Konflik Agraria, Niscaya Ada dalam Sistem Kapitalisme

Oleh : Yuke Octavianty

(Forum Literasi Muslimah Bogor)

 

Lensa Media News – Konflik agraria menjadi salah satu masalah yang terus mencuat. Beragam dampak dirasakan oleh masyarakat. Mulai dari kehilangan tempat tinggal hingga hilangnya nyawa.

Kejamnya Kasus Agraria Berbuah Derita

Sebanyak 212 konflik agraria terjadi sepanjang tahun 2022. Dan terdapat 497 kasus kriminalisasi dialami oleh pejuang hak atas tanah di berbagai wilayah (kompas.id, 9/1/2023). Solusi masalah agraria ini masih dalam bayang-bayang utopi yang hingga kini masih belum memberikan efek yang jelas. Meningkatnya kasus konflik agraria terangkum dalam catatan akhir tahun 2022 Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang diluncurkan di Jakarta, Senin (9/1/2023). Pemerintah harus mampu menunjukkan kemauan politik kuat demi menyelesaiakan berbagai kasus agraria yang terus meningkat sejak 2022.

Gencarnya pembangunan infrastruktur menjadi penyebab utama meningkatnya konflik agraria. Tengok saja, berbagai kasus PSN (Proyek Strategis Nasional). Proyek tersebut telah memicu setidaknya 115 kasus konflik agraria sejak 2020 hingga 2023 (databoks.com, 18/1/2023). Demikian dicatat dalam laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Absennya partisipasi dan keputusan rakyat memberikan ruang yang kacau dalam pembangunan infrastruktur nasional. Penggusuran lahan rakyat yang dilakukan sepihak memantik kebijakan-kebijakan kasar yang tidak membela kepentingan rakyat. Parahnya lagi, skema PSN saat ini telah memasukkan semua kategori proyek. Termasuk bisnis pertambangan oleh swasta asing. Tak dipungkiri, konsep ini pun menambah gerbong panjang rangkaian kasus agraria di Indonesia.

Kebebasan kepemilikan menjadi salah satu konsep yang merusak tatanan kehidupan dalam masyarakat. Sistem saat ini membolehkan kepemilikan lahan oleh swasta atau asing asalkan ada legalisasi negara. Konsep kepemilikan ini pun tidak memiliki batas aturan jelas. Rakyat yang lemah selalu dibidik dan pasti kalah dalam “pertarungan perebutan lahan” yang dilakukan negara dan swasta. Karena konsep regulasi dalam negara selalu mengutamakan kepentingan para kapital alias pemilik modal. Modal yang besar mampu mengendalikan regulasi yang sebelumnya telah ditetapkan negara. Negara tidak mampu lagi sebagai pelindung dan pelayan rakyat. Aturan yang ada membuat para pengusaha berkuasa untuk mengamankan segala kepentingannya. Dalih peningkatan kesejahteraan rakyat selalu menjadi iming-iming yang disodorkan. Padahal faktanya, kesejahteraan justru tidak pernah diraih oleh rakyat.

Inilah konsekuensi diterapkannya sistem kapitalisme liberal. Sistem yang melegalkan siapapun untuk merebut lahan, asalkan memiliki modal. Dengan konsep rusak ini, kepemilikan lahan rakyat akan mudah tergusur oleh para pemilik modal. Meskipun rakyat memiliki sertifikat sah atas kepemilikannya. Karena semua regulasi dapat dengan mudah diubah oleh regulasi negara melalui keputusan para kapitalis oportunis. Alhasil, hak rakyat selalu dirampas dengan seenaknya. Derita rakyat pun menjadi hal yang pasti terjadi dalam konsep kapitalisme.

 

Penjagaan Sistem Islam

Dalam sistem Islam, konflik agraria tidak akan terjadi. Karena konsep utama dalam pengaturan sistem Islam adalah demi menjaga setiap kepentingan rakyat.

Skema pembangunan infrastruktur dalam Islam senantiasa menggunakan sistem ekonomi dan pengaturan politik Islam. Ideologi Islam menjadi dasar pengaturan kehidupan umat. Semuanya dijalankan dalam satu institusi khas, yakni khilafah Islamiyyah.

Rasulullah SAW. bersabda,

Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

Pembangunan dalam Islam senantiasa mengedepankan kepentingan rakyat. Bukan untuk tujuan kepentingan para kapitalis. Sehingga konsep pembangunan yang ada dalam sistem Islam selalu menilik pada segala yang dibutuhkan rakyat. Untuk berbagai tujuan pelayanan rakyat misalnya memudahkan mobilisasi, mendukung pelayanan kesehatan masyarakat, kebutuhan pendidikan, sentra ekonomi yang dibutuhkan rakyat dan beragam kepentingan dasar rakyat lainnya.

Pembangunan akan dilaksanakan sepenuhnya oleh negara tanpa melibatkan pihak swasta ataupun asing. Orientasi kepentingan pembangunan senantiasa dijaga untuk melayani kepentingan rakyat. Bukan kepentingan bisnis.

Menyoal tata kepemilikan lahan. Islam pun memiliki konsep yang jelas sesuai syariat. Pertama, lahan milik individu seperti lahan pertanian, hunian, ladang, dan sejenisnya. Kedua, lahan milik umum, seperti hutan, tambang dan semisalnya. Ketiga, lahan milik negara, yakni lahan yang di atasnya terdapat bangunan milik negara. Negara tidak boleh semena-mena melakukan penggusuran terhadap hak rakyat. Kecuali jika ada kondisi tertentu yang mengancam kehidupan rakyat. Seperti, lahan yang rawan banjir, berpotensi gempa atau bencana lainnya.

Betapa sempurna Islam menjaga hak rakyat. Pelayanan sempurna senantiasa mampu menjamin penjagaan kehidupan rakyat dengan utuh dan menyeluruh.

Wallahu a’lam bisshowwab.

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis