Rusaknya Umat karena Abainya Ulama dan Umara
Oleh. Yana Sofia
(Aktivis Muslimah dan Pemerhati Umat)
LenSaMediaNews.com__Kecaman terhadap lima orang kadernya NU yang bersahabat mesra dengan Israel saat bertemu Presiden Isaac Herzog masih memanas di media sosial. Di tengah kondisi perang dan kebiadaban yang tak berperi Zionis terhadap warga Pelestina, tindakan ini dinilai sangat merendahkan martabat muslim dan telah mencoreng nama baik NU.
Dikutip tempo.co (Sabtu, 20/7), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan kunjungan kader NU ke Israel bukan pertama kalinya terjadi saat ini. Diketahui, Gus Dur pernah melawat ke Israel pada 1994. Sementara Yahya sendiri berkunjung ke negeri Bintang Daud tersebut pada 2018. Yahya mengatakan, Gus Dur engagement ke Israel setelah melakukan konsolidasi terlebih dulu dengan kyai dan tokoh umat. Tujuan Gus Dur adalah demi tercapainya perdamaian Palestina.
Sementara itu, Yahya juga mengatakan bahwa dia sempat berdiskusi dengan tokoh-tokoh NU sebelum berangkat ke Israel. Di antaranya Ma’ruf Amin hingga Said Aqil Siradj. Yahya berujar ketika itu dirinya juga memberi syarat kepada perwakilan Israel yang mengundangnya. “Bahkan saya waktu itu memberi syarat kepada yang mengundang, mereka harus ada yang mau saya ajak untuk ketemu kiai saya, dan saya ajak salah seorang tokoh Yahudi untuk bertemu Kiai Maimoen Zubair, dialog lama sampai empat jam, dengan Kiai Mustofa Bisri,” sebutnya di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, pada Selasa (16 Juli 2024).
Penulis memiliki pandangan, kader NU tersebut sebenarnya telah melakukan apa yang pernah dilakukan pendahulu dan petingginya, sehingga wajar mereka tidak paham duduk persoalan “bersahabat dengan musuh Allah”, di mana tindakan ini dihukumi haram dalam Islam walau dengan alasan manfaat dan mafsadat, terlebih demi memohon kemerdekan Al-Aqsa. Ini tidak bisa dibenarkan!
Berkompromi dengan golongan kafir harbi fi’lan tidak pernah menjadi thariqah dakwah Rasulullah saw. Tidak ada namanya konsolidasi, hubungan diplomatik, atau dialog-dialog sampai berjam-jam, di saat musuh Allah tersebut sudah jelas-jelas menunjukkan permusuhan terhadap umat Islam, bahkan melakukan kejahatan membunuh ribuan bayi, wanita, juga tua renta tak berdosa dalam kurun waktu puluhan tahun lamanya.
Logikanya, begitu banyak umat Islam dan tokoh-tokoh umat Islam di dunia, kenapa harus meminta pertolongan kepada musuh? Tindakan ini tidak lebih dari mengagungkan musuh dan menghinakan diri sendiri di hadapan musuh. Di samping itu, berhubungan mesra dengan pemimpin kafir harbi fi’lan adalah tindakan munafik yang dikecam oleh Allah dan Rasulullah-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Annisa ayat 138 dan 139: “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, yaitu orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah bahwa semua kekuatan itu milik Allah.”
Dari sini, kita bisa melihat betapa bahayanya ketika umat dipimpin oleh orang-orang bodoh. Ulama dan umara adalah pemimpin umat, mereka adalah penggembala yang menuntun hidup umat. Kehadiran ulama memberi cahaya dalam kehidupan umat. Sementara, umara adalah perisai yang bertanggung jawab atas kebahagiaan umat lahir dan batin, menjamin umat berakidah dan beribadah, menjauhkan umat dari kehancuran dan kemafsadatan yang merajalela.
Sayangnya, saat ini sebagan ulama dan umara telah mengabaikan perannya sebagai telandan maupun pelita umat akibat sistem sekularisme yang bercokol dalam kehidupan. Sistem ini telah memisahkan peran agama sebagai landasan hukum dalam bernegara sehingga standar perbuatan tidak lagi berorientasikan halal dan haram, namun hanya mementingkan manfaat tanpa melihat apakah cara dan prosesnya bertentangan dengan hukum syarak atau tidak. Dari sini, lahirlah ulama dan umara yang rusak, yang membawa umat ke dalam kehancuran.
Semoga Allah mengampuni kita atas kebodohan dan rendahnya ilmu, mengambil pelajaran dari setiap tindakan yang mengundang murka, lalu melakukan tobatan nasuha baik individu, jemaah, bahkan level negara. Umat berkonflik, berbeda pandangan, saling hujat hingga berpecah-belah tidak lain karena meninggalkan Allah dan Rasul sebagai pemutus masalah yang diperselisihkan, sementara ulama dan umara terjebak dalam kehidupan politik praktis sekularisme yang ternyata malah semakin membawa umat dalam konflik dan kesengsaraan berkepanjangan karena meninggalkan Islam sebagai solusi kehidupan.
Karena itu, sudah saatnya bangsa ini bertobat. Kembali kepada tuntunan syari’at dengan cara berjuang dan menegakkan Islam kaffah yang diaktualisasikan melalui kehidupan bernegara. Hanya Islam satu-satunya solusi hidup manusia. Segenap konflik dan masalah yang dihadapi manusia, baik kecil atau besar, sedikit atau banyak, dari Sabang sampai Maroko hanya Islamlah satu-satunya jalan keluarnya. Jadi, mari kita kembali ke jalan yang lurus, jalan ampunan, keberkahan, dan keselamatan.
Allah berfirman dalam surah Albaqarah ayat 208, “wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” [LM/Ss]