Kapitalis hanya Memanfaatkan Rakyat untuk Kemenangan

Oleh : Siti Aminah

(Aktivis Muslimah Kota Malang)

 

Lensa Media News –Alangkah buruknya aku ini sebagai pemimpin jika aku memakan bagian yang baik, lalu aku memberi rakyat makanan sisanya.” (Ibn Sa’d, Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/312).

Begitulah kalimat yang pernah terucap dari Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab ra. Sebagai pemimpin Negara Islam (Khilafah), Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. adalah sosok pemimpin yang sangat sederhana. Imam Malik meriwayatkan dalam Al-Muwaththa, bahwa Anas bin Malik ra. pernah berkata, “Aku melihat Umar bin al-Khaththab ra. pada masa Kekhilafahannya biasa memakai jubah yang bertambal di dua pundaknya.

Inilah gambaran kesederhanaan seorang pemimpin ketika kepemimpinan berada di sistem Islam, berbeda dengan sistem demokrasi saat ini dimana pemerintah hanya menggunakan kekuasaan untuk meraih kekayaan pribadi dan golongan bukan untuk melindungi rakyat, kepemimpinan dengan biaya yang tidak sedikit membuat para politikus menggunakan berbagai cara untuk meraih kemenangan termasuk dengan memanfaatkan dana bansos.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan sederet bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun kemarin. Mulai dari bantuan pangan beras 10 kilogram (kg), BLT El Nino Rp 200 ribu per bulan, hingga yang terbaru BLT mitigasi risiko pangan Rp 200 ribu per bulan.

Alasan utama pemberian sederet bansos untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Penguatan daya beli ini perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan, meroketnya harga pangan juga diakui Jokowi terjadi di berbagai negara bukan cuma Indonesia. Detikcom (02/02/2024).

Kekuasaan menjadi tujuan yang akan diperjuangkan dengan segala macam cara. Oleh karena itu, setiap peluang akan dimanfaatkan. Hal itu wajar karena sistem demokrasi meniscayakan kebebasan perilaku. Apalagi sistem ini jelas mengabaikan aturan agama dalam kehidupan karena dalam sistem ini agama dipisahkan dari kehidupan.

Di sisi lain, dengan kesadaran politik yang rendah, rendahnya Pendidikan dan kemiskinan yang menimpa, masyarakat akan berpikir pragmatis, sehingga mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

Kemiskinan menjadi problem kronis negara. Negara seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dan dari akar persoalan, bukan hanya sekedar dengan bansos berulang, apalagi meningkat saat menjelang pemilu.

Berbeda dengan sistem Islam yang mewajibkan Negara menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu, dan Islam memiliki berbagai mekanisme.

Islam juga menetapkan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.

Sebagaimana diketahui, salah satu tujuan penegakan sistem pemerintahan Islam (Khilafah) yang menerapkan syariah Islam secara kaffah adalah untuk mensejahterakan rakyat. Seorang waliyul amri (pemimpin) dibebani amanah. Di antaranya menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya melalui kebijakan yang dia ambil. Peran dan tanggung jawab waliyul amri dalam masalah ini sangat besar. Kelak di akhirat ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT atas amanah kepemimpinannya. Nabi saw. bersabda:

فَاْلإِمَامُ اْلاَعْظَمُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Amanah penguasa seperti dalam hadis di atas adalah memelihara urusan-urusan rakyat (ri’ayah syu`un ar-ra’yah). Ri’ayah itu dilakukan dengan siyasah (politik) yang benar, yaitu seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim. Ri’ayah atau siyasah yang baik itu tidak lain dengan menjalankan hukum-hukum syariah serta mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan rakyat. Inilah seharusnya yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang amanah.

Pemimpin amanah akan menunaikan tugas ri’ayah, yakni memelihara semua urusan rakyatnya seperti: menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan bagi tiap individu warga negara); menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma; serta melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan ancaman. Dalam memelihara urusan rakyat, penguasa hendaklah seperti pelayan terhadap tuannya. Sebabnya, “Sayyidu al-qawmi khâdimuhum (Pemimpin kaum itu laksana pelayan mereka).” (HR Abu Nu’aim).

Rasul saw. banyak memperingatkan penguasa dan pemimpin yang tidak amanah/khianat dan zalim. Mereka adalah pemimpin jahat (HR at-Tirmidzi). Pemimpin yang dibenci oleh Allah SWT, dibenci oleh rakyat dan membenci rakyatnya (HR Muslim). Pemimpin yang bodoh (imâratu as-sufahâ’), yakni pemimpin yang tidak menggunakan petunjuk Rasul dan tidak mengikuti sunnah beliau (HR Ahmad). Penguasa al-huthamah, yakni yang jahat dan tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya (HR Muslim). Penguasa yang menipu (ghâsyin) rakyat (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sayangnya, sistem sekular saat ini justru banyak melahirkan para pemimpin yang banyak dicela oleh Rasulullah saw. Pemimpin yang menggunakan kekuasaannya hanya untuk memperkaya diri dan golongannya, rakyat adalah alat yang digunakan untuk meraih kekuasaan, kekuasaan tidak digunakan untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat.

Negara seharusnya mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam termasuk dalam memilih pemimpin, sehingga umat memiliki kesadaran akan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang muslim yang menjadi pemimpin pun jelas berkualitas karena iman dan takwanya kepada Allah serta memiliki kompetensi, tidak perlu pencitraan agar disukai rakyat.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis