Penderitaan Perempuan di Balik Kenaikan Indeks Pembangunan Gender

Penderitaan Perempuan di Balik Kenaikan Indeks Pembangunan Gender

Oleh: Helmy Agniah

 

LenSaMediaNews.com – Perempuan dianggap semakin berdaya dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya yang ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender. Dilansir dari Jakarta ( ANTARA) pada Sabtu 2023.

 

Pernyataan tersebut senantiasa menjadi dalih agar porsi perempuan bekerja diperbanyak untuk menghapus diskriminasi dan ketimpangan perempuan di dunia kerja. Pemberdayaan perempuan memang dimaksudkan agar perempuan mengambil peran sebagai aktor ekonomi dan pembangunan. Kapitalisme melihat perempuan adalah manusia kuat yang multitasking. Berdaya oke, bekerja makin kece.

 

Padahal sejatinya perempuan makin banyak mendapatkan permasalahan dalam hidupnya. Seperti tingginya angka perceraian, KDRT, kekerasan seksual dan lainnya menjadi bukti perempuan menderita. 

Pelibatan perempuan dalam partisipasi kerja sejatinya adalah bentuk eksploitasi pada perempuan. Tenaganya diperas, perannya sebagai ibu dipangkas. Negara yang seharusnya memberi pemenuhan kebutuhan dasar justru menjadikan perempuan sebagai tameng dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, hingga berdampak pula pada kondisi generasi. 

 

Di balik pelibatan perempuan dalam dunia kerja yang sebenarnya bukanlah menjadi sebuah solusi bagi perempuan saat ini. Apalagi untuk menjadi alat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Sebaliknya, kondisi demikian sebenarnya membawa para perempuan pada kesengsaraan serta menjadi korban pula. Bagaimana tidak? Para perempuan di tempat kerjanya mendapatkan kekerasan seksual, dilecehkan bahkan sampai menjadi korban pemerkosaan. Kemudian lagi, harus lembur sehingga anak-anak dibiarkan tidak terurus. Menyebabkan sebagian besar menjadi generasi yatim piatu bukan karena ditinggal mati tetapi ‘ditelantarkan’ oleh orangtuanya. Lantaran seorang ibu sibuk untuk bekerja di luar rumah. Walhasil,  Generasi banyak yang terindikasi menonton video dewasa, dan bahkan ikut menjadi pelaku sekaligus korban kekerasan seksual.

 

Generasi menjadi goyah, tidak tahu arah hidup. Lantas mereka jauh dari pengasuhan, baik ilmu, mental yang kemudian terkikis atas kehilangan peran sebagian seorang ibu. Sungguh miris, arah hidup generasi saat ini, yang padahal sejatinya mereka itu adalah aset bagi sebuah peradaban. Yang menjadi estafet untuk melanjutkan kehidupan Islam. Harusnya, namun sistem saat ini sengaja kemudian membunuh mental mereka secara halus lewat para orangtua mereka.

 

Dalam sistem kehidupan hari ini, terdapat kesalahan paradigma dalam melihat perempuan dan solusinya. Islam menjadikan perempuan mulia dan kehormatan yang harus dijaga.

Sangat berbeda sekali dengan paradigma di dalam sistem Islam ketika memandang serta memposisikan perempuan. Di dalam Islam perempuan diposisikan sebagai madrasatul ‘ula, sekolah utama bagi buah hati. Dari rahimnya, lahir generasi emas. Penentu dan pembawa peradaban yang baik yakni peradaban Islam. Inilah hakikat komitmen Islam pada perempuan. 

 

Bukan narasi palsu kapitalisme yang menyudutkan perempuan bahwa mereka hanya sebagai pencetak anak. Kemudian, di-eksploitasi untuk kepentingan pribadi, sungguh miris. 

Syariat Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan mulia. Segenap aturan yang mengikat perempuan sejatinya dalam rangka menjaga kemuliaan mereka sebagai “pabriknya” generasi. Merekalah penentu bangkit dan runtuhnya sebuah peradaban. 

 

Di antara ketentuan tersebut ialah : pertama, sebagai ummun warabatul bait, yaitu ibu generasi dan pengelola rumah tangga. 

Sebagai ibu, perannya tidak main-main, juga bukan kaleng-kaleng. Di tangan merekalah generasi terbentuk. Baik buruknya generasi bergantung pada pola pendidikan dan pengasuhan yang diberikan kaum ibu. Jadi, tidak berlebihan jika sebuah peradaban ditentukan dari para perempuannya.

 

Kedua, pemberdayaan perempuan dalam Islam adalah mengoptimalkan potensi dan peran publik-nya untuk kemaslahatan umat, yaitu berdakwah. Melakukan amar makruf nahi mungkar, dan membina umat dengan tsaqafah Islam.

 

Ketiga, perempuan bekerja hukumnya mubah. Pekerjaan tidak boleh melalaikannya dari tugas utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi. Dalam Islam, kewajiban nafkah hanya dibebankan kepada laki-laki. Negara juga akan memenuhi kebutuhan pokok rakyat dengan maksimal sehingga perempuan tidak perlu mencari tambahan penghasilan.

 

Keempat, Islam memberikan hak yang sama pada perempuan dalam menempuh pendidikan. Perempuan boleh menjadi guru, dokter, insinyur, dll. untuk mendedikasikan ilmunya demi kemaslahatan umat. Bekerjanya perempuan bukan untuk mencari uang, tetapi sebagai ibu arsitek peradaban.

 

Inilah pandangan Islam tentang peran aktif perempuan. Hanya Islam yang mampu menempatkan perempuan pada kedudukan mulia. Dengan penerapan sistem Islam secara kafah, tidak akan ada perempuan yang termarjinalkan dan terpinggirkan. Mereka juga tidak dibebani dengan persoalan ekonomi.

Wallahu’alam bishawwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis