Pencurian Pasir Laut, Perusak Tapal Batas 

Oleh: Mia Annisa 

(Founder Kajian Remaja Gensha Bekasi)

Lensa Media News – Belum selesai polemik pemerintah Indonesia melakukan ekspor pasir lautnya. Baru-baru ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan operasional dua kapal keruk (dredger) berbendera Malaysia yaitu Zhou Shun 9 dan Yang Cheng 6. Merilis dari situs money.kompas.com, kapal ini diduga melakukan pengerukan tanpa izin dan dokumen di perairan Batam, Riau. Adapun merilis dari situs mongabay.co.id, nahkoda kapal mengklaim bahwa penambangan pasir laut yang dilakukan oleh kapal mereka berada wilayah Malaysia kemudian dibawa ke Singapura.

Tidak hanya itu kapal berbendera Singapura juga kedapatan sedang mencuri pasir laut di perairan Batam, kepulauan Riau, dalam satu bulan mereka bisa masuk ke Indonesia lebih dari 10 kali. Diketahui kapal tersebut menghisap pasir selama 9 jam dan mendapatkan 10.000 meter kubik yang dilakukan selama 3 hari dalam satu kali perjalanan. Hal ini berarti kapal yang berasal dari Singapura tersebut bisa mencuri 10.000 meter kubik pasir laut (money.kompas.com, 15/10/2024).

Direktur Jenderal PSDKP, Pung Nugroho menuturkan bahwa kapal tersebut melakukan penambangan berdasarkan dari hasil treking masyarakat. Ia memperkirakan kerugian negara akibat pengerukan pasir mencapai ratusan miliar per tahun. Pung Nugroho juga menambahkan secara regulasi KKP belum mengeluarkan satu lembar ijin kepada siapapun terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi laut.

Kasus masuknya kapal keruk asing yang mencuri pasir di wilayah perairan Indonesia dengan begitu mudahnya menunjukan jika negara lemah dalam menjaga wilayah khususnya perbatasan. Negara tidak memiliki kekuatan untuk menjaga kekayaan miliknya karena terbentur masalah anggaran dan tidak adanya kekuatan politik mengingat Indonesia sendiri adalah negara yang tunduk pada kapitalisme seringkali tersandera pada kepentingan politik pihak tertentu karena senantiasa menjadikan materi sebagai hitung-hitungannya. Wajar jika akhirnya tak mampu berkutik melawan kepentingan perusahaan atau kekuatan negara lain. Selain itu kondisi ini tak bisa dilepaskan pada prinsip ekonomi liberal bahwa sumber daya alam bisa dikuasai oleh perusahaan.

 

Mengubah Paradigma 

Seringkali laut hanya dipandang sebagai sumber daya, seperti ikan, terumbu karang, minyak, garam dan lain sebagainya yang berada di dalamnya. Sehingga kerugian yang ditimbulkan hanya dilihat sebagai ancaman ekonomi semata. Padahal masuknya kapal asing ke wilayah pesisir Indonesia juga akan membahayakan kedaulatan Indonesia.

Ini terjadi karena adanya kesalahan yang memandang laut sebagai komoditi bukan sebagai ruang atau yang dikenal teretori laut yang mesti disandarkan pada konteks akidah Islam. Bahwa laut adalah pesisir perbatasan yang harus dijaga sampai batas terjauh menggunakan alusista tercanggih. Pernah dicontohkan oleh Rasul yang mengadakan perjanjian dengan orang-orang Kristen Ailah penduduk yang tinggal di pesisir Laut Merah. Memberikan keamanan kapal-kapal laut mereka, mendapatkan pengamanan dari Allah dan Muhammad Nabinya.

Dalam fikih Islam konsep ini disebut ar-ribath, merupakan aktivitas menetap berjaga-jaga di tapal batas untuk menguatkan agama dan melindungi kaum muslimin dari kejahatan kaum kafir dan hukumnya adalah fardhu kifayah. Sebagaimana disampaikan dalam Quran Surah Ali Imran ayat 200 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Pelabuhan menjadi garda terdepan sebagai benteng. Di daerah pesisir harus dibangun benteng-benteng yang mengarah ke laut mercusuar dan yang lainnya memperhatikan aspek ekonomi dan militer.

Sayangnya hingga hari ini tak ada negara yang bisa mengambil konsep berjaga di tapal batas ini, khususnya wilayah pesisir selain negara Khilafah yang berideologikan Islam. Satu-satunya negara yang memiliki posisi tawar terhadap negara lain. Khilafah akan menempatkan para tentara (jaisy) terbaik dan panglima militernya dengan memenuhi segala kebutuhan hidupnya sehingga tidak akan ada lagi kapal-kapal yang masuk untuk mencuri pasir di wilayah perbatasan seperti yang terjadi saat ini.

Mereka yang berjaga di tapal batas juga memiliki banyak keutamaan. Dalam banyak hadits disampaikan.

Menjaga wilayah perbatasan satu hari di jalan Allah lebih baik dari dunia dan seisinya.” (Muttafaq ‘alaih, Al Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Saw bersabda, “Menjaga perbatasan sehari semalam di jalan Allah subhanahu wa ta’ala lebih baik dari puasa 1 bulan dan malam-malam didirikannya qiyamul lail. Jika ia mati ia akan mendapat pahala sesuai amalannya, mendapat rezeki di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan aman dari fitnah dunia akhirat.” (HR. Thabrani).

Wallahu’alam.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis