Betonisasi Hanya Menambah Beban Aliran Air
Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd
Lensa Media News–Musim hujan mungkin akan segera berakhir. Pergantian musim ini memang sulit diprediksi sebab telah banyak perubahan di alam ini. Pergantian musim yang tak tentu ini membuat turunnya hujan pun tak dapat diprediksi. Hingga akhirnya masyarakat juga tak siap jika hujan lebat terus-menerus menerjang sampai menyebabkan banjir.
Alhasil, solusi yang ditawarkan pun menyisakan masalah baru. Sebut saja solusi betonisasi di sejumlah daerah, bahkan sampai ke pelosok-pelosok pun sudah ada proyek betonisasi karena mungkin dananya hanya cukup untuk membuat jalan beton daripada jalan aspal.
Jika dilihat sekilas, solusi betonisasi ini mungkin cukup cepat untuk mengatasi jalan berlubang, jalan tidak rata, atau solusi saat banjir supaya kendaraan tetap bisa melintasi tanpa khawatir becek dan kena tanah berlumpur. Namun solusi ini juga tak lepas dari problem baru, yakni beban pada aliran air.
Hujan yang deras tak bisa mencari jalan airnya sendiri. Jalan beton juga tak bisa mengarahkan air untuk mencari tanah resapan dan muara yang telah direbut oleh jalanan yang diperlebar dan dibeton ini. Air hanya tahu kalau dia akan mengalir ke tempat yang lebih rendah, jika tak menemukannya, maka air siap berdiam diri dan menggenang di tempat yang cekung.
Inilah faktanya jika mencari solusi hanya mau ringkasnya saja tanpa memperhitungkan dampak untuk yang lain. Air juga punya kebutuhan, maka sediakanlah kebutuhannya dan jangan direbut hanya demi menguntungkan hajat hidup manusia saja.
Lihat saja bagaimana ketika air marah, ia datang melalui hujan yang deras kemudian menggenangi jalanan kota, tanpa malu masuk ke pemukiman warga, bahkan melintasi dan menggenangi jalan tol. Sebenarnya air juga bingung kemana dia harus pergi, sebab tanah resapan banyak yang hilang, sungai-sungai dangkal, gorong-gorong pun dipenuhi sampah.
Sederhananya, solusi dari problem air yang meluap ini adalah mengembalikan aliran air seperti semula. Seperti menyiapkan tanah resapan, membuat jalur air dan memastikan sampai ke sungai, muara, atau laut. Secara teknis, jaminan keamanan ini dapat diwujudkan oleh Negara Islam dengan langkah sebagai berikut. Pertama, Khilafah mengembalikan kawasan hutan sebagai harta kepemilikan umum. Rasulullah bersabda,” kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Daud dan Ahmad).
Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nidhamul Iqtishadi dan Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab al Amwal menjelaskan bahwa yang termasuk padang rumput adalah hutan maka hutan haram dikuasai oleh swasta. Luasan hutan akan diatur oleh Khilafah. Ada area hutan yang manfaatnya boleh diambil oleh masyarakat secara langsung, ada pula area hutan yang dialihfungsikan sebagai perkebunan kelapa sawit atau pemukiman jika dibutuhkan, serta ada area hutan yang dijadikan wilayah konservasi atau hima. Tatkala hutan di daerah hulu diatur dengan seimbang pemanfaatannya, hal tersebut dapat menghindarkan masyarakat dari banjir.
Kedua, Khilafah melakukan perawatan terhadap aliran daerah sungai dari hulu ke hilir. Ketiga, undang-undang dalam Khilafah mengharamkan swasta menguasai dan memiliki sumber daya alam yang notabenenya adalah milik umum sehingga tidak ada celah bagi mereka untuk berbuat kerusakan. Tak hanya itu, Khilafah juga membuat undang-undang terkait master plan pembangunan yang ramah lingkungan. Undang-undang ini wajib ditaati dan dijalankan oleh semua pihak terkait.
Keempat, Khilafah melakukan monitoring pemanfaatan lahan, mengedukasi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan, mendorong para ahli lingkungan tanah dan ahli terkait untuk merancang pemanfaatan alam, serta mitigasi agar tidak menimbulkan kerusakan. Demikianlah solusi yang Khilafah berikan kepada umat untuk menangani bencana. Solusi yang diberikan tuntas hingga akar masalah, bukan solusi pragmatis yang justru tetap melindungi kepentingan pemilik modal. Wallahualam bissawab. [LM/ry].