Injak Al-Qur’an, Penistaan Agama Terus Berulang
Oleh: Netty al Kayyisa
LenSa Media News _ Penistaan agama kembali terjadi. Kali ini pelakunya adalah seorang pejabat Kementrian Perhubungan (Kemenhub) yang melakukan sumpah dengan menginjak Al-Qur’an. Sumpah itu dia lakukan untuk meyakinkan istrinya bahwa dia tidak berselingkuh. Sebagaimana yang dilansir tribunnews.com, 18 Mei 2024, kini oknum tersebut dilaporkan atas kasus KDRT dan juga penistaan agama yang direkam langsung oleh istri tersangka.
Penistaan agama semacam ini bukan peristiwa pertama yang terjadi. Kemungkinan besar juga bukan yang terakhir kali. Penistaan agama dengan berbagai bentuknya akan terus terjadi, bahkan semakin subur di alam demokrasi yang mengakui adanya kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Sayangnya penistaan agama ini selalu mengarah kepada agama Islam yang menjadi mayoritas agama di negeri ini. Seolah-olah Islamlah yang layak dibully.
Beberapa hal yang menjadi sebab penistaan agama terus tumbuh subur di Indonesia, diantaranya:
Pertama, pemikiran sesat semua agama sama. Dengan menganggap semua agama sama, maka akan muncul sikap saling menghargai, menyamakan kitab suci Al-Qur’an dengan kitab suci agama lain, bahkan disamakan dengan buku biasa yang layak untuk dibawa sembarangan, diinjak, dilempar, tanpa ada sebuah penghormatan.
Kedua, pemikiran agama urusan individu. Agama dianggap ranah private atau individu yang tidak perlu ada campur tangan negara. Negara hanya perlu menjamin setiap orang bisa menjalankan agamanya. Agama dianggap urusan individu dengan Tuhannya. Maka tidak perlu diumbar atau disampaikan ke ranah publik. Butuh kedewasaan seseorang ketika memeluk satu agama tertentu. Tuhan tidak butuh dibela. Tak perlu tersinggung dengan aksi oknum-oknum diluar sana, yang terpenting kita bisa tenang beribadah saja. Ini satu narasi yang menyesatkan dan mendorong seseorang tak merespon penistaan terhadap agamanya, bahkan cenderung diam, cuek karena menganggap yang penting hubungan kita dengan Tuhan.
Ketiga, pemisahan agama dari kehidupan. Ini akar dari semua kemelut penistaan agama yang terus berulang. Paham pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme) ini yang mendorong seseorang tidak bisa menempatkan agama dalam kehidupannya. Tidak mau mempelajari agama hingga menjadikan mereka awam hal-hal yang dibolehkan atau dilarang dalam agama. Jika seandainya pelaku penistaan agama merasa tidak tahu bahwa tidak boleh menginjak Al-Qur’an yang itu berarti menistakan agama Islam, maka ini menunjukkkan dengan gamblang bahwa kaum muslim sendiri tidak memahami agamanya. Ini disebabkan karena pemisahan agama dari kehidupan.
Keempat, tidak ada sanksi tegas. Berulangnya penistaan agama karena negara tidak memiliki sanksi yang tegas bagi pelaku penistaan. Setiap orang yang melakukan penistaan agama hanya dikenakan hukuman 5-6 tahun penjara sesuai ketentuan di pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukuman 5-6 tahun penjara tidak membuat jera, bahkan bisa jadi melakukan lagi hal yang sama setelah keluarnya dari penjara.
Sistem Islam Menyelesaikan Penistaan Agama
Dalam Islam, negara Islam (Khilafah) memiliki tugas salah satunya menjaga agama Islam dari penistaan. Pelaku penistaan agama akan mendapatkan sanksi tegas ketika melakukannya. Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Abdul Hamid ketika Perancis ingin mementaskan sebuah opera yang menghina Islam dan Rasulullah.
Khilafah juga memilki mekanisme pencegahan penistaan agama dengan penerapan seluruh sistemnya. Sistem pendidikan berbasis akidah Islam akan mengajarkan setiap muslim konsekuensi keislamannya, sikap sebagai seorang muslim, perlakuan terhadap kitab sucinya dan menjaga agar Islam bisa diterapkan secara sempurna.
Dengan sistem informasi Khilafah akan menyiarkan bagaimana berlaku terhadap Islam dan agama lain yang menjadi kafir dzimmi dalam daulah. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan orang-orang kafir kepada kaum muslim dan juga sebaliknya.
Melalui sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat baik muslim maupun non muslim sehingga tidak ada celah menistakan Islam bahkan sebaliknya membela Islam karena pengurusan daulah Islam dalam kehidupan berlaku adil meski mereka non muslim.
Dengan penerapan Islam secara komprehensif, di topang dengan sistem sanksi yang tegas, maka akan meminimalkan kasus penistaan bahkan meniadakan sama sekali.
Wallahu’alam bi showab.
(LM/SM)