Sarana Infrastruktur Masyarakat Bekasi Terbengkalai, Pemerintah Daerah Lalai?

Oleh. Irma Sari Rahayu, S.Pi

 

Lensa Media News–“Turut Berduka Cita atas Wafatnya Eskalator Stasiun Bekasi”. Sebuah karangan bunga diletakkan di depan eskalator Stasiun Bekasi yang tengah rusak. Aksi peletakan karangan bunga ini dilakukan oleh para anker alias anak kereta untuk memperingati dan sebagai bentuk protes 100 hari tidak beroperasinya eskalator stasiun.

 

Acara ini digagas oleh Mega, salah seorang anker yang konsisten mencuitkan kondisi kerusakan eskalator Stasiun Bekasi di akun X (Twitter) miliknya @PernebangRoket. Mega beralasan, kegigihannya mengunggah kondisi eskalator Stasiun Bekasi adalah bentuk kekecewaannya karena fasilitas yang seharusnya menjadi hak dan prioritas masyarakat tidak diperhatikan (Detik.com, 31/2/2024).

 

Di tempat lain, sebuah jembatan yang terhenti pembangunannya sejak tahun 2017 akan kembali dilanjutkan. Jembatan yang terletak di Desa Bakti Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi ini akan dimulai pembangunannya pada triwulan kedua atau ketiga tahun 2024. Pembangunan ini dinilai patut dilanjutkan mengingat jembatan yang menghubungkan Desa Pantai Bakti dan Desa Pantai Mekar ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Radarbekasi.id, 31/1/2024).

 

Mengapa Pemeliharaan Infrastruktur Terkesan Lamban?

 

Sebagai kota megalopolitan, Bekasi banyak membangun infrastruktur yang ditujukan untuk mempermudah aktivitas masyarakat Bekasi. Perombakan stasiun kereta menjadi lebih moderen dan luas adalah salah satu upaya memudahkan pengguna kereta api. Mayoritas masyarakat Bekasi bekerja di Jakarta dan menggunakan transportasi kereta kerena dianggap lebih murah.

 

Wajar saja jika tidak berfungsinya eskalator hingga 100 hari dirasakan sangat mengganggu kenyamanan penumpang kereta api. Setelah viral, Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) akhirnya memperbaiki eskalator yang rusak. Pihak DJKA berdalih, lamanya proses perbaikan eskalator disebabkan belum datangnya suku cadang yang dipesan dari luar negeri.

 

Begitu pun mangkraknya pembangunan jembatan di Desa Pantai Bakti Kabupaten Bekasi juga menyisakan tanda tanya. Mengapa begitu lama jembatan tersebut tidak dilanjutkan? Sejak pembangunan tahun 2017 hingga 2024 bangunan jembatan baru sebagian terbangun. Penjabat (PJ) Kabupaten Bekasi Dani Ramdan mengatakan, mangkraknya pembangunan jembatan tersebab kondisi keuangan dan minimnya komitmen untuk melanjutkannya.

 

Paradigma Pengaturan Keuangan Negara dalam Kapitalisme VS Islam

 

Kondisi rusaknya fasilitas umum atau mangkraknya pembangunan fasilitas di era pemerintahan asuhan sistem kapitalisme seakan jamak terjadi. Pembangunan giat dilakukan sedangkan pemeliharaan terkesan diabaikan. Ketersediaan dana menjadi masalah utama karut marutnya pengelolaan fasilitas umum.

 

Rencana anggaran belanja negara ataupun daerah dalam sistem ekonomi kapitalisme dibuat perencanaan dalam batas waktu tertentu. Menganggarkan kegiatan pembangunan sesuai perencanaan. Jika ada kegiatan yang tak masuk perencanaan, maka harus menunggu tahun anggaran berikutnya. Maka wajar, jika ada jalan, jembatan, atau fasilitas umum yang rusak dan seyogianya cepat diperbaiki, harus menunggu dulu dana tersedia. Biasanya membutuhkan waktu yang lama.

 

Berbeda dengan sistem keuangan negara dalam Islam. Ia memiliki mekanisme yang khas dan jelas. Pos-pos pendapatan dan pengeluaran diatur oleh Baitulmal dalam pengawasan penuh khalifah. Pos pendapatan negara berasal dari harta fai’, kharaj, usyr, zakat, jizyah, harta orang yang tidak punya ahli waris, dan pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan pos pengeluaran terdiri dari pos keperluan jihad, pembiayaan gaji pegawai negara, pos zakat, darurat bencana, dan lain-lain.

 

Semua pembiayaan belanja negara dikeluarkan dari Baitulmal dengan melihat ketersediaan dana dan urgenitasnya. Khusus untuk pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk fasilitas yang urgen seperti keberadaan jembatan, memperbaiki jalan, sekolah, jembatan, dan lain-lain yang rusak maka pembiayaannya bersifat tetap. Baik dana di baitulmal ada atau tidak.

 

Jika dana di Baitulmal kritis, sedangkan jika sarana-sarana tersebut tidak ada akan menimbulkan bahaya, maka kewajiban pembiayaan beralih kepada masyarakat muslim. Negara boleh menerapkan pajak yang dipungut dari masyarakat muslim yang kaya. Mekanisme ini dilakukan oleh khalifah berdasarkan sabda Nabi saw. “Tidak boleh ada bahaya (dharar) dan (saling) membahayakan” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

 

Dengan berjalannya mekanisme ini, maka tak akan ditemui jalan yang berlubang, eskalator stasiun rusak, jembatan yang pembangunannya terputus atau rusak, dan lain-lain. Kondisi-kondisi ini akan cepat ditangani oleh khalifah karena posisi khalifah sebagai pengurus dan bertanggung jawab penuh atas urusan masyarakatnya.

 

Kondisi ideal pengaturan keuangan negara ini hanya akan ditemui dalam sebuah institusi yang dinaungi oleh sistem Islam. Perangkat negara akan bertugas sesuai dengan tugas masing-masing. Pemimpin dan rakyat bersinergi atas dasar ketakwaan kepada Allah Swt. Wallahualam bissawab.[LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis