Caleg Modal Minim Gagal , Tarik Aset Kembali

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Redaktur Pelaksana LensaMediaNews

 

Lensa Media News—Sebuah video viral menampilkan adanya peristiwa pembongkaran paving yang dinarasikan hasil bantuan dari calon legislatif (caleg) yang diduga terjadi di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (BWI24JAM.CO.ID, 17/2/2024).

 

Akun atas nama anakrantau.080 menjelaskan jika pembongkaran dan penarikan kembali bantuan paving jalan itu terjadi di Dusun Panjen dan Sumberjo, Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Banyuwangi.

 

Caleg Modal Minim, Visi pun Tak Jelas?

 

Penarikan kembali harta dari caleg gagal bukan kali pertama di Banyuwangi, merata di seluruh wilayah Indonesia dan sepanjang pemilu dilaksanakan di negeri ini. Yang mereka minta kembali bisa paving jalan, uang dalam amplop, hewan ternak, karpet masjid dan lain sebagainya, dimana harta itu semula untuk pemanis kepada masyarakat agar mau memilih namanya dan meloloskannya masuk dalam bursa anggota legislatif.

 

Sebuah jabatan yang di negeri ini penghasilannya terbilang sultan. Belum lagi kedudukan dan derajatnya di masyarakat seolah “ terangkat”. Dari mulai gaji pokok, tunjangan hingga fasilitas lainnya.

 

Fenomena ini menguatkan bukti betapa sistem politik demokrasi yang diadopsi negeri ini sangatlah menyengsarakan. Bahkan zalim. Siapa pun mengakui biaya menjadi caleg, capres, cagub dan Cabub tidaklah murah. Melebihi akal sehat, secara logika mana ada orang perorang memiliki kekayaan sedemikian banyak. Namun dalam demokrasi hal yang tak masuk akal itu bukan halangan.

 

Ibarat banyak jalan ke Roma, banyak pihak yang menawarkan tambahan modal, asal mau saling menguntungkan. Maka, sangat mudah ditemui adanya kerjasama antara calon penguasa dengan pengusaha. Pengusaha sedia dana, kelak berbalas penguasa akan landingkan berbagai kebijakan yang mempermudah pengusaha menjalankan bisnisnya.

 

Kenikmatan jabatan inilah yang begitu menggoda, seolah hanya disitulah letak kemuliaan seseorang, sehingga memancing mereka yang minim modal sekaligus tanpa visi jelas ikut dalam bursa pemilihan.

 

Apa lacur, ketika rakyat tak memilihnya ia tak mau rugi, harus balik modal. Di beberapa kasus malah menjadi depresi dan gila. Nauzubillah, tak sungkan menjilat ludah sendiri. Lantas, ia ada untuk rakyat atau syahwat pribadi?

 

Kapitalisme Demokrasi Akar Persoalannya

 

Inilah sistem politik demokrasi yang tak terpisahkan dari sistem ekonominya yaitu kapitalisme. Semua diukur dengan materi, termasuk kemenangan dan cita-cita menjadi pemimpin rakyat. Halal haram tidak menjadi standar perbuatan.

 

Karena kadang seseorang berani mencalonkan diri hanya karena hasutan tim sukses, mengisi kekosongan calon partai di daerah dan lain sebagainya. Mereka berangkat bukan murni dari mindset berjuang untuk rakyat dan perubahan. Kalaulah ada sedikit idealisme dalam benak mereka, sudah bisa dipastikan akan tergerus oleh sederet aturan demokrasi di dalamnya.

 

Tak heran jika Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia mengatakan, “ “malaikat pun kalau masuk ke dalam sistem bisa jadi iblis”. Sistem kapitalis demokrasi menjadikan manusia baik menjadi jahat, bahkan dengan sadar memperjuangkan hukum manusia, yang jelas bagi seorang muslim hukumnya haram.

 

Pemimpin Umat Hanya Lahir Dalam Sistem Islam

 

Siapapun kini sadar membutuhkan perubahan. Negara kaya raya seperti Indonesia ini nyatanya menanggung hutang hingga 8000 triliun. Angka prevelensi Stunting nomor dua se Asia Tenggara, belum kemiskinan Ekstrem. Apa yang bisa diharapkan? Dalam pandangan Islam, jelas jika kita membutuhkan perubahan haruslah kembali kepada syari’at Allah.

 

Sebab, hanya kemajuan perekonomian saja, bahkan jika menjadi negara super power sekalipun, jika hukum-hukum Allah swt. Dicampakkan justru akan mengundang laknat Allah sebagaimana firman Allah yang artinya, “Ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Lalu ketika mereka bergembira dengan kesenangan yang telah diberikan kepada mereka itu, Kami menyiksa mereka secara tiba-tiba. Ketika itu mereka terdiam putus asa“(TQS al-An’am 6: 44).

 

Maka, kepemimpinan dalam Islam maknanya bukan sekadar meraih kekuasaan, namun memastikan pemimpin tersebut memerintah dengan syariat Islam , bukan demokrasi atau yang lain. Rasulullah saw. Bersabda: “Kekuasaan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua penyesalan dan ketiga azab dari Allah pada Hari Kiamat nanti; kecuali bagi yang berkuasa (memimpin) dengan dasar kasih-sayang dan keadilan. (HR ath-Thabarani).

 

Kepemimpinan dalam Islam memang dipilih oleh rakyat, namun proses, syarat dan waktunya sangatlah sederhana, cepat dan murah. Sebab ada hal yang lebih penting yaitu periayaahan (pengurusan) urusan rakyat yang tak boleh terbengkalai sedikit pun.

 

Dalam Islam, anggota legislatif lebih dikenal dengan majelis umat, mereka wakil rakyat mewakili daerah dan jumlah tertentu. Mereka tidak berfungsi melegalisasi hukum sebagaimana dalam demokrasi, melainkan hanya muhasabah Lil hukam, memberikan evaluasi dan pengawasan kepada khalifah.

 

Maka, pemilihan mereka Khalifah atau wali di wilayah tertentu yang menentukan, dimana keanggotaannya boleh muslim maupun nasrani. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis