Brutalnya Caleg Gagal, Potret Konsep Kekuasaan Cacat

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

Lensa Media News–Konsep kekuasaan yang hari ini diadopsi dalam sistem, sungguh jauh dari sifat alamiahnya. Konsep kekuasaan yang mestinya mampu mengurusi urusan rakyat, justru sebaliknya.

 

Kekuasaan ala Sistem Absurd

 

Kegagalan sejumlah calon legislatif dalam pemilu beberapa waktu lalu menyisakan berbagai fenomena. Tidak sedikit tim suksesnya yang juga kecipratan tekanan. Salah satunya timses (tim sukses) caleg di Kabupaten Cirebon. Timses mengalami tekanan saat diperintahkan untuk mengambil kembali amplop-amplop yang telah dibagikan menjelang pemungutan suara (tvonenews.com, 18/2/2024).

 

Caleg yang digadang-gadang mendulang suara berlimpah justru keok dan terseok-seok. Padahal beragam sosialisasi telah digencarkan, mulai dari pembagian sembako hingga amplop yang berisikan sejumlah rupiah. Timsesnya pun dilaporkan mengalami depresi.

 

Hal serupa juga terjadi di Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bantuan paving blok dicongkel kembali karena caleg tidak mendapatkan suara yang diharapkan dari desa yang ia beri bantuan tersebut (kompas.com, 19/2/2024).

 

Setelah penyelenggaraan pemilu, masyarakat pun menjadi sadar. Begitu banyak calon penguasa yang hanya mengandalkan modal harta demi menggapai kekuasaan. Wajar saja, saat caleg gagal dan timses pun ikut kecewa. Stress dan depresi menjadi pemandangan biasa. Bahkan ada juga yang sampai bunuh diri karena sudah terlanjur modal besar dari berutang.

 

Di sisi lain, mental para caleg ini pun lemah. Mental pengecut yang hanya siap untuk menang namun tidak siap kalah. Fenomena ini menunjukkan bahwa kekuasaan menjadi hal yang sangat diharapkan tanpa memperhitungkan resiko yang ada di hadapan.

 

Keuntungan materi menjadi suatu magnet yang luar biasa bagi setiap caleg hingga rela mengorbankan segalanya demi kekuasaan, jabatan dan keuntungan materi. Pun Berbagai strategi dilakukan demi mendapatkan suara rakyat.

 

Inilah potret pemilihan pemimpin ala sistem absurd. Semua hal dilakukan dengan menabrak standar aturan yang benar. Semua konsep ini pun melalaikan makna kekuasaan yang sesungguhnya. Sistem kapitalisme sekuleristik, sistem yang hanya menyisakan kezaliman.

 

Bagaimana tidak? Sistem ini senantiasa berorientasi pada harta dan kekayaan semata. Dengan basis pengaturan yang menjauhkan konsep aturan agama dari kehidupan. Urusan rakyat dilalaikan demi keuntungan materi dan kepentingan pribadi.

 

Konsep Kekuasaan dalam Islam

 

Kekuasaan dan Islam bak dua sisi mata uang. Tanpa kekuasaan, Islam tidak mampu utuh diterapkan. Pun sebaliknya, tanpa Islam, kekuasaan hanyalah kekuatan yang lemah dan tidak mampu kuat berdaya mengurusi urusan umat.

 

Sebagian ulama, seperti Imam al-Ghazali rahimahulLâh, mengungkapkan, “Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Sehingga dikatakan, agama adalah pondasi, sementara kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur. Apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap” (Abu Hamid al-Ghazali, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, 1/78).

 

Kekuasaan memiliki fungsi yang krusial di sisi kehidupan umat. Tanpa kekuasaan, umat tidak mampu diurusi dengan sempurna. Sehingga kekuasaan di atas Islam wajib ditegakkan. Dan Islam pun wajib ditegakkan demi amanahnya kekuasaan.

 

Kekuasaan berfungsi untuk menegakkan kebenaran dalam melayani setiap urusan rakyat. Dan hanya dengan kekuasaan juga, Islam dan dakwah mampu disebarkan secara menyeluruh. Inilah esensi utama kekuasaan.

 

Kekuasaan tidak akan berfungsi tanpa ada sistem Islam. Dan sistem Islam tidak akan mampu diterapkan kecuali dalam wadah yang tepat, yakni Khilafah. Satu-satunya metode penerapan kekuasaan yang dicontohkan Rasulullah saw.

 

Dengan kekuasaan yang berdasarkan pada konsep syariat Islam yang utuh, segala urusan rakyat mampu terurusi sempurna. Dengan konsep tersebut, pemilihan pemimpin pun mampu terselenggara efektif tanpa modal yang fantastis.

 

Setiap pemimpin akan menyadari bahwa urusan rakyat bukanlah suatu permainan. Melainkan suatu perkara yang akan dipertanggungjawabkan. Sehingga orientasi utama seorang pemimpin adalah melayani rakyat dengan amanah sebagai bentuk ketundukannya kepada Allah swt.

 

Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR. Muslim). Wallahu a’lam bisshowwab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis