Kehadiran Seorang Anak sebagai Harta Tak Ternilai
Oleh: Yuyun Suminah
(Jamaah Majelis Ta’lim Khairunnisa Karawang)
LenSa MediaNews__”Sudah punya anak? Berapa?” Pertanyaan yang kerap kali dilontarkan kepada pasangan suami istri yang sudah menikah. Pasangan mana yang tidak menginginkan kehadiran buah hati, apalagi sudah bertahun-tahun mengharapkannya.
Sering kita mendengar bahwa anak adalah titipan Allah, rizki dan harta yang tak ternilai. Namun sayang seribu sayang itu semua tak bisa dirasakan oleh semua pasangan suami istri.
Di luaran sana ada sebagian orangtua yang menganggap anak adalah beban, butuh biaya tuk merawat dan membesarkannya. Tak ada yang keliru dengan anggapan tersebut dalam kondisi sekarang disistem kapitalisme. Karena sistem tersebut membuat semua orsng berpikir selalu bernilai materi bukan iman.
Semua kebutuhan hidup serba mahal, pekerjaan sulit untuk didapatkan, sehingga wajar status sosial mengalami kejomplangan yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
Sehingga hal yang lumrah kasus-kasus sadis yang terjadi saat ini seperti fakta ada seorang ibu tega membunuh bayi yang baru dilahirkannya harus meregang nyawa karena menganggap dirinya tak sanggup mencukupi ekonominya, dengan kondisi suami hanya kerja serabutan dengan 2 orang anaknya saja masih kekurangan. (Kumparan.com 24 Januari 2024)
Kasus-kasus tersebut bukan kali itu saja terjadi, di luaran sana masih banyak kasus serupa yang tidak terekpos media. Padahal dalam Islam sendiri kehadiran seorang anak punya keistimewaan tersendiri bagi kedua orangtuanya.
Lantas, bagaimana Islam memandang kehadiran seorang anak, agar kita sebagai orangtua bisa menempatkan peran dan fungsinya sesuai syariat. Di antaranya yaitu:
1. Anak sebagai perhiasaan dunia
Hadirnya anak dalam Islam Allah nilai sebagai perhiasan dan kekayaan bagi orangtuanya, layaknya sebuah perhiasaan harus dijaga, dirawat dan disayang sebagaiman sebuah perhiasaan. dalam hal ini Allah menyampaikan dalam firman yang artinya
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS. Al-Kahfi [18]: 46)
Karena anak bisa menjadi wasilah kebaikan, pahala bahkan anak yang soleh dan solehah bisa mengantarkan orangtuanya kekal di surga.
2. Anak sebagai ujian
Anak bisa jadi ujian untuk orangtuanya, bagaimana mereka harus mencukupi kebutuhan hidupnya dengan kondisi kekurangan ekonomi. Apakah tetap bisa menjalankan perannya sebagai orangtua. Memberikan kehidupan yang terbaik sesuai kemampuannya atau justru merasa takut, was-was dan khawatir tidak bisa berperan sesuai syariat.
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (QS. At-Taghabun [64]: 15).
3. Anak tidak menyebabkan miskin
Mungkin sebagian pasangan suami istri hadirnya anak bisa menyebabkan miskin sehingga kehadirannya tidak diinginkan. Sehingga fakta di atas menjadi pilihan tuk menghindari hidup bertambah miskin padahal Allah menyakinkan dan akan menjamin rizkinya.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.” (QS Al-Isra: 31)
Ketika kita menyakini posisi anak dalam Islam tidak menyebabkan jatuh miskin, tetapi sebagai bentuk ujian menaikan level keimanan orangtuanya maka hadirnya anak akan tetep seperti perhiasaan dunia bahkan bisa jadi amal jariyah yang akan terus mengalir ketika orangtuanya meninggal karena do’a dari anak-anak yang solehah.
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya.” (HR Muslim). Wallahu’alam.