Memupuk Istikamah dalam Taat PascaRamadan

Oleh: Shafayasmin Salsabila 

 

LenSaMediaNews.com__Di pagi hari ahad, 5 Mei 2024, puluhan muslimah dari Indramayu melingkar dalam majelis ta’lim Tanwirul Ummah. Tema yang diusung: “Memupuk Istikamah dalam Taat PascaRamadan,” dengan narasumber ustazah Uul Khuliyah Nahrawi.

 

“Ramadan bulan ketaatan, tapi bukan berarti ketaatan kita kepada Allah hanya di bulan Ramadan. Sejatinya, ketaatan kita kepada Allah itu di setiap hari, di seluruh bulan, sepanjang tahun, dan di setiap saat kita hidup,” ujar ustazah, menyampaikan mukadimahnya.

 

Beliau melanjutkan, bahwa ketika datang Ramadan kita meningkatkan ketaatan untuk menjadi bekal selama sebelas bulan berikutnya, sehingga tidak pernah luntur.

 

Kajian mulai serius, tatkala ustazah Uul mengajak berkontemplasi dan mengungkapkan keresahannya. Beliau berkata: “Dari Ramadan yang satu ke Ramadan berikutnya, Allah menjaga kita, membersihkan kita dari dosa, selama kita tidak melakukan dosa besar. Tetapi saat ini dosa besar menjadi satu hal yang biasa, semakin marak, dan menjadi suatu kelaziman, bahkan seakan tidak dianggap salah.”

 

Ustazah memberikan beberapa contoh dari dosa besar yang dimaksud. Di antaranya adalah riba. “Bagaimana mungkin kita tidak terjebak pada riba, kalau negara kita sendiri menjadikan riba sebagai salah satu solusi bernegara. Butuh untuk pembangunan infrastruktur, jalan tol, kereta, dengan berutang ke Bank Dunia, pinjam ke China, atau ke negara-negara lain. Tentu pinjaman ini tidak dengan cuma-cuma. Konsekuensinya adalah semakin tunduknya negara kita kepada mereka dan imbalan berupa bunga dari utang, yang besar. Bunganya saja, belum pokok utang, nilainya sudah triliunan. Padahal riba itu jelas diharamkan, tapi tetap dilakukan. Bahkan riba dijadikan asas bagi perekonomian.” Demikian ustazah menjelaskan lebih lanjut keprihatinannya.

 

Ustazah menambahkan, bahwa riba adalah setiap pinjaman yang ada lebihan. Meski hanya satu persen, riba tetaplah riba. Ketidakpaham ini membawa pengabaian terhadap larangan Allah. Sehingga saat ini banyak masyarakat yang terjebak pada pinjol (pinjaman online). Dengan iming-iming bunga yang kecil, pinjol tumbuh subur di negeri yang sistem kehidupannya bercorak kapitalis-sekuler. Aturan Islam dicampakkan dari kehidupan, dan perekonomiannya dibangun atas dasar riba.

 

Ustazah melanjutkan pemaparan terkait dosa besar lainnya, yakni pembunuhan. “Sudah sering kita dengar dari berita. Terbaru ada kasus suami bunuh istri lalu dimutilasi, kemudian diedarkan dagingnya ke tetangga. Diduga suami stres karena anaknya kecanduan game Online yang ada unsur judi di dalamnya, sehingga berutang sebesar 150 juta.”

 

Menurut Ustazah, kasus di atas dan kasus-kasus serupa, terjadi ketika agama diabaikan, dalam sistem kapitalis. Sehingga saat ketaatan menjauh, maksiat menjadi semakin melekat. Dan kejadian sadis tersebut tidak lama setelah Ramadan usai. Sehingga menjadi pertanyaan besar: “Tidakkah Ramadan memberikan pengaruh?” Ataukah Ramadan sekadar hiasan, hiburan, itu pun bagi orang yang menyambut. Kebanyakan dari orang yang menyambut pun hanya sebatas rutinitas, tidak punya nilai atau makna. Akhirnya Ramadan berlalu, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap peningkatan ketakwaan.

 

Di tengah keresahan ini, ustazah akhirnya menyampaikan pencerahan, terkait apa yang harus kita semua lakukan. Karena diam bukanlah pilihan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Anfal ayat 25: “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” 

 

Ayat di atas memberikan catatan keras, untuk orang yang mencukupkan kesalehan hanya pada level individu. Ketika orang saleh mendiamkan kemungkaran, maka Allah mengancam akan menurunkan azab/siksaan dan meratakannya.

 

“Kita lihat perjuangan Rasulullah. Apakah Rasul cuma ngaji di rumah? ngumpulin orang lalu ngaji di rumah? Apakah Rasul sibuk hanya berzikir saja? Ternyata tidak. Tapi Rasul sejak awal diseru lewat surat Al-Mudatsir ayat 1 dan 2, agar segera bangun untuk memberi peringatan.” Ustazah tegas menambahkan.

 

Selanjutnya masuk ke pembahasan inti tema, seputar keistikamahan. Keterangan dari ustazah, bahwa Allah memerintahkan kita untuk berdakwah, memberi peringatan kepada manusia lainnya untuk menjalankan misi penciptaan yakni beribadah. Adapun wujud kita beribadah nampak dari ‘ketundukkan’. Di mana ketaatan sepenuhnya kita berikan hanya pada Allah. Setelah berusaha untuk taat, berikutnya hal yang Allah tekankan adalah menjaga keberlanjutan taat itu, yakni dikenal dengan istilah istikamah.

 

Sikap istikamah menjadi penting bahkan bersanding bersama keimanan, seperti terkandung dalam surat Fushilat ayat 30. Istikamah merupakan ungkapan dari berpegang teguh dengan perkara Allah (agama dan syariat-Nya); baik dengan mengerjakan (perintah) maupun meninggalkan (larangan) Allah.

 

Lalu ustazah juga menyampaikan kunci untuk menggapai istikamah, yakni: khawf (takut) dan raja‘ (harapan) kepada Allah. Sedangkan tanda istikamah, sebagaimana yang disampaikan syaikh Abu al-Layst as-Samarqandi, “adalah jika seseorang telah mendapati dirinya seperti gunung. Tidak leleh oleh panas, tidak beku oleh dingin, tidak goyang oleh angin, dan tidak hanyut oleh banjir bandang.”

 

Terakhir sebagai penutup, Ustazah menyampaikan bahwa atsar (pengaruh) Ramadan ada dua, yakni: menjadi mencetak pribadi pejuang, dan akan menuntun kita pada Islam kaffah. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis