Jaminan Halal adalah Tanggung Jawab Negara, Haram Dikomersialisasi


Oleh: Villia Sekar Ayu Restianti

 

LenSa MediaNews__Sekarang ini kebutuhan akan sertifikasi halal semakin meningkat terutama bagi masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam. Yah, kehalalan makanan dan minuman patut diperhatikan. Sebab sebagai seorang muslim apapun yang melekat dan masuk dalam tubuh kita harus halalan thoyyiban. Tak boleh ada keharaman karena bisa menghalangi diterimanya doa dan amal.

 

Karenanya negara mengeluarkan kebijakan, semua produk makanan dan minuman yang diperdagangkan di tanah air wajib mengurus sertifikat halal paling lambat 17 Oktober 2024. Kebijakan ini tidak hanya berlaku bagi restoran-restoran besar, tetapi juga bagi para pedagang termasuk dari kalangan pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Tak tanggung-tanggung, bagi para pelanggar akan diberikan sanksi berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Sanksi ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

 

Tentu saja kebijakan ini menjadi kabar gembira bagi masyarakat Indonesia, kita tidak perlu lagi pusing dalam mencari produk makanan dan minuman halal. Namun, disisi lain kebijakan ini membuat para pedagang kaki lima (PKL) keresahan pasalnya biaya pembuatan sertifikat halal yang lumayan mahal, belum lagi adanya oknum yang melakukan pungli. Mereka mengaku tidak mempermasalahkan kewajiban sertifikasi halal dan akan dengan senang hati mengurusnya asalkan gratis. (Tirto.id, 2-2-24).

 

Disebutkan bahwa biaya pembuatan sertifikat halal mencapai 12.500.000 bagi usaha besar, 5.000.000 bagi usaha menengah, dan 300.000 bagi usaha kecil. Angka-angka diatas masih tergolong memberatkan terutama bagi pedagang kaki lima yang pendapatannya tak seberapa. Belum lagi jika ingin melakukan perpanjangan, kembali mengeluarkan uang. (Liputan6.com, 2-2-24).

 

Memang benar negara memberlakukan pembuatan sertifikat gratis sejak Januari 2023 kepada 1 juta PKL, tetapi jumlah ini jauh lebih sedikit jika dikaitkan dengan keberadaan PKL yang berkisar 22 juta di seluruh Indonesia. Miris bukan? Nasib para pedagang kaki lima seolah dipersulit oleh negara.

 

Sistem Negara yang Rusak

Jika ditinjau lagi penyebab semua kesengsaraan yang terjadi di Indonesia adalah lantaran sistem negara yang rusak. Sistem kapitalisme yang membuat negara tidak memikirkan rakyat. Setiap kebijakan selalu ada pihak yang dirugikan dan yang paling dirugikan adalah rakyat-rakyat kecil. Dalam perkara agama pun tetap ada cara-cara kotor yang dilakukan.

 

Sistem kapitalisme membuat semua bisa dikomersialisasi atau diperdagangkan. Sebab yang dipikirkan hanyalah uang dan keuntungan. Hal ini juga erat kaitannya dengan peran negara yang hanya menjadi regulator atau fasilitator. Artinya negara hanya sebagai alat yang digunakan oleh para penguasa atau pemilik modal guna memperkaya diri mereka.

 

Kembali kepada Islam

Kita butuh perubahan yaitu menganti sistem yang saat ini sedang berlaku dengan sistem Islam. Sebab Islam akan menjadikan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk melindungi akidah/agama. Negara harus hadir dalam memberikan jaminan halal. Apalagi kehalalan produk berkaitan erat dengan kondisi manusia di dunia dan akhirat, baik secara jasmani maupun rohani. Negara memberikan layanan ini secara gratis.

 

Negara akan mengedukasi para pedangan dan masyarakat agar sadar halal dan mewujudkannya dengan penuh kesabaran. Tak hanya itu, negara juga akan menjamin pembiayaan sertifikat halal dan melayani dengan kemudahan birokrasi secara cepat dan mudah. Sungguh luar biasa jika sistem Islam ini diterapkan.

 

Oleh karenanya, kita sebagai seorang muslim sudah seharusnya mengkaji Islam secara sungguh-sungguh dan istiqomah. Bukan hanya perkara ibadah dan akhlak yang perlu dikaji, tetapi juga terkait peraturan negara dalam sistem Islam agar pemikiran kita semakin terbuka dan tak mudah menerima apapun secara mentah tanpa melihat dari sisi agama. Mari kita ganti sistem yang penuh kesengsaraan ini dengan sistem Islam.

Please follow and like us:

Tentang Penulis