Pornografi Mengancam Jiwa Generasi

Oleh: Zhiya Kelana, S.Kom. 

(Aktivis Muslimah Aceh)

 

LenSaMediaNews.com__Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto menyatakan, pihaknya bakal membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani permasalahan pornografi secara online yang membuat anak-anak di bawah umur menjadi korban. Menurut dia, rata-rata usia anak-anak yang menjadi korban aksi pornografi secara online itu mulai dari 12-14 tahun.

 

Namun, kata dia, ada juga anak-anak yang masih duduk di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) dan kelompok disabilitas yang juga menjadi korban tindakan asusila tersebut. “Termasuk anak didik kita yang ada di pondok pesantren yang sering menjadi korban, dan pelakunya adalah justru orang yang dikenal dan orang dekat,” kata Hadi saat konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (18/4/2024).

 

Berdasarkan data National Center for Missing and Explioted Children (NCMEC) menurutnya ada sebanyak 5.566.015 konten pornografi yang melibatkan anak-anak Indonesia. Jumlah tersebut, kata dia, membuat Indonesia masuk ke peringkat keempat secara Internasional. “Dan peringkat dua dalam regional ASEAN,” kata dia (Republika.co.id).

 

Sistem demokrasi-sekuler membuat orientasi pada kemaksiatan berkembang subur. Hal itu terjadi karena negara sendiri tidak punya tameng untuk melindungi generasinya. Sangat disayangkan saat hal ini terjadi dan ada begitu banyak korban baru kemudian negara bertindak dengan menerjunkan banyak lembaga, namun sebelumnya mengabaikannya. Karena mereka juga para pelaku dan pengonsumsinya.

 

Selama ada permintaan, kapitalisme akan memproduksi meski itu merusak generasi, termasuk pornografi bahkan menjadi sesuatu yang legal. Apalagi, dalam kapitalisme, produksi pornografi termasuk shadow economy, jadi pasti akan dibiarkan bahkan dipelihara. Tindakan yang dilakukan hari ini hanya untuk menenangkan rakyat saja.

 

Di sisi lain, sistem hari ini tidak mampu menciptakan lingkungan yang mendukung agar kejahatan termasuk kejahatan seksual tidak merajalela di masyarakat. Terlebih peraturan yang ada, tidak menyentuh akar persoalan sementara sistem sanksi tidak menjerakan. Jadi kapitalisme tidak lebih seperti tong kosong nyaring bunyinya. Bagaimana dengan sistem Islam?

Islam memandang pornografi adalah kemaksiatan. Kemaksiatan adalah kejahatan yang harus dihentikan demi menjaga moral dan akidah masyarakatnya. Islam melarang keras konten yang tidak mendidik umat akan diblokir dan akan diusut hingga tuntas dan memberikan efek jera kepada setiap pelakunya agar tidak melakukan hal itu lagi.

 

Ini berdasarkan firman Allah dalam surat An-Nur ayat 30-31 yang artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya…”

 

Apalagi industri maksiat jelas haram dan terlarang dalam Islam. Islam memandang pentingnya menjaga akidah umat untuk tetap bersih dari pengaruh apapun yang dianggap berbahaya, dan meminimalkan kemaksiatan. Serta membentuk kepribadian masyarakat dengan takwa. Negara akan melindungi masyarakatnya dengan baik, bahkan akan bertindak sebelum hal itu terjadi.

 

Islam memiliki mekanisme memberantas kemaksiatan dan memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan sehingga akan mampu memberantas secara tuntas. Sanksi ini akan diterapkan oleh negara yang menjadi perisai bagi masyarakat di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Jika hari ini hanya sebagian negeri saja bisa melakukan sanksi ini tapi nantinya akan diterapkan di seluruh wilayah di bawah naungan yang sama. Wallahu a’lam. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis