Beginilah Solusi Islam Hentikan Kenaikan Harga Pangan!

Oleh: Ummu Syahamal

 

Lensamedianews.com– Trend naiknya harga kebutuhan pokok diperkirakan masih akan terus berlanjut. Sampai saat ini komoditas pangan tetap menjadi penyumbang inflasi terbesar, baik secara bulanan maupun tahunan. Fenomena ini diperkirakan bakal berlangsung sampai tahun depan dan menggerus daya beli sebagian masyarakat (Kompas.id, 2/12/2023). Bapanas (Badan Pangan Nasional) mendata bahwa ada 9 harga pangan yang mengalami kenaikan lebih dari 10% dari harga acuan atau harga eceran yang ditetapkan pemerintah (cnbcindonesia.com, 24/11/2023). Ke 9 bahan pangan yang naik per 18 november 2023 antara lain, beras medium di Zona 1 naik 17,83% ke atas harga eceran tertinggi (HET). Beras medium di Zona 2 naik 17,26% ke atas HET. Beras medium di Zona 3 naik 26,28% ke atas HET. Beras premium di Zona 3 naik 15,24% ke atas HET. Kedelai biji kering naik 11,91% ke atas harga acuan pemerintah (HAP). Gula konsumsi naik 15,14% ke atas HAP. Cabai merah keriting naik 17,22% ke atas HAP. Jagung di tingkat peternak naik 47,66% ke atas HAP.

Sistem pemantauan pasar dan kebutuhan pokok Kementerian perdagangan (Kemendag) menunjukkan, sejumlah harga bahan pangan pokok bahkan sudah mengalami kenaikan 90% lebih. Berikut perbandingan harga bahan pangan pokok tanggal 24 November 2022 vs 24 November 2023 menurut catatan Kemendag (cnbcindonesia.com, 24/11/2023):
– beras medium naik 24,77% dari Rp10.900 ke Rp13.600 per kg
– beras premium naik 17,83% dari Rp12.900 ke Rp15.200 per kg
– gula konsumsi naik 18,88% dari Rp14.300 ke Rp17.000 per kg
– cabai merah keriting naik 97,36% dari Rp34.100 ke Rp67.300 per kg
– cabai rawit merah naik 79,25% dari Rp47.700 ke Rp85.500 per kg
– bawang putih Honan naik 41,86% dari Rp25.800 ke Rp36.600 per kg.

Mahalnya harga pangan menunjukkan gagalnya negara menyediakan pangan yang murah bagi rakyat. Negara harusnya mengantisipasi kenaikan harga. Sayangnya hal ini mustahil terwujud karena peran negara saat ini hanya sebagai regulator atau pengatur kebijakan bukan pengurus rakyat. Inilah tabiat negara kapitalis. Dalam sistem kapitalisme kendali negara ada di tangan para korporat dan oligarki. Prinsip kapitalisme adalah membatasi gerak negara dan memberi ruang sebebas-bebasnya bagi para pemilik modal untuk menguasai segala sektor termasuk sektor pangan dan pertanian.

Hal inilah yang menyebabkan kekacauan produksi, distribusi, hingga ketersediaan bahan pangan di pasaran akibat permainan kartel dan mafia pangan. Namun negara menunjukkan ketakberdayaan atas keberadaan kartel dan mafia bahan pangan ini.

Kenaikan harga pangan yang terus menerus menunjukkan betapa abainya penguasa dalam sistem kapitalisme. Hal ini tentu sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam. Rasulullah saw menegaskan dalam sabdanya “Imam adalah Ra’in bagi rakyatnya dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR Ahmad dan Bukhari).

Dari hadis ini umat mestinya sadar bahwa keberadaan pemimpin dalam sistem Islam adalah sejatinya sebagai pengurus rakyatnya. Istimewanya dalam sistem Islam pemenuhan kebutuhan rakyat bukan dihitung secara kolektif. Melainkan secara individu perindividu. Sehingga tanggung jawab untuk mengurus setiap individu rakyat sudah menjadi tupoksi bagi penguasa. Mereka, para penguasa ini harus berupaya dengan segenap cara untuk meriayah rakyatnya jika tidak maka mereka sudah berbuat dzalim.

Islam memiliki mekanisme agar harga pangan dapat stabil dan terjangkau. Konsep ini tertuang di dalam sistem ekonomi Islam yang secara praktis akan diterapakan dalam sistem pemerintahan Islam. Terkait fakta harga maka harus kita ketahui bahwa harga adalah hasil pertukaran uang dengan barang. Harga ditentukan oleh penawaran (supply) dan permintaan (demand). Sehingga jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah namun permintaannya sedikit maka harga akan turun. Sebaliknya jika barang yang ditawarkan sedikit sedangkan permintaannya banyak maka harga akan naik. Dengan demikian harga akan mengikuti hukum pasar. Sementara hukum pasar ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Maka cara yang logis agar harga di pasar stabil adalah dengan memastikan penawaran dan permintaan barang seimbang.

Bukan dengan mematok harga sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa kapitalis saat ini. Memang dalam beberapa saat pematokan harga akan membuat harga barang stabil, namun hal ini akan mendorong masyarakat mengurangi daya beli mata uang. Islam telah melarang negara melakukan pematokan harga. Apalagi pematokan harga ini dapat menyebabkan inflasi.

Dalil dilarangnya pematokan harga adalah af’al (tindakan) dan qoul (sabda) rasulullah. Ketika itu harga barang-barang naik dan para sahabat rasulullah datang kepada rasul meminta agar harga barang ditetapkan (dipatok) agar masyarakat bisa membelinya. Namun permintaan para sahabat ditolak rasulullah dan beliau bersabda “Allah-lah Dzat yang Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan Rezeki, Memberi Rezeki dan mematok harga” (HR. Ahmad dari Anas).

Sehingga jelas bahwa dalil syariat melarang bagi penguasa untuk mematok harga. Maka langkah yang tepat adalah membiarkan harga mengikuti mekanisme pasar.

Berikut beberapa kebijakan penguasa dalam Sistem Islam untuk membuat harga stabil antara lain;
1. Bila penawaran dan permintaan barang berkurang sehingga mengakibatkan harga- harga naik maka ketersediaan barang dan jasa diseimbangkan kembali oleh negara dengan menyuplai barang dan jasa dari wilayah lain. Kebijakan ini pernah dilakukan khalifah Umar Bin Khattab saat Madinah mengalami musim paceklik. Beliau mengirim surat kepada beberapa gubernurnya disekitar Madinah seperti Basyrah dan Mesir memerintahkan mereka untuk mengirimkan logistiknya ke Madinah.

2. Jika ketersediaan di dalam negeri tidak mencukupi maka dibolehkan impor barang dengan syarat dilakukan secara temporer sampai harga barang stabil, tidak boleh dengan negara kafir harbi fi’lan (Amerika, Inggris dan sekutunya) serta bukan komoditas haram.

3. Jika terungkap bahwa ketersediaan barang karena adanya penimbunan dan kartel barang maka dapat dijatuhkan sanksi ta’zir dan mewajibkan para penimbun melepaskan barangnya kembali ke pasar.

4. Jika kenaikan harga barang terjadi karena penipuan maka negara dapat menjatuhkan sankis ta’zir dan menjatuhkan hak khiyar yaitu memilih antara melanjutkan akad atau mebatalkan jual beli.

5. Adanya penjagaan standar mata uang yaitu dengan emas dan perak dan negara tidak boleh menambah jumlah uang yang beredar karena dapat menyebabkan nilai nominal mata uang yang sudah ada jatuh. Dengan demikian tidak akan terjadi inflasi yang menyebabkan harga barang naik seperti saat ini.

Demikianlah, seluruh upaya yang dilakukan negara dalam sistem Islam ini akan memudahkan rakyat menjangkau kebutuhan hidupnya. Maka sudah saatnya umat melihat penerapan Islam secara sistemik sebagai satu-satunya solusi logis dan solusi tuntas untuk menghadapi segala permasalahan yang muncul akibat diterapkannya kapitalisme global hari ini. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis