Dana Berlimpah, Sistem Amanah, Mitigasi Lancar!
Oleh : Ummu Rifazi, M.Si
Lensa Media News–Musim hujan masih berlangsung dan suasana masih mencekam karena berpotensi menimbulkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah Indonesia. Dalam kurun sepekan ini, bencana banjir dan tanah longsor terparah terjadi di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu, dan Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Bahkan, BPBD Kabupaten Sigi menetapkan banjir bandang di Desa Balongga dan Sambo masuk tanggap darurat bencana (tribunnews.com, 19/04/2024).
Satgas Bencana Nasional BUMN Provinsi Bengkulu menyerahkan bantuan untuk Kabupaten Lebong, sebagai upaya sinergi dan kolaborasi antara pemerintah dan BUMN. Inisiatif tersebut tidak hanya sebatas pada penyaluran bantuan sesaat, tetapi juga mencakup upaya-upaya mitigasi dan pemulihan yang berkelanjutan (antaranews.com, 19/04/2024).
Pengelolaan Dana Mitigasi, Tanggung Jawab Siapa?
Berdasarkan laporan World Risk Report 2022, Indonesia merupakan salah satu negara paling rawan bencana di dunia, menempati urutan ketiga setelah Filipina dan India. Hal ini karena Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng. Adanya pergerakan lempeng ini membuat Indonesia sangat rentan terkena bencana alam, khususnya di bidang geologi seperti gempa bumi tektonik, tsunami, hingga erupsi gunung berapi (cnbcindonesia.com/6/12/2022).
Oleh karena itu, sudah sepatutnya Pemerintah siap secara preventif maupun kuratif dalam menghadapi potensi rawan bencana ini dengan mitigasi yang sungguh-sungguh dan professional.
Pada kenyataannya, meskipun terdapat UU 24/2007 dan PP No.21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana ternyata tak mampu menjawab berbagai persoalan. Salah satu yang teramati oleh Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referandum bahwa terdapat sejumlah persoalan sengkarut dalam praktik penanggulangan bencana yang dilakukan pemerintah, dimana antara pemerintah pusat dan daerah saling lempar tanggung jawab, terutama masalah pendanaan, akibatnya masyarakat terdampak mengalami penderitaan (hukumonline.com/13/12/2021).
Saat memberikan sambutan dalam Rakornas Penanggulangan Bencana di JI-Expo Kemayoran Jakarta, Kamis 2 Maret 2023, Presiden Joko Widodo mengatakan sudah seharusnya setiap pemda dan BPBDlah yang terlebih dulu menganggarkan bersama dana mitigasi dan penanggulangan bencana terutama jika daerah tersebut rawan bencana, dengan cara mengidentifikasi potensi bencana di daerahnya masing-masing, sehingga dapat memperhitungkan kebutuhan dana saat prabencana maupun pascabencana.
Jika pemda tidak mampu barulah akan ditangani pemerintah pusat. Presiden juga mengatakan bahwa aturan Pemda rumit sehingga mengakibatkan bantuan kebencanaan hanya melintas namun tak kunjung dibagi kepada masyarakat korban (antaranews.com/02/03/2023).
Sistem Islam Menjamin Pengelolaan Mitigasi Bencana Terbaik
Kita dapat belajar dari sejarah, betapa agung dan mulia sikap Khalifah Umar bin Khattab dalam mengayomi rakyatnya, misalnya dalam menangani bencana alam paceklik di seluruh kawasan Jazirah Arab. Beliau tak malu terjun langsung menjadi pelayan bagi rakyatnya yang membutuhkan bantuannya.
Beliau membentuk tim untuk menanggulangi bencana kekeringan ini dan segera menyalurkan bantuan kepada orang yang berada di luar Madinah dan menampung orang yang mengungsi. Beliau memberikan segalanya hingga tidak ada yang dapat diberikan. Kemudian Beliau mengirim surat kepada Abu Musa di Bashrah dan Amru bin Ash di Mesir yang berisi, “Bantulah umat Muhammad, mereka hampir binasa”.
Ia pun tidak mempermasalahkan tubuhnya kurus dan kulitnya menghitam ketika ia dan rakyatnya dilanda musim paceklik. Tidak ada perlakuan khusus terhadap Umar selama musim paceklik. Umar Ra. berkata, “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Khalifah Umar menyadari bahwa ia akan mempertanggungjawabkan posisinya sebagai pemimpin, sebagaimana sabda Rasulullah , “Imam (waliyul amri) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).
Sumber pemasukan yang beragam dan berlimpah dari milik individu, umum, maupun negara, dikelola di Baitul Mal. Untuk penanganan bencana, ada seksi khusus yaitu Seksi Urusan Darurat Bencana Alam (ath-Thawaari). Dengan prinsip sentralisasi, pembiayaan dan pengaturan belanja negara juga dianggap satu. Dana dari seluruh wilayah negara Islam ditarik ke pusat (Baitul Mal), kemudian didistribusikan ke masing-masing daerah sesuai dengan kebutuhannya.
Jika ada wilayah yang membutuhkan dana dengan jumlah yang besar untuk kebutuhan penduduk wilayah tersebut, atau untuk dana musibah bencana alam, sementara pemasukan wilayah tersebut tidak mencukupi kebutuhan, maka pemerintah pusat membantu daerah tersebut. Baitulmal merupakan tanggung jawab penuh khalifah dalam menetapkan perkaranya. Maasyaa Allah, Allahummanshuril bil Islam in syaa Allah, wallahu a’lam bisshowwab. [LM/ry].