Kesejahteraan Tenaga Pendidik Diabaikan, Bagaimana Nasib Generasi Masa Depan?
Oleh: Najma Nabila
(Kontributor Lensamedia)
LenSaMediaNews.com__Penelitian yang dilakukan Serikat Pekerja Kampus atau SPK menyebutkan bahwa mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp3 juta pada kuartal pertama 2023. Termasuk dosen yang telah mengabdi lebih dari 6 tahun.
Sekitar 76% dosen mengaku harus mengambil pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhannya. Kalau sudah begini, mau tidak mau pekerjaan itu berpotensi membuat tugas utama mereka sebagai dosen menjadi terhambat. Kualitas pendidikan pun jadi tersampingkan. (tempo.co)
Rendahnya gaji dosen merupakan cermin dari bagaimana negara memberikan perhatian pada profesi strategis ini. Peran mereka merupakan peran yang sangat berpengaruh bagi masa depan bangsa.
Penghargaan atas kerja keras menyampaikan ilmu dan membangun karakter mahasiswa seharusnya lebih dari pantas. Setidaknya, para dosen bisa dihargai sampai mereka bisa memenuhi kebutuhannya dengan baik, dan tidak perlu mencari pekerjaan sampingan lagi.
Terbayang, betapa sibuknya aktivitas yang seharusnya dilakukan para dosen. Selain mengajar di kelas, mengoreksi tugas dan ujian, mereka juga diharuskan melakukan penelitian dan membimbing mahasiswa. Jika waktu dan konsentrasi mereka terbagi dengan pekerjaan lain demi rupiah yang harus diperjuangkan agar hidup layak, maka pekerjaan utama sebagai tenaga pendidik tidak dapat maksimal.
Berbicara sebagai tenaga pendidik bukan soal ikhlas atau tidak ikhlas. Ada nafkah untuk keluarga yang butuh dipenuhi melalui pekerjaan, dan negara harus melihatnya sebagai sesuatu yang penting untuk dipenuhi.
Negara perlu memandang jauh. Dalam jangka panjang, dunia pendidikan tinggi semestinya melahirkan insan berkualitas yang akan memegang peran strategis pada bangsa ini. Jika pendidikannya rapuh dan tidak berkualitas, bisa dibayangkan, seperti apa generasi yang menjadi kunci masa depan bangsa?
Kapitalisme sesungguhnya telah menggerus nilai jasa besar yang telah diberikan para dosen, karena ideologi ini hanya melihat materi sebagai hal berharga. Ilmu yang sesungguhnya menjadi kunci tak ternilai, sesuatu yang Allah agungkan dalam Al-Quran, hanya dipandang sebelah mata oleh kapitalisme.
Islam menghargai ilmu dan sangat memandang pemilik ilmu. Apalagi orang yang mengajarkan ilmu. Guru, dosen, ustaz, semua punya peran penting dalam peradaban Islam. Ilmulah yang membuat seseorang mulia dan beradab. Ilmu juga yang bisa membangun suatu bangsa menjadi bangsa yang luhur.
Maka jelaslah betapa strategis posisi tenaga kependidikan dalam menciptakan generasi selanjutnya yang dapat membangun peradaban masa depan.
Jika kita menengok ke belakang, Islam bukan hanya memerhatikan dan memuliakan para dosen, bahkan keluarganya. Menjamin kebutuhannya, memastikan tidak kekurangan suatu apapun. Bahkan, jika seorang ilmuwan muslimah harus menyebarkan ilmunya ke daerah lain, negara akan memenuhi akomodasinya juga keluarganya, agar ia tidak perlu meninggalkan peran mulianya sebagai istri dan ibu.
Melihat sistem pendidikan berbasis kapitalisme, sungguh akan sulit sekali menjadikan pendidikan sebagai sesuatu yang unggul dan dapat membangun manusia dengan maksimal. Hanya dalam Islam pendidikan dibangun secara berkeadilan, menyejahterakan, dan membangun manusia menjadi pribadi beradab. [LM/Ss]