Solusi Sistemis Masalah Sampah


Oleh Nining Sarimanah

 

LenSa MediaNews__Lingkungan yang bersih, tentu dambaan bagi semua orang. Kita bisa membayangkan jika hidup di lingkungan yang bersih, rapih, dan asri maka kualitas hidup masyarakat lebih baik karena terhindar berbagai penyakit yang berasal dari tumpukan sampah yang tidak terurus dengan baik. Mirisnya, tumpukan sampah menyebabkan arus lalu lintas terganggu.

 

 

Seperti yang terjadi di Jalan Rajawali Timur, Ciroyom, Kecamatan Andir, Kota Bandung, terlihat tumpukan sampah berserakan bahkan sampai memakan setengah badan jalan yang menyebabkan arus lalu lintas menjadi terganggu. Sampah ini, berasal dari pasar Ciroyom dan juga limbah rumah tangga masyarakat sekitar. (AyoBandung.com, 13-1-2024)

 

 

Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung, salah satunya di Kecamatan Regol. Menurut Camat Regol, Sri Kurniasih, berbagai program telah dilaksanakan guna meningkatkan pengelolaan sampah mandiri mulai dari sumbernya. Program tersebut, mulai dari pembentukan tim penangan sampah, pengaktifan Kawasan Bebas Sampah (KBS), sosialisasi dan edukasi, hingga pemilahan dan pengolahan sampah.

 

 

Pengolahan sampah organik menggunakan metode komposter, biopori, loseda, ecobrik, dan magotisasi. Sementara, pengolahan sampah anorganik, di Kecamatan Regol telah memiliki 9 bank sampah yang tersebar di seluruh kelurahan. Tak hanya itu, Kecamatan Regol juga memiliki berbagai inovasi untuk mendorong warga mengelola sampah mulai dari Gerakan Adu Campernik (Ayo ke Posyandu Candak Sampah kering Anorganik), Gerakan Rumah Daun (Garuda) hingga Gerakan Misting dan Kempis (Gamis). (Bandung.go.id, 9-1-2024)

 

 

Program tersebut memang harus kita apresiasi. Sayangnya kesadaran pentingnya kebersihan belum dipahami oleh masyarakat secara keseluruhan. Faktanya, tumpukan sampah tidak hanya di jalan Rajawali Timur, sampah yang menumpuk dan berserakan banyak kita temukan di sekitar lingkungan rumah penduduk seperti di Babakan Irigasi. Artinya, menciptakan lingkungan bersih saat ini memang tidak mudah, banyak orang yang tidak peduli dengan hal ini.

 

 

Jika kita telisik, mengapa persoalan sampah sulit diatasi. Ternyata, masalah ini tidak hanya menyangkut masalah manajemen pengolahan sampah semata, tetapi berkaitan erat dengan pandangan hidup yang diterapkan suatu negara. Saat ini, sekuler kapitalisme adalah ideologi yang dijadikan landasan dan aturan yang mengatur negara dan masyarakat. Idelogi ini, melahirkan masyarakat berjiwa individualisme yang berdampak pada sulitnya membangun kesadaran pada mereka arti pentingnya kebersihan dan hidup bersih.

 

 

Masyarakat akan disiplin jika dibina degan Islam. Islam menjadikan individu-individunya merasa diawasi oleh Allah Swt. atas segala perbuatannya. Sementara, sekuler kapitalisme akan membentuk individu-individu yang kurang bertangung jawab dan tidak peduli terhadap kebersihan dan hidup sehat. Karena itu, dalam Islam kesadaran individu akan efektif, sementara pengawasan orang lain sifatnya hanya mencegah.

 

 

Selain kesadaran individu masyarakat, dibutuhkan pula peran negara. Seperti menyediakan lokasi pembuangan dan penyediaan dana, merupakan kewajiban negara sebagai penganyom masyarakat. Kewajiban ini, tidak bisa diserahkan kepada masyarakat. Namun, kapitalisme menjadikan negara bukan sebagai pengayom tapi regulator bagi para kapital sehingga banyak urusan masyarakat yang diabaikan bahkan masalah sampah pun tidak mampu diatasi.

 

 

Islam berbeda dengan kapitalisme dalam menangani sampah. Islam mewajibkan individu muslim terikat dengan hukum syarak, termasuk menjaga kebersihan merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan. Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah saw. yang diriwayatkan Baihaqi yang artinya, “Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih.”

 

 

Pemahaman pentingnya menjaga kebersihan akan menumbuhkan kesadaran individu masyarakat untuk memilah, mengelola, dan mengurangi sampah. Hal ini dilakukan dengan cara mengkonsumsi sesuatu secukupnya, tidak berlebihan. Inilah gaya hidup Islam yang tertancap kuat dalam masyarakat karena setiap kepemilikan akan ditanya pemanfaatannya, bernilai pahala atau sebaliknya.

 

 

Edukasi pentingnya menjaga lingkungan akan terus dilakukan sebagai wujud tanggung jawab warga negara. Karenanya, dibutuhkan kerjasama antara individu, masyarakat, juga negara. Sebagaimana dalam sejarah kekhilafahan pada masa bani Umayah, di mana jalan-jalan di Cordova bersih dari sampah. Ini karena, paradigma penguasa dalam Islam sebagai pelayan umat.

 

 

Penguasa akan memastikan mekanisme dan infrastruktur pengelolaan sampah umum agar terkelola dengan baik. Tak lupa, negara akan mendorong para ilmuwan menciptakan teknologi-teknologi pengelolaan sampah sehingga kehidupan asri, bersih, dan nyaman bisa terwujud dan dirasakan oleh masyarakat.

 

Dengan demikian, hanya Islam yang mampu mengatasi persoalan sampah sampai ke akarnya. Sebaliknya, sistem kapitalisme jelas tidak akan mampu mengurai masalah ini hingga tuntas.

Wallahu a’lam bishshawab

Please follow and like us:

Tentang Penulis