Malapetaka Akibat Disfungsi Peran dalam Keluarga

Oleh: Carminih, S.E. 

(MIMم_Muslimah Indramayu Menulis) 

 

LenSaMediaNews.com__Memiliki buah hati adalah dambaan setiap orang tua. Apalagi jika sang buah hati tumbuh besar dengan sikap berbakti kepada keduanya tentulah hal ini menjadi impian orang tua kelak di usia senja. Namun seperti kacang lupa kulitnya, tren anak durhaka di era gen z semakin marak.

 

Dilansir dari liputan6.com (23/6/2024), seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hasil penyelidikan polisi, pelaku ternyata dua orang anak kandungnya sendiri. Lebih tepatnya, dua anak gadisnya, K masih berusia 17 tahun, sementara P berumur 16 tahun. Mereka nekat membunuh ayahnya lantaran sakit hati setelah dimarahi oleh korban, karena kedapatan mencuri.

 

Miris, persoalan sekecil abu, malah menjadi trigger munculnya niat membunuh. Tidak tanggung-tanggung, sasarannya adalah ayah kandung. Terlepas dari seperti apa figur sang ayah, pembunuhan terhadapnya merupakan satu kejahatan di luar akal. Fakta di atas menambah deretan kasus kekerasan di dalam keluarga.

 

Mungkin kita akan bertanya-tanya kenapa bisa hal ini terjadi di negeri mayoritas muslim. Bukankah penduduknya telah melakukan banyak kebaikan seperti salat, tolong-menolong, bersedekah sampai haji, bahkan sunnah yang lain dilakukan. Tapi mengapa serangkaian kebaikan tadi seakan terpisah, dan sama sekali tidak berkorelasi dengan bobroknya moralitas generasi muda.

 

Malapetaka ini bukanlah tanpa sebab. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Disfungsi peran keluarga dalam mendidik generasi salah satu penyumbang terjadinya fenomena ini. Keluarga merupakan benteng pertama dalam mendidik anak-anak. Tugas utama seorang ibu menjadi ‘ummu warabatul bait’. Juga sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak. Sedang ayah, disamping mencari nafkah, keberadaannya seolah menjadi kepala sekolah bagi anak-anaknya.

 

Di rumah lah penanaman karakter bisa diajarkan pada diri anak. Ibu bersinergi dengan ayah selaku qowwam, keduanya wajib memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak-anak. Jika masing-masing peran tidak dijalankan secara utuh, bahkan tertukar, maka wajar apabila generasi kehilangan teladan yang baik dari keluarga.

 

Problematika kehidupan manusia saat ini sudah kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Krisis akhlak pada generasi disertai faktor ekonomi yang sulit, berkolaborasi membentuk perilaku yang jauh dari ajaran Islam. Tidak sedikit kasus kedurhakaan anak pada orang tua karena dipicu masalah ekonomi. Walhasil ini semua bermuara pada satu sebab yakni diterapkannya sistem kapitalisme.

 

Derasnya gempuran pemikiran kapitalisme telah memproduksi anak durhaka yang mati fitrahnya. Anak tidak lagi paham kewajiban berbakti pada orang tua. Pemahaman tentang memuliakan orang tua kini menjadi pudar. Orang tua tidak dipandang lagi sebagai sosok yang seharusnya dihormati dan disegani.

 

Paradigma sekuler liberal saat ini pun telah mendidik para anak menjadi karakter Malin Kundang. Rambu-rambu agama ditabrak. Anak-anak jauh dari nilai-nilai Islam, sehingga tidak memahami hak dan kewajiban antara anggota keluarga. Anak tidak lagi mengenal kata haram dan larangan. Ajaran agama tidak lagi dijadikan panduan dalam mengatur aktivitas manusia. Inilah kegelapan yang dihasilkan dari peradaban sekuler kapitalis. Paham ini menyingkirkan peran agama sebagai pengatur kehidupan.

 

Padahal, Islam dengan seperangkat aturannya yang lengkap telah mewajibkan seluruh manusia agar menyandarkan perbuatannya kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketaatan kepada Allah harus dipahami sebagai konsekuensi dari iman kepada Allah. Islam mewajibkan anak untuk berbuat baik, bertutur kata yang sopan kepada ibu bapaknya dan merawat mereka jika sudah renta, terlebih ketika sakit.

 

Uwais Al-qarni bisa menjadi contoh bagi kita bagaimana kecintaan seorang anak kepada ibunya. Pemuda saleh yang merawat ibunya yang kondisinya renta dan lumpuh. Dia rela menggendong ibunya dari Yaman ke Mekah untuk berhaji. Uwais Meninggal dunia dengan didatangi ribuan malaikat yang mengurusi jenazahnya. Atas pengorbanan yang mulia kepada ibunya, Allah menjanjikan surga kepadanya.

 

Inilah Islam. Islam mengajarkan cara memuliakan orang tua, ketika mereka masih hidup. Seorang anak berkewajiban taat kepada orang tua sesuai kemampuan, berbicara dengan sopan, menghindari hal-hal yang tidak disukainya serta menjaga nama baiknya.

 

Rasulullah SAW bersabda: “Dosa besar yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua.” (HR.Bukhari Muslim dan Tirmidzi)

Dalam hadis lain, “rida Allah tergantung pada rida orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR.Tirmidzi Al hakim at Tabrani)

 

Sungguh sempurna ajaran Islam. Karakter Uwais Al-qarni hanya lahir dari penerapan Islam secara sempurna. Akidah Islam dan syariat Islam akan menjamin lahirnya generasi yang paham dan bertanggung jawab terhadap orang tua. Pendidikan Islam juga akan mencetak generasi yang berbakti pada orang tuanya.

Wallahu a’lam bish-shawwab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis