Demokrasi, Antara Pemilu dan Dinasti Oligarki

Oleh: Anastasia, S.Pd.
Lensamedianews.com, Opini – Setelah riuh gempita menuju pemilihan umum, rakyat Indonesia serentak melaksanakan hajatan besar memilih presiden pada 14 Febuari 2024. Rakyat berharap di setiap pemilu membawa angin segar, perubahan ke arah yang lebih baik.
Namun, pemilu demi pemilu berlalu, bangsa ini masih tetap berkutat dalam segala aspek permasalahan. Ekonomi, pendidikan, kesehatan, ataupun sosial. Gelombang kenaikan harga, hampir merata di segala aspek kebutuhan barang pokok.
Inilah wajah buram dari penguasa bangsa ini, walaupun melalui berbagai pemilu, nyatanya rakyat hingga saat ini belum merasakan hidup sejahtera. Apalagi ketidakadilan penguasa sekarang begitu kentara. Atas nama demokrasi, kekuasaan ini hanya dikuasai segelintir orang saja. Mereka selalu berdalih, bahwa demokrasi adalah cara yang tepat mencapai keadilan dan kesejahteraan. Namun, hal tersebut hanyalah jargon semata.
Buktinya, pada rentetan peristiwa dulu ataupun sekarang, ketidakadilan atas nama “demokrasi” begitu jelas. Setiap pemilu yang terlaksana, kita disajikan dengan orang-orang yang penuh dengan nepotisme. Hanya melibatkan sekelompok elite tertentu. Keadaan tersebut nampak jelas terjadi pada pemilu sekarang.
Hal yang sama pun disorot oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, melalui lamannya, pbhi.or.id (15/02/2024), menuliskan bahwa, langkah politik Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo yang maju sebagai cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. Kini terbukti, bahwa pencalonan tersebut telah membawanya ke posisi orang no. 2 di Indonesia. Masih menurut laman yang sama, Gibran dipandang sebagai bentuk politik dinasti yang merusak dan mematikan demokrasi di Indonesia. Apalagi sebelumnya, putusan MK yang telah meloloskan Gibran untuk bisa memenuhi batas usia menuju kekuasaan. Hal ini, menunjukkan begitu kuatnya akan aroma nepotismenya, karena pamannya sendiri yang telah mengabulkan putusan tersebut.
Sempurnalah politik dinasti oligarki yang telah dipertontonkan dalam sistem demokrasi.
Demokrasi, Melegalkan Oligarki
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.Oligarki berasal dari bahasa Yunani, “oligarkhes“, yang berarti sedikit yang memerintah.
Oligarki dipraktikkan saat ini. Benang kusut oligarki demokrasi. Berawal dari sebuah kekuasaan di tangan manusia, manusia diberikan kebebasan membuat UU yang mengatur kepentingan mereka, melalui kewenangan inilah mereka merumuskan kepentingan.
Seperti bagaimana Mahkamah Konsitusi pada tahun 2015 telah menghapuskan pasal antipolitik dinasti pada UU No. 8 tahun 2015 tentang pilkada. Melalui mekanisme tersebut,  sebenarnya demokrasi menghalalkan dinasti oligarki. Sistem yang dibuat manusia tidaklah konsisten. Sebab, hukum berjalan dengan kepentingan elite kekuasaan, yang selama ini berjalan, hanya melayani segelintir orang dalam lingkaran kekuasaan. Tentu saja, pemilu tidak memberikan perubahan apa pun terhadap nasib rakyat. Karena roda pemerintahan berputar untuk memenuhi kepentingan penguasanya.
Islam, Jalan Menuju Kemenangan Hakiki
Demokrasi melalui mekanisme pemilu  nyatanya telah gagal, menghantarkan manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Bukan hanya demokrasi di Indonesia, namun juga di Barat, telah gagal membawa manusia menuju peradaban yang gemilang.
Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Dalam pandangan Islam, menjadi seorang pemimpin itu adalah tugas mulia, yaitu sebagai amal saleh, mengurusi umat dengan menerapkan Islam secara kaffah. Serta mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia. Tidak ada istilahnya,  dalam politik  Islam seorang pemimpin, ketika  selama berkuasa pemimpin tersebut hanya berfokus kepada kepentingan golongan tertentu. Fakta sejarah,  seorang khilafah dia diangkat seumur hidup semata-mata menjalankan hukum Allah. Karena  sesungguhnya Allah Swt, telah memerintahkan pemimpin untuk berhukum dengan syariat Islam, dan menunaikan amanahnya. Firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Mahamendengar lagi Maha Melihat.” (QS An Nisa ayat 58).
Sesungguhnya seorang pemimpin dalam Islam, dia tidak merepresentasikan golongan tertentu, melainkan pemimpin bagi seluruh umat Islam yang mengurusi urusan rakyatnya. Dengan adanya penerapan syariat Islam yang sempurna, sesungguhnya manusia diperlakukan secara adil. Inilah jalan menuju kemenangan hakiki. Wallahu a’lam. [LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis