Salah Kaprah Investasi Balas Budi Anak

Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd

 

LenSa MediaNews__Ada seorang laki-laki jenius yang sakit hati dengan orang tuanya kemudian balas dendam. Namanya Zhang Xinyang dari Cina. Dia merasa masa kecilnya sudah direnggut orang tuanya karena sejak kecil dia diminta untuk belajar yang rajin dan berprestasi. Harapannya setalah Zhang dewasa, bisa mewujudkan cita-cita orang tuanya yang belum terealisasi. Benar saja, dia selalu mendapat nilai yang memuaskan sampai kuliah S2 di umur yang masih sangat belia.

 

 

Tetapi, gara-gara hal itu dia merasa tidak bisa menikmati masa kecil seperti anak lainnya. Alhasil, ia melakukan balas dendam setelah lulus S2. Dia memilih jadi pengangguran untuk menyusahkan orang tuanya. Dia mau menikmati hidup yang kemarin sudah direnggut orang tuanya. Dia juga memilih untuk bergantung finansial dari kiriman orang tua, walau hidup pas-pasan, ia lebih bahagia daripada harus sibuk mencari kerja.

 

Dalam kasus ini orang tua Zhang salah, karena telah mendorong anaknya buat belajar yang rajin dengan tujuan materi saja. Bagaimanapun, pendidikan anak berawal dari orang tua. Seperti apa cita-citanya, maka akan dipilih sistem belajar yang mendukung. Orang tua seperti ini berpikir jika anaknya pintar dan berprestasi, kemudian bisa membanggakan orang tua, lalu dapat kerjaan bagus, dapat uang banyak, hidup foya-foya. Akhirnya orang tua itu mendorong anaknya belajar giat hanya untuk mengejar dunia saja, ya tipikal orang tua kapitalis.

 

Dengan sistem yang salah, terbentuklah generasi yang kurang adab dan tidak tahu tanggung jawab. Sistem kapitalisme inilah yang membuat orang-orang hari ini memandang tujuan kehidupan hanyalah kebahagiaan duniawi. Wajar saja kalau anaknya pun merasa terpaksa karena itu sebenarnya melawan fitrah manusia.

 

Fitrah manusia itu adalah hamba Allah yang tujuan hidupnya untuk beribadah kepada Allah. Jadi nafas yang dibawa setiap dia melakukan aktivitas itu ya memang harus berlandaskan keimanan untuk ibadah, bukan untuk mengejar dunia. Jika bertindak hanya berlandaskan dunia saja, pastilah hidupnya tidak bermakna, tidak ada tujuan akhir yang abadi.

 

Orang tua muslim itu seharusnya membimbing anak-anaknya untuk memahami posisinya sebagai hamba Allah. Sejak kecil akan dipahamkan bahwa semua yang dia lakukan hanya untuk Allah, termasuk ketika belajar dan bekerja. Belajar untuk bisa mengamalkan ilmunya dan membawa kebermanfaatan bagi umat. Bekerja sebagai bentuk tanggung jawab menafkahi diri dan keluarga.

 

Hanya saja, masyarakat sekuler saat ini sangat mewajarkan perilaku orang tua seperti orang tuanya Zhang, bahkan menganggap orang tua Zhang sudah benar. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah anak dan orang tua seperti ini perlu peran masyarakat yang paham Islam yang saling menasihati dalam ketaatan dan berlomba dalam kebaikan. Standar masyarakat dalam menilai orang itu mulia atau tidak adalah berdasarkan pada ketakwaannya, bukan pada materinya.

 

Jika sudah terbentuk masyarakat Islam, maka Negara juga harus mendukung dan memastikan bahwa tidak ada lagi salah kaprah dalam menerapkan Islam. Anak memang investasi dunia akhirat, tetapi tolak ukurnya juga harus dengan aturan Islam. “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga hal yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakan kepadanya” (HR. Muslim).
Wallahu a’lam bish shawab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis