UKT Elit, Fasilitas Sulit

Oleh: Cita Rida

(Aktivis Dakwah)

 

LenSa Media News–Menjelang masa penerimaan mahasiswa baru di sejumlah perguruan tinggi, protes mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) marak di kalangan mahasiswa. Hal ini disebabkan kenaikan UKT tengah menjalar di berbagai kampus.

 

Bahkan naiknya biaya kuliah ini mendorong aksi protes dari kalangan mahasiswa. Gelombang protes itu antara lain terjadi di Universitas Riau (Unri), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Sumatera Utara (USU), hingga Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

Dosen Fakultas Hukum (FH) UM Surabaya, Satria Unggul Wicaksana berpendapat, kenaikan UKT saat ini belum berbanding lurus dengan yang diterima mahasiswa, seperti kualitas pendidikan, akademik, maupun fasilitas.

 

Satria menegaskan pihak kampus perlu membuka ruang dialog dengan mahasiswa dan stakeholder terkait. Pihak kampus perlu menjelaskan secara transparan kepada publik terkait alasan UKT mahasiswa naik, sehingga semua pihak tahu alasan naiknya uang kuliah tersebut (detik.com, Sabtu, 18/05/2024).

 

Permasalahan Sistemik

 

Kenaikan UKT hingga naik berkali-kali lipat tentu membuat peluang masyarakat untuk bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi menjadi semakin kecil dan tentu saja semakin memberatkan para orangtua mahasiswa.

 

Faktanya, berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) pada Juni 2022, tercatat hanya 6,41% dari jumlah penduduk Indonesia yang bisa kuliah. Ibaratnya, dari 100 rakyat Indonesia, hanya sekitar 6 atau 7 orang saja yang dapat kuliah. Ini tentu sangat memprihatinkan mengingat di saat bersamaan Pemerintah Indonesia mencanangkan target “Indonesia Emas 2045” dimana pada tahun 2045 mendatang, Indonesia genap berusia 100 tahun alias satu abad.

 

Pada tahun tersebut, ditargetkan Indonesia sudah menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara adidaya di dunia. Namun bagaimana menjadi negara adidaya jika generasi mudanya kesulitan untuk mengenyam pendidikan akibat memikirkan mahalnya biaya pendidikan?

 

Akar persoalan mahalnya UKT saat ini dimulai dari kapitalisasi pendidikan sebagai buah sistem sekuler-kapitalistik yang diterapkan hari ini. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan membuat segala sendi kehidupan digunakan dalam rangka meraih sebesar-besarnya keuntungan, termasuk dalam bidang pendidikan.

 

Dimulai dari UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dimana UU tersebut menjadikan status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) status PTN berbadan hukum (PTN-BH). Perubahan status ini melahirkan konsekuensi baru, yakni PTN-BH tersebut tidak mendapatkan bantuan pendidikan secara penuh dari Pemerintah sebagaimana sebelum UU tersebut diterapkan.

 

Alhasil, PTN harus mencari sumber pendapatan sendiri untuk membiayai operasional kampus. Hal ini jelas bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan negara wajib membiayainya.

 

Islam: Solusi Mahalnya Biaya Pendidikan

 

Di dalam Islam, pendidikan merupakan hak setiap warga negara sekaligus kewajiban bagi setiap muslim sebagaimana hadits: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah dari Anas ra).

 

Karena menuntut ilmu, khususnya ilmu agama adalah wajib bagi setiap manusia, maka negara memiliki kewajiban untuk membiayainya secara penuh sehingga seluruh masyarakat bisa mengaksesnya secara gratis dan mudah.

 

Di dalam Islam, seluruh biaya pendidikan ditanggung oleh negara dan dibiayai secara penuh oleh negara lewat pos kepemilikan umum. Di dalam Islam, negara memiliki pos-pos keuangan yang secara garis besar dibagi menjadi pos kas negara dan pos pengeluaran umum. Kas negara didapat melalui beberapa pemasukan seperti fai, kharaj, ghanimah, dan lainnya, sedangkan pos kepemilikan umum didapatkan umumnya melalui pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki negara.

 

Dalam Islam, sumber daya alam wajib dikelola oleh negara yang hasilnya digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, termasuk salah satunya untuk membiayai pendidikan di seluruh jenjang. Sehingga pendidikan akan bebas biaya dengan kualitas yang tidak diragukan.

 

Sungguh berbeda dengan pendidikan dalam alam kapitalisme  dimana pendidikan dijadikan komoditi/barang yang diperdagangkan, sehingga hanya orang kaya saja yang bisa mengenyam pendidikan tinggi.

 

Oleh karena problematika mahalnya pendidikan bersifat sistemis, yakni akibat diterapkannya sistem politik, ekonomi, dan pendidikan yang sekuler-kapitalistik, maka harus ada upaya dari sekelompok umat untuk bangkit dan berupaya menghapus sistem yang rusak ini.

 

Kemudian menghadirkan sistem alternatif sebagai sistem pengganti, yakni sistem Islam yang diturunkan oleh Sang Khaliq untuk mengatur segala urusan manusia di dunia. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis