinaan yang akan menghancurkan masa depan mereka dan bangsa ini (dpr.go.id, 12/08/2024).
Ambigu Aturan dalam Kapitalisme
Belakangan PP ini juga disinyalir bertentangan dengan undang-undang (UU) yang melarang penyediaan alat kontrasepsi, mempertunjukkan alat pencegah kehamilan dan alat pengguguran kehamilan.
Hasil penelisikan Ketua Lembaga Bantuan (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan, ancaman pidana terhadap upaya penyebaran alat kontrasepsi terhadap anak di bawah usia 18 tahun, tertulis dalam undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014, pasal 408 UU Nomor 1 tahun 2023 dan Pasal 409 KUHP baru. Karena bertentangan dengan UU, maka sebetulnya PP 28/2024 ini dapat dibawa ke Mahkamah Agung dan bisa dibatalkan (muslimahnews.net, 12/08/2024).
Jika memang PP 28/2024 ini bertentangan dengan UU dan wakil rakyat telah menuntut pemerintah membatalkan beleid ini, mengapa pemerintah seolah mengabaikan kedua hal tersebut dan akan tetap menjalankannya? Apa yang menjadi motivasi kuat diberlakukannya PP ini?
Salah satu kemungkinan motivasi PP ini tetap dilaksanakan adalah karena ada orientasi keuntungan materi yang berusaha diperoleh dari industri alat kontrasepsi. Indikasi niatan meraih keuntungan materi tersebut tersirat dari pernyataan anggota Komisi VIII DPR Luqman Hakim yang meminta kepastian dari pemerintah apakah beleid ini disetir oleh kepentingan bisnis produsen alat kontrasepsi (news.detik.com, 06/08/2024).
Target perolehan materi dari kebijakan yang ditetapkan penguasa, merupakan ciri khas sistem kapitalis sekuler liberal. Negara legal mengambil keuntungan dari rakyatnya. Hubungan yang terjadi antara negara dan rakyat adalah dalam kaca mata bisnis.
Lebih parahnya lagi dalam sistem batil ini, meskipun muatan dalam suatu kebijakan bisa memfasilitasi sesuatu kemaksiatan dalam pandangan agama, kebijakan tersebut tetap akan dilakukan ketika masih ada perolehan keuntungan materi dari kebijakan tersebut.
Dalam kasus PP 28/2024 ini, karena yang diutamakan adalah bisnis alat kontrasepsinya, yang terjadi adalah remaja justru difasilitasi untuk tetap melakukan perzinaan, namun dijaga agar tidak terjadi resiko kehamilan dan penularan penyakit kelamin.
Dari sudut pandang ini terlihat jelas bahwa sistem kehidupan ini sungguh rusak, merusak, menghancurkan dan menjerumuskan semua yang berada dalam sistem ini ke lembah kehinaan. Oleh karenanya sistem batil ini harus segera dicampakkan dan diganti dengan sistem kehidupan shahih yang menjaga kehormatan dan kemuliaan umat.
Aturan Islam Jelas dan Tegas
Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang dapat menjaga kehormatan dan kemuliaan umat. Baik buruknya suatu perbuatan murni hanya berdasarkan penilaian Allah taalaa. Ketika suatu perbuatan dinyatakan buruk oleh syariat Islam, maka artinya perbuatan itu secara mutlak dilarang dan haram untuk dilakukan. Ketika suatu kebijakan negara mengandung kemaksiatan, maka kebijakan tersebut haram dan wajib dibatalkan.
Melakukan hubungan badan antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah dalam syariat Islam disebut perzinaan. Perzinaan mutlak dilarang dalam Islam apapun alasannya. Secara tegas Allah melarang perzinaan dalam firmanNya di QS Al Isra ayat 32, karena merupakan suatu perbuatan keji dan jalan kehidupan yang sangat buruk.
Berdasarkan larangan Allah tersebut, maka negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah akan mencegah semua hal yang mendekatkan atau membuka peluang terjadinya perzinaan.
Bentuk penjagaan negara Islam diantaranya adalah dengan mengedukasi masyarakat untuk menjaga interaksi antara kaum pria dan wanita dalam kehidupan umum. Islam membolehkan adanya interaksi antara kaum wanita dan kaum pria bukan mahram dalam kondisi tertentu seperti aktivitas jual beli, akad tenaga kerja (ijarah), belajar, kedokteran, paramedis, pertanian, industri, dan sebagainya.
Namun jika tidak ada keperluan khusus, misalnya berjalan bersama-sama di jalan umum, pergi bersama ke masjid, pergi bersama ke pasar, pergi mengunjungi sanak famili, bertamasya dan sebagainya, maka interaksi antara kaum pria dan kaum wanita yang bukan mahram tidak diperbolehkan. Jika tetap dilakukan, sekalipun aktivitas tersebut dilakukan di dalam kehidupan umum, maka merupakan suatu pelanggaran syariat yang mendapat dosa.
Dengan penjagaan seperti itu, maka dalam kehidupan umum pun tidak akan terjadi ikhtilath (campur baur) antara kaum pria dan wanita bukan mahram yang bisa menjerumuskan dalam kemaksiatan.
Penjagaan terhadap umat hanya dapat dilakukan ketika Islam merupakan sistem kehidupan dalam suatu insitusi negara. Dan negara yang dapat menerapkan aturan Islam secara kafah hanyalah Daulah Khilafah Islamiyyah. Wallahualam. [LM/ry].