Ilusi Demokrasi Mewujudkan Kesejahteraan
Oleh: Agu Dian Sofiyani
Lensa Media News – Dalam beberapa hari ke depan Indonesia akan menjalankan pesta demokrasi yakni pemilu presiden dan calon legislatif. Dengan Pemilu ini masyarakat masih berharap akan perubahan kehidupan menjadi lebih baik dan sejahtera.
Tak dipungkiri, hingga detik ini rakyat kebanyakan masih terbelenggu dengan kesulitan dan jauh dari kata sejahtera. Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah kebaikan dan kesejahteraan ini bisa diwujudkan oleh sistem demokrasi?
Seperti telah banyak dipahami, inti dari demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat, dimana perwujudannya tampak pada dua perkara. Pertama, dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Kedua, dalam pemilihan pemimpin. Dengan kewenangan wakil rakyat menyusun Undang-undang dan memilih pemimpin, diyakini bahwa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan akan selaras dengan kepentingan rakyat dan pemimpin yang terpilih akan benar-benar bekerja demi rakyat. Tapi yang terjadi tidak demikian.
Untuk bisa menjadi anggota parlemen dan menjadi penguasa baik level negara maupun level provinsi dan kota/kabupaten diperlukan biaya yang tidak sedikit. Kebutuhan akan dana besar inilah yang kemudian menjadi pangkal timbul masalahnya, karena semua dana yang dibutuhkan akan disumbang oleh para pengusaha.
Kondisi ini akan memberikan implikasi serius. Pertama, kebijakan pemerintah yang dibentuk dengan proses politik seperti ini, pasti cenderung mengutamakan kepentingan pengusaha yang telah mendukungnya. Kedua, peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh anggota parlemen, terutama yang berkaitan dengan ekonomi, cenderung berpihak pada pemilik modal sebagai kompensasi atau sebagai jalan untuk mendapatkan dana guna mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan.
Tak heran bila kemudian kebijakan yang diambil oleh pemerintah lebih cenderung menguntungkan pemilik modal bukan demi kepentingan rakyat. Sehingga yang kaya semakin kaya, sedang yang miskin semakin tersisihkan.
Sistem Islam vs Sistem Demokrasi
Berbeda dengan sistem Islam, dimana kedaulatan itu milik Allah, sehingga dengan prinsip ini, sistem perundang-undangan dan kebijakan yang diambil oleh pemimpin harus berdasar syariat. Dengan syariat, pemimpin tidak bisa bekerja seenaknya. Dia harus mengacu kepada syariat dalam setiap kebijakannya, termasuk di bidang ekonomi.
Sehingga alokasi sumber daya ekonomi didasarkan pada prinsip yang benar, tidak didasarkan kepada kepentingan balas budi kepada para pemilik modal yang telah mendukung kekuasaannya. Negara melalui kebijakan dan aturan yang berdasarkan pada syariat, benar-benar akan berperan sentral dalam distribusi kekayaan kepada seluruh rakyatnya.
Sumber daya alam yang menurut syariat adalah milik rakyat, akan dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Tidak seperti saat ini dimana para pemilik modal berebut melalui tangan penguasa yang telah berutang budi padanya, untuk mengeksploitasi sumber daya alam itu. Akibatnya, hasilnya lebih banyak dinikmati oleh perusahaan swasta tersebut, bukan oleh rakyat. Rakyat yang notabene pemilik sumber daya alam melimpah itu justru tetap hidup dalam kemiskinan.
Demikianlah kesejahteraan mustahil diwujudkan oleh sistem demokrasi yang notabene buatan manusia. Sistem cacat ini hanya menimbulkan masalah di tengah kehidupan. Sudah saatnya kita meninggalkannya dan mengambil aturan Islam yang notabene berasal dari Pencipta manusia. Yang lebih Mengetahui apa yang terbaik untuk mahluk ciptaanNya.
[LM/nr]