Kenaikan Gaji PNS (Menjelang Pemilu), Wajarkah?
Oleh: Najma Nabila
Lensamedianews.com, Opini – Presiden Joko Widodo resmi menaikkan gaji PNS dan TNI/ POLRI sebesar 8% dalam Perpres No. 10 Tahun 2024. Menanggapi hal ini, sejumlah pengamat politik berpendapat bahwa kenaikan gaji ini merupakan strategi untuk mendukung salah satu paslon dalam pemilu 2024. Karena, menguasai suara ASN yang jumlahnya mencapai 4,28 juta orang dapat menambah suara secara signifikan. Namun, hal ini ditampik oleh Kepala Biro Data, Hukum, Komunikasi dan Informasi KemenpanRB. (bbc.com).
Di sisi lain, sejumlah ASN mengatakan bahwa kenaikan 8% ini tidak terlalu signifikan lantaran 5 tahun terakhir tidak ada kenaikan sama sekali. Melihat hal itu, kebijakan ini menjadi dipertanyakan. Apakah benar hal ini punya tujuan menyejahterakan ASN? Atau memang punya maksud tertentu yang mengarah pada konflik kepentingan?
Jika pemerintah serius untuk menyejahterakan rakyatnya, tak perlu pilih-pilih kenaikan gaji menjelang pesta demokrasi 5 tahunan ini. Pemerintah punya wewenang dan kemampuan untuk menjaga harga pokok di pasaran agar tetap stabil tanpa kenaikan, mengatur periode kenaikan gaji tanpa menunggu pergantian masa jabatan, menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan berkualitas yang terjangkau bagi seluruh rakyat, bahkan juga mengatur agar kekayaan negeri sendiri benar-benar diolah untuk menyejahterakan seluruh rakyat, bukan terbatas memenuhi kepentingan pemilik modal dan pihak-pihak swasta. Jangan sampai momen pemilu ini malah disalahgunakan pihak-pihak berwenang di tataran negara untuk membuat kebijakan yang tidak dan dalam mencederai praktik keadilan itu sendiri.
Fenomena ini menunjukkan pada rakyat bahwa dalam demokrasi sesungguhnya kepercayaan rakyat pada pemimpin dapat dimanfaatkan untuk meraih tujuan tertentu, yang mana tidak benar-benar dipersembahkan untuk (kesejahteraan) rakyat. Betapa banyak ASN yang upahnya terus berkejaran dengan biaya hidup yang terus menuntut, bahkan harus mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Belum tuntutan membayar tagihan seperti pajak, asuransi kesehatan wajib BPJS, dan pendidikan anak-anaknya.
Hal ini sangat jauh berbeda pada Islam. Pemimpin dalam Islam tidak berorientasi pada kepentingan. Mereka menjalankan kepemimpinan berdasarkan syariat dan dilaksanakan sebagai jalan meraih rida Allah. Sehingga, Islam tak pernah memberi celah pada pemimpin untuk menjalankan amanahnya demi meraih keuntungan pribadi atau kelompok. Di sisi lain, kebutuhan-kebutuhan seperti pangan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya juga diatur agar dapat menjamin semua kebutuhan hidup masyarakat. Sumber daya alam milik negara juga dikelola sedemikian rupa agar negara mampu menjadi institusi mandiri yang tak bergantung pada asing. Karenanya, tak akan ada ketimpangan yang terjadi apalagi strategi menaikkan gaji PNS menjelang kontestasi politik 5 tahunan ini. [LM/Ah]