Mandulnya Peradilan dari Rasa Keadilan
Oleh: Ummu Fifa
(MIMم_Muslimah Indramayu Menulis)
LenSaMediaNews.com__Negeri tercinta kini tengah mengalami krisis multidimensi. Berbagai kasus senantiasa meramaikan pemberitaan hari demi hari. Mulai dari keluhan masyarakat menghadapi kenaikan harga pangan, sampai riuhnya pemberitaan tingkah para pejabat atau keluarganya yang terjerat kasus korupsi, judol (judi online), tindak asusila bahkan tak tanggung-tanggung menjadi pelaku tindak kriminal.
Namun mirisnya, semua kasus tersebut tak terselesaikan dengan tuntas. Penerapan sanksi hukum seringkali mengoyak nurani keadilan masyarakat serta tidak memberikan efek jera. Sehingga tindak kejahatan seperti penyakit menular, yang mewabah tanpa bisa dikendalikan. Sebagai contoh tindak kriminal yang melibatkan anak seorang mantan anggota DPR RI dari Partai PKB, Ronald Tannur.
Ronald Tannur terlibat kasus pembunuhan yang menewaskan kekasihnya Dini Sera Afrianti. Walaupun pihak keluarga korban telah mehadirkan saksi serta bukti-bukti yang mengarah pada pelaku tunggal pembunuhan yaitu Ronald Tannur, namun hakim pengadilan memvonis bebas terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti (surabayapostnews.com, 24-7-2024).
Tidak adanya standar yang jelas terhadap definisi kejahatan dan mekanisme pembuktian, menjadikan proses peradilan dapat direkayasa sesuai pesanan. Maka wajar di kalangan masyarakat jelata, mereka merasakan sulitnya mendapatkan keadilan di negeri ini. Sistem sanksi dalam pengadilan berjalan ibarat mata pisau, tajam ke bawah tumpul ke atas.
Hal tersebut membuktikan lemahnya hukum buatan akal manusia. Wajar karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering kali terjebak pada konflik kepentingan. Inilah gambaran hukum dalam sistem demokrasi, menjadi pembuka celah terjadinya kejahatan.
Sungguh berbeda dalam pandangan Islam. Islam menegakkan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah Swt, Zat yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Penerapan sistem sanksi dalam Islam bertujuan untuk menjaga harta, jiwa dan kehormatan seluruh warga negara, baik muslim maupun non muslim.
Salah satu ayat Allah yang menunjukan penjagaan terhadap jiwa manusia tersurat dalam Q.S Al-Ma’idah ayat 45: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-luka (pun) ada qishash-nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”
Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Bagi pelanggar hukum, hukuman yang dijatuhkan berfungsi sebagai penebus dosa di akhirat (jawabir), sedangkan bagi masyarakat umum, pemberlakuan sanksi yang mereka saksikan dapat menjadi bahan pikir yang dapat mencegah mereka melakukan kejahatan yang sama (zawajir).
Kesempurnaan sistem sanksi dalam Islam ditunjukan pula dengan upaya pencegahan secara menyeluruh. Upaya pencegahan yang dimaksud adalah dengan menerapkan aturan Islam di berbagai aspek kehidupan manusia yang mencakup pendidikan, politik pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya serta ketahanan dan keamanan.
Islam juga memiliki definisi kejahatan yang jelas, sehingga tertutup peluang adanya manipulasi dalam penyelesaian sebuah kasus. Juga ditopang oleh penegak hukum yang amanah dan bertakwa kepada Allah Swt. Serta masyarakat yang paham dan taat hukum. Hal tersebut meniscayakan lahirnya tatanan kehidupan yang teratur.
Wallahu a’lam bi ash-shawwaab. [LM/Ss]