Marak Anak Cuci Darah, Hilang Rasa Aman
Oleh : Asha Tridayana
LenSa Media News _ Opini_ Marak pemberitaan kasus gagal ginjal pada anak. Bahkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta mengalami lonjakan pasien cuci darah. Terapi cuci darah memang biasa dilakukan dan penyebabnya bermacam-macam seperti kelainan bawaan ginjal, adanya sindrom nefrotik dan lain sebagainya, hal ini disampaikan oleh Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarto. Terlebih RSCM menjadi rumah sakit yang memiliki fasilitas cuci darah sehingga banyak pasien rujukan dari rumah sakit daerah (https://health.detik.com 27/07/24).
Konsultan nefrologi anak dari RSCM dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) menambahkan memang terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko gagal ginjal, salah satunya kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman kemasan tinggi gula. Pola hidup yang tidak sehat secara terus menerus dapat menyebabkan obesitas dan terjadi penurunan fungsi ginjal. Sementara untuk konsumsi suplemen, vitamin dan obat-obatan dapat berpengaruh pada ginjal jika tidak sesuai dosis yang dianjurkan atau berlebihan. Selama sesuai aturan maka dapat dipastikan aman (https://www.cnnindonesia.com 26/07/24).
Kasus gagal ginjal pada anak yang berujung cuci darah memang tidak terjadi lonjakan dan penyebabnya pun beragam. Namun, hal ini perlu menjadi perhatian khusus karena salah satu penyebanya berkaitan erat dengan pola hidup yakni konsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat. Adanya pola hidup yang tidak sehat ini menjadi faktor yang mendominasi kasus gagal ginjal.
Realita di masyarakat menunjukkan banyak sekali produk dengan pemanis buatan beredar bebas, baik makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri di negara ini. Produk tersebut mengandung gula yang tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan dalam angka kecukupan Gizi. Sehingga jelas dapat memicu beragam penyakit yang membahayakan kesehatan, apalagi jika dikonsumsi anak-anak yang daya tahan tubuhnya masih lemah.
Tidak mustahil beragam penyakit menimpa masyarakat lebih-lebih anak-anak karena kehidupan yang berlangsung saat ini diatur oleh sistem yang rusak dan merusak. Yakni sistem kapitalisme, sistem yang menjadikan materi sebagai tujuan utama dari proses produksi. Sehingga pabrik atau industri yang beroperasi hanya mencari keuntungan dan mengabaikan aspek kesehatan dan keamanan pangan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan konsep makanan halal dan thayyib.
Negara tidak lagi berperan dalam menentukan standar keamanan pangan. Apalagi menjamin keberadaan makanan yang halal dan thayyib. Negara semakin abai pada keselamatan dan kesehatan rakyat. Malah menjadi fasilitator industri tersebut demi kepentingan sekelompok penguasa dan pengusaha yang menjalin kerjasama.
Oleh karena itu, rakyat membutuhkan perubahan agar kelangsungan hidupnya terjamin. Tidak lain dengan menjadikan Islam sebagai satu-satunya sistem yang diterapkan. Karena hanya Islam yang mewajibkan negara menjamin pemenuhan bahan pangan yang halal dan thayyib sesuai dengan aturan syariat. Negara pun memiliki tanggungjawab dalam mengontrol industri yang beroperasi agar selalu terikat dengan aturan Islam.
Hal ini dipenuhi oleh negara dengan menyediakan tenaga ahli yang memahami kebutuhan rakyat sesuai syara’. Disamping itu, negara melakukan pengawasan dan memberikan sanksi tegas bagi pihak yang melanggar aturan. Sehingga materi bukan menjadi tujuan utama tetapi pemenuhan kebutuhan rakyat demi mewujudkan kesejahteraan menyeluruh menjadi prioritas negara.
Kemudian negara juga melakukan edukasi di seluruh kalangan masyarakat terkait makanan halal dan thayyib melalui berbagai mekanisme dan sarana yang dapat dijangkau masyarakat. Sehingga masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga pola hidup sehat yang sesuai syara‘. Dengan terwujudnya kesadaran pangan yang halal dan thayyib di tengah masyarakat maka akan terlahir generasi sehat dan berkualitas.
Tentu bukan hal mustahil, ketika kepemimpinan negara menerapkan Islam secara kaffah di seluruh aspek kehidupan sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Wallahu’alam bishowab.
(LM/SN)