Gaji ASN Naik Jelang Pemilu

Oleh: Fatimah Nafis

 

LenSaMediaNews.com – Dugaan terkait kenaikan gaji ASN sebagai strategi pemerintah demi mendulang suara untuk salah satu pasangan Capres dan Cawapres nyatanya bukan isapan jempol. Bahkan disebut-sebut suara ASN berpotensi menambah 4,28 juta suara. Meski begitu, Kepala Biro Data, Hukum dan Komunikasi Publik KemenpanRB, Mohammad Averrouce menyebut kenaikan gaji ini hanya untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan ASN serta mengakselerasi transformasi ekonomi dan pembangunan nasional. (BBC Indonesia)

 

Presiden Joko Widodo secara resmi menandatangani dan mengumumkan kenaikan gaji PNS, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), TNI dan Polri sebesar 8 persen, sedangkan untuk pensiunan naik sebesar 12 persen. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2024 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil Menurut Peraturan Pemerintah no 15 tahun 2019 tentang Perubahan ke depalan belas Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji PNS ke dalam Gaji Pokok PNS. Akan tetapi sejumlah pegawai negeri menyebut kenaikan ini tidak terlalu signifikan bahkan tidak akan mempengaruhi pilihan politik mereka pada pemilu mendatang. (tirto.id)

 

Terlepas dari kategori mampu atau tidak mampu. Layakkah kebijakan menaikkan gaji PNS dilakukan oleh pemerintah di saat rakyat sedang dalam kondisi memperihatinkan? Namun faktanya hal ini sudah berlangsung sejak Orde Baru dan kental dengan unsur politis jelang pesta demokrasi. Serta kuatnya budaya patronase yakni tindakan balas budi terhadap kepentingan tertentu dengan menyalahgunakan kekuasaan hingga menjamurnya praktik korupsi. Inilah ciri sistem kapitalisme, menghalalkan segala cara demi asas manfaat. Kinerja pegawai pun ditentukan oleh besaran gaji, karena gaji dianggap sebagai faktor produksi.

 

Di dalam Islam, PNS atau ASN statusnya adalah pegawai (ajir). Mereka digaji oleh negara (sebagai musta’jir/ yang mempekerjakan) karena jasa (manfaat) atas tenaga yang dicurahkannya. Besaran upah, waktu kerja, jenis pekerjaan di dalam Islam ditentukan berdasarkan kesepakatan antara ajir dan musta’jir, sehingga tidak ada pihak yang dizalimi. Jika tidak terjadi kesepakatan antara keduanya, maka besaran upah ditentukan oleh para ahli (khubara) berdasarkan keumuman di pasaran hingga keduanya sepakat dan terikat dengan upah tersebut. Jaminan negara atas para pekerja di dalam Islam tidak akan membuat para pekerja terseret dalam kesepakatan-kesepakatan curang dengan pihak manapun, baik penguasa ataupun pengusaha.

Wallahu’alam bishowwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis