Harga Beras Naik, Ibu-Ibu Panik

Oleh: Rusmiati

 

Lensa Media News–Para ibu-ibu rumah tangga di berbagai wilayah mengaku pusing dengan harga beras yang terus naik dari waktu ke waktu. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan jika harga beras di Indonesia akan sulit untuk turun. Alasannya, terjadi kenaikan hampir di seluruh input produksi, mulai dari BBM, pupuk, ongkos kerja harian, dan unsur produksi yang lainnya (validnews.com, 23/2/2024).

 

Menyitir Panel Harga Pangan, per tanggal 18 Februari 2024 rata-rata harga beras premium tembus di angka Rp16.110 per kg. Untuk beras medium turun tipis menjadi Rp13.950 per kg. Harga tersebut masih di atas HET yang telah ditetapkan pemerintah melalui Perbadan No.7/2023 bahwa harga beras medium di angka Rp10.900 – Rp11.800 per kg dan beras premium Rp13.900 – Rp14.800 per kg (ekonomi.bisnis.com, 18/2/2024).

 

Permasalahan kenaikan harga beras di Indonesia, seringkali dinilai berkaitan dengan perubahan iklim, yang mengakibatkan produksi beras menurun, kelangkaan beras terjadi dan harga beras pun melambung tinggi. Padahal permasalahan beras juga sangat erat kaitannya dengan kebijakan negara terhadap aspek produksi beras di hulu dan aspek distribusi di hilir.

 

Namun sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem kapitalisme demokrasi, negara hanyalah regulator, yang membiarkan petani berjuang secara mandiri melakukan produksi beras. Maka jelas bahwa kebijakan negara hanya akan berpihak pada kepentingan pemilik modal, bukan kepada petani yang semakin terpinggirkan. Di sektor hulu, lahan pertanian semakin berkurang, alih fungsi lahan terus dilakukan negara, proyek pembangunan kapitalistik pun selalu dilancarkan. Gagal panen pun semakin sering terjadi karena bencana alam, akibat penggundulan hutan yang dilegalisasi.

 

Selain itu, keterbatasan sarana produksi pertanian, permasalahan benih yang mahal, hingga permasalahan subsidi pupuk yang semakin berkurang, menjadikan produksi pertanian terhambat. Demikian pula, di sektor hilir atas nama liberalisasi ekonomi, negara memberikan keleluasaan kepada pihak swasta, untuk menguasai produksi pupuk dan benih padi. Akibatnya, harga pupuk dan benih ikut melambung tinggi. Di samping itu, mahalnya harga BBM menjadikan distribusi beras memakan biaya yang tinggi. Penggilingan padi kecil juga mulai mati, karena kalah saing dengan industri penggilingan padi dengan modal besar.

 

Rantai distribusi semakin rusak, dengan masuknya sejumlah pengusaha (retel modern) dalam mendistribusikan beras, membuat petani sulit mencukupi kebutuhan pasar, apalagi ada larangan untuk tidak menjual langsung hasil panennya ke konsumen. Penguasaan distribusi beras memungkinkan terjadinya permainan harga, penahanan pasokan atau monopoli oleh pelaku usaha, yang tentu merugikan petani. Beras adalah kebutuhan pokok rakyat dan merupakan salah satu komoditas, yang harus dijaga stok dan stabilitas harganya, sehingga seluruh rakyat dapat mengaksesnya.

 

Namun kebijakan pengelolaan beras di sektor hulu maupun hilir, di atas landasan kapitalisme liberalisme, menjadikan hal tersebut mustahil diwujudkan. Harga beras akan tetap naik, langka, bahkan tak ada lagi di pasaran.

 

Berbeda dengan pengelolaan kebutuhan pokok di bawah pengaturan Islam, beras sebagai kebutuhan pokok akan selalu menjadi komoditas strategis yang wajib dikelola oleh negara termasuk distribusinya. Negara dalam pandangan Islam wajib mengurusi pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Negara akan mewujudkan ketahanan pangan yang ditandai dengan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pangan.

 

Kemandirian negara dalam mengelola pangan dan harga pangan harus dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Ketersediaan pangan sangat terkait dengan kebijakan masalah pertanian dan ketersediaan infrastruktur. Dalam sistem ekonomi Islam, tanah tidaklah dibiarkan menganggur, jika ada tanah mati dan dihidupkan oleh seseorang, maka akan menjadi miliknya.

 

Di sisi lain, jika seseorang memiliki lahan kosong dan tidak dikelola selama 3 tahun berturut-turut, maka lahan itu bisa dimiliki oleh pihak lain yang menggarapnya atau diambil alih oleh negara. Dengan demikian, akan terjadi ekstensifikasi lahan pertanian yang luas, sebab mudahnya seseorang mendapatkan lahan pertanian. Bahkan negara bisa memberikan bantuan modal kepada rakyat dalam upaya optimalisasi ini.

 

Adapun terkait penyediaan infrastruktur yang mendukung pertanian, maka negara akan menyediakannya untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir orang. Bahkan negara akan membuat kebijakan, yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar, berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran. akan mencegah terjadinya berbagai penipuan yang sering terjadi dalam perdagangan, baik yang dilakukan oleh penjual maupun pembeli. Negara juga akan mencegah tindakan penimbunan produk-produk pertanian dan kebutuhan pokok lainnya serta menindak secara tegas bagi semua pihak yang melakukan pelanggaran tersebut. Negara ini adalah Khilafah ala Minhaj Nubuwah. Wallahua’lam bi showab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis