Pajak, Pro Konglomerat Memalak Rakyat

LenSa Media News–Per kuartal I, setoran pajak nasional anjlok dibandingkan bulan Maret tahun 2023. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, ada banyak hal menyebabkan penurunan, terutama turunnya setoran pajak dari industri manufaktur dan industri pertambangan.

 

Melihat gelagat yang ada, wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% akan segera diberlakukan sebagai jalan pintas bisa menggenjot pemasukan. Perlu diketahui, Pemda DKI Jakarta dan Pemda-Pemda lainnya, telah rutin menaikan pajak untuk kendaraan bermotor setiap tahun. Belum lagi, rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB sebanyak 0,5%, serta PPN atas Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun menanti, di tahun ini.

 

Di sisi lain, pemerintah telah resmi mengeluarkan 9 kebijakan insentif berupa pemotongan pajak bagi perusahaan-perusahaan yang bermodal lebih dari 10 milyar. Berlaku bagi perusahaan swasta atau nasional. Termasuk perusahan yang bergerak di sektor UMKM. Disediakan beragam potongan, mulai dari 100% sampai 250% modal. Kebijakan ini menjadi sarana untuk menggenjot pembangunan di wilayah di Ibu Kota Negara atau IKN.

 

Ada dua perlakuan berbeda, pada kondisi yang sama. Pertama: Kepada rakyat jelata, diwajibkan membela negara. Meski dengan ada atau tanpa modal dipegang, yang pasti kenaikan pajak tetap dikenakan. Kedua: Kepada para konglomerat, diposisikan sebagai penyelamat. Dengan adanya obral diskon pajak, perusahan-perusahaan bermodal besar bisa leluasa menjalankan usaha.

 

Lucunya, tak sedikit pun ada yang menyinggung kasus mega korupsi sebanyak 271 triliyun (kerusakan ekosistem) , belum yang merugikan negara karena pajak yang tidak dikeluarkan dari praktik ekspor-impornya.  Padahal uang sebanyak itu bisa membiayai negara, tanpa memalak rakyat jelata.

 

Ditambah, fakta berbicara, Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Indonesia berlimpah jumlahnya. Bila saja negara berhaluan pada sistem Islam, pasti membawa keberkahan. Karena kebalikan dari sistem Kapitalisme (yang pro konglomerat) , dalam sistem Islam, pemungutan pajak bersifat sesaat dalam kondisi darurat, dan dikenakan hanya pada orang kaya, bukan rakyat jelata.

 

Jadi, mau sampai kapan kita diam, melihat ketidakadilan? Saatnya umat kembali memenuhi seruan, mengembalikan hidup pada sistem Islam. Sri Ratna Puri, Pegiat Literasi. [LM,ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis