Tarif Tol Naik: Pihak Swasta Bahagia, Rakyat Merana
Oleh: Novriyani, M.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
Lensa Media News–Rencana kenaikan tarif jalan tol akan terjadi pada kuartal 1-2024. Ada beberapa ruas jalan tol di Indonesia yang akan mengalami kenaikan tarif. Pasalnya, kenaikan tarif tersebut dinilai sudah sesuai aturan.
Pernyataan ini disampaikan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan bahwa tarif sejumlah tol akan mengalami penyesuaian dalam waktu dekat. Setidaknya terdapat 13 ruas tol yang akan mengalami kenaikan tarif (detik.com, 12/1/2024)
Kenaikan tarif ini berdasarkan pada Pasal 48 UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan sebagaimana diubah terakhir melalui UU Nomor 2 Tahun 2022 dan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol. Evaluasi penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 tahun sekali. Perhitungan berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol (detikjatim, 13/1/2024)
Berdasarkan UU yang berlaku menunjukkan bahwa kenaikan tarif sudah direncanakan sebelumnya. Rencana kenaikan ini juga menampakkan bahwa keberadaan jalan tol menjadi ajang bisnis yang dikomersilkan oleh pemilik modal.
Hal ini menjadi sebuah keniscayaan karena dalam proses pembangunan jalan tol, pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta (pemilik modal). Dimana pihak swasta berinvestasi pada proyek yang menjanjikan tersebut.
Bentuk kerjasama pemerintah dan swasta akan menghasilkan dan menerapkan sebuah kebijakan yang pastinya berpihak pada swasta. Pemerintah akan senantiasa membuat kebijakan yang sejalan dengan kehendak swasta. Termasuk regulasi kenaikan tarif tol yang terjadi di beberapa ruas tol.
Disisi lain, pihak swasta juga memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan dari setiap kerjasama yang dilakukan. Investasi yang ditanamkan harus memberikan keuntungan sebanyak-banyaknya. Itulah prinsip yang diadopsi swasta yang saat ini digunakan oleh negara kita. Sistem kapitalisme yang berasaskan pada materi atau keuntungan. Segala sesuatunya dikomersilkan untuk memperoleh materi.
Kondisi ini menunjukkan potret buruknya sistem kapitalisme. Pemerintah hanya memprioritaskan pada keuntungan dan investasi agar tetap eksis dan bertahan di dalam negeri. Konsep materialisme ini dijadikan sebuah aturan dan regulasi, sehingga tolak ukur atau arah pandang kebijakan akan terarah pada kapital.
Penerapan kebijakan ini berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan rakyat dalam sarana transportasi yang aman, murah, dan terjangkau. Kebutuhan jalan tol hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu. Kebijakan ini tidak membawa pada kesejahteraan rakyat, yang ada justru pihak swasta bahagia sementara rakyat merana. Bahkan negara akan senantiasa berpihak pada konglomerat bukan pada rakyat.
Keadaan ini akan berbeda apabila negara menerapkan sistem Islam. Islam sangat memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Mulai dari kesehatan, pendidikan, kebutuhan pangan, hingga infrastruktur lainnya seperti jalan raya. Jalan raya menjadi bagian dari pelayanan negara. Negara bertindak sebagai pemelihara bukan pebisnis.
Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam Islam, pengurusan rakyat hanya dibebankan pada negara bukan pihak swasta. Rakyat bebas menggunakan jalan raya yang merupakan bagian dari infrastruktur umum.
Rakyat berhak memperoleh fasilitas kesehatan, pendidikan, sarana prasarana yang aman, nyaman, gratis dan terjangkau untuk kebutuhan hidupnya. Semua itu akan disediakan oleh negara dalam satu kota yang tidak jauh jangkauannya. Negara akan membangun semua kota dengan memberikan pelayanan yang sama baiknya.
Keberhasilan penerapan sistem Islam terbukti pada pembangunan tata ruang perkotaan di masa Khalifah dulu. Kesejahteraan rakyat dapat diperoleh dan terwujud ketika Islam diterapkan. Hal ini terbukti selama 13 abad Islam berjaya. Tidakkah kalian rindu akan bangkitnya Islam kembali? Wallahualam bissawab. [LM/ry].