Rakyat Harus Punya Malu, Bagaimana Penguasa?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

Lensa Media News–Bupati Indramayu, Nina Agustina mengatakan, jumlah warganya yang menerima bantuan pangan untuk Januari 2024 mencapai 260.190 KPM. Jumlah itu meningkat dibandingkan penerima bantuan serupa pada tahun 2023 yang hanya 227.432 KPM. Setiap KPM menerima bantuan beras sebanyak sepuluh kilogram (republika.co.id, 6/2/2024).

 

Meski demikian, hal itu tidak berarti terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Indramayu. Sebab data penduduk miskin di Kabupaten Indramayu justru mengalami penurunan. Hal itu sesuai data BPS, dimana penduduk miskin tahun 2022 di Kabupaten Indramayu tercacat 12,77 persen dengan 227.432 KPM. Sementara untuk tahun 2023, penduduk miskin di Kabupaten Indramayu turun menjadi 12,13 persen dengan 260.190 KPM.

 

Nina menduga, naiknya jumlah KPM akibat adanya ketidakcocokan data di lapangan. Terlebih dia mendapatkan banyak laporan, adanya warga yang sudah mampu, justru masuk dalam daftar KPM penerima bansos. ‘’Saya imbau agar masyarakat mulai menerapkan budaya malu. Yang merasa sudah mampu, informasikan kepada petugas kami di lapangan agar kuotanya bisa dialihkan kepada warga yang benar-benar membutuhkan,’’ kata Nina.

 

Kebutuhan Pokok Jaminan Negara

 

Adanya ketidakcocokan data di lapangan menunjukkan upaya penguasa yang setengah hati melayani rakyatnya. Beras adalah salah satu kebutuhan pokok yang seharusnya bisa diakses individu rakyat dengan mudah sebab ada jaminan negara dalam pemenuhannya.

 

Bicara kebutuhan pokok pangan maka sekaligus ini berbicara tentang sistem ketahanan pangan, dimana jika ketahanan pangan sebuah negara kuat, maka negara akan berdaya dan mandiri. Sebaliknya, jika ketahanan pangan sebuah negara lemah maka bisa dipastikan negara tersebut dalam keadaan tidak baik-baik saja.

 

Sistem ketahanan pangan yang kuat butuh sistem yang kuat pula, sementara kapitalisme yang diambil sebagai sistem pengaturan negara kita, juga sebagian besar negara di dunia samasekali tak bisa mewujudkan ketahanan pangan yang dimaksud, kecuali untuk segelintir orang yang mereka memiliki modal besar.

 

Sejatinya para pemilik modal besar inilah yang mengatur perekonomian sebuah negara, masuk melalui kebijakan para pemimpinnya agar leluasa menguasai produksi sekaligus distribusi. Maka bisa dipahami mengapa harga kebutuhan pokok melejit tak terbeli setiap harinya, bukan saja menjelang peringatan hari besar.

 

Program pemerintah pun tak terkait dengan kesejahteraan rakyat, seperti food estate atau bantuan pangan berupa beras 10 kilogram per KK sekalipun. Sedangkan beras saja kita lebih memilih impor dan bukannya memperbaiki sistem pertanian, pembagian benih, pupuk, hingga penggunaan teknologi pangan terbaru. Belum lagi bertabrakan dengan kebijakan kepemilikan lahan yang rentan diambil alih menjadi milik negara atau investor karena UU Cipta Kerja.

 

Negara Adalah Pengurus Urusan Umat

 

Budaya malu begitu ditekankan untuk rakyat, dengan dalih tak tepat sasaran untuk program bantuan pangan. Seharusnya lebih malu penguasa, mengapa tak mampu memberi kesejahteraan hakiki bagi rakyatnya sehingga harus terjadi peristiwa “ memalukan” itu.

 

Kebutuhan pokok yang menjadi hak rakyat untuk dipenuhi negara hanya bisa diwujudkan jika pemimpin negeri ini sebagaimana yang Rasulullah maksud, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

 

Seorang pemimpin tak hanya hadir sebagai sosok pemegang kekuasaan, namun ia bekerja melayani rakyat dengan syariat. Bekerja untuk rakyat tanpa syariat sama saja bohong, jelas hawa nafsunya yang berbicara.

 

Maka, pemenuhan kebutuhan pokok pangan, ada dua hal yang akan ditempuh negara. Yaitu mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung, negara akan menyediakan lapangan pekerjaan untuk para pria agar mereka mampu menafkahi keluarga yang menjadi tanggungannya. Baik dengan pembukaan industri pengelolaan SDA yang menjadi milik negara maupun umum, maupun pemberian modal bergerak maupun tidak bergerak. Semisal pemberian modal, pupuk, mesin, pelatihan dan sebagainya.

 

Mekanisme tidak langsung adalah melalui pembangunan fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan dan lain sebagainya yang pembiayaannya berasal dari harta kepemilikan negara seperti fa’i, jizyah, kharaz dan lainnya. Negara juga wajib membagikan harta zakat kepada delapan asnaf sebagaimana dimaksud dalam Alqur’an.

 

Dengan demikian, tak perlu subsidi pangan, yang sifatnya temporer dan terbatas. Baik secara wilayah sebaran maupun pendanaan. APBN negara, yang diambil dari pajak turut mempeburuk program ini, semua rakyat wajib pajak namun tidak semua rakyat mendapatkan haknya menikmati terpenuhinya kebutuhan pokok secara merata.

 

Semua butuh dikembalikan kepada sistem yang sahih, yang berasal dari Yang Maha Pemurah dan Penyayang, Allah swt. yaitu Islam dan mencabut sistem kapitalisme batil ini. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis