Tetap Waspada Meski Tanpa Mata-mata
Oleh. Netty al Kayyisa
Lensa Media News–Menjaga keamanan negara adalah salah satu tanggung jawab pemimpin. Demikian juga Khalifah. Maka dari itu dalam sistem pemerintahan Islam terdapat Departemen dalam Negeri yang salah satu tugasnya adalah mengawasai atau memata-matai sesuatu yang dianggap berbahaya bagi keamanan dalam maupun luar negeri negara. Dalam bahasa Alqur’an di sebut dengan tajasus.
Hanya saja aktivitas mata-mata ini dalam Islam tidak boleh sembaragan. Tidak semua orang dimata-matai atau dicurigai. Jika hal ini dilakukan bukan keamanan yang didapatkan justru sikap curiga yang akan mengantarkan pada fitnah dan perpecahan.
Kaum muslim tidak boleh memata-matai saudara muslimnya. Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya,”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (TQS Al-Hujurat :12).
Tetapi jika seorang muslim itu diketahui sebagai Ahl Ar-Riyab, seseorang yang ragu-ragu memusuhi kafir yang memerangi Islam dan kaum muslim, maka boleh untuk dimatai-matai. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah ketika kaum muslim memata-matai Abdullah bin Ubay. Abdullah bin Ubay dikenal sebagai seorang munafik yang dikenal hubungan baiknya dengan orang-orang kafir di sekitar Madinah maupun dengan orang-orang Yahudi. Karena dikhawatirkan ahl ar-riyab tadi bekerja sama atau terdorong hatinya untuk mengambil kesenangan dunia dan mengkhiananti negara dan rakyatanya.
Sementara kepada orang-orang kafir yang memerangi kita, maka negara wajib meningkatkan kewaspadaannya dengan melakukan tajasus kepada mereka. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah ketika mengutus sarayah Abdullah bin Jahsyi untuk memata-matai kafir Quraisy sebelum pecah perang Badar Al-Kubra.
Demikian juga untuk orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum muslim secara nyata, maka boleh melakukan tajasus kepada mereka, bahkan menjadi wajib jika diyakini akan menimbulkan bahaya dengan keberadaan mereka.
Dengan aktivitas tajasus ini, memungkinkan negara waspada terhadap serangan dari luar negaranya, juga gangguan keamanan dalam negeri. Menjamin rasa aman pada rakyat daulah Islam. Selain itu juga memberikan rasa aman kepada warga negara karena tidak merasa dicurigai oleh penguasanya sendiri ketika melakukan aktivitas sehari-harinya.
Hal ini berbeda dengan kondisi hari ini. Dimana keamanan warga negara sangat langka. Rakyat merasa was-was, khawatir terkena delik dari negara. Berdakwah merasa khawatir dianggap menyimpang, terkena pasal, dibubarkan dan ancaman lainnya. Menyampaikan pendapat juga merasa was-was, khawatir dianggap mengancam negara, dinonaktifkan akunnya, hingga yang lebih parah dicopot dari kedudukannya.
Rakyat tak mendapatkan rasa aman dan kebebasan mengekspresikan pendapatnya. Meski katanya negara mengatur dan memberikan kebebasan bebicara. Tetapi jika sudah berhubungan dengan Islam maka semua tidak sama. Semua berstandar ganda.
Sistem Islam memperlakukan rakyat dan musuh negara dengan tepat. Orang-orang kafir yang baik dan tidak mengusik negara Islam, maka negara pun tak akan mengusiknya. Negara hanya akan mendakwahi tanpa memaksanya. Sebaliknya pada negara-negara kafir yang jelas-jelas memusuhi Islam dan kaum muslim, negara akan bersikap tegas dengan memusuhinya bahkan boleh untuk memata-matainya. Seperti Israel hari ini misalnya. Negara akan dengan tegas mengusirnya dari wilayah negara Islam.
Daulah Islam akan tetap waspada dengan atau tanpa tajasus di dalamnya. Karena jaminan keamanan akan diberikan oleh negara terhadap rakyatnya karena itu adalah salah satu tanggung jawab penguasa. Wallahualam bissawab. [LM/ry].