Nasib Suram Pemberantasan Korupsi di Negeri Zamrud Khatulistiwa

Oleh: Ni’mah Faiza

 

Lensamedianews.com– Bagai menegakkan benang basah, sepertinya inilah pribahasa yang tepat untuk menggambarkan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Bagaimana tidak, rakyat kembali dibuat sakit hati. Lembaga yang dielu-elukan akan mampu membawa perubahan dan perbaikan bagi bangsa malah terdapat kejahatan tertinggi kasus korupsi disana yaitu pemerasan. Marwah KPK benar-benar tercoreng setelah ditetapkannya ketua KPK sebagai tersangka (detiknews.com, 23/11/2023)

Kasus korupsi semakin menjadi. Mulai dari desa, pemerintahan hingga penegak hukum sendiri tak lepas dari jeratannya. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia sepanjang tahun 2022. Jumlah itu meningkat 8,63% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 533 kasus. Dari berbagai kasus tersebut, ada 1.396 orang yang dijadikan tersangka korupsi dalam negeri. Jumlahnya juga naik 19,01% dibandingkan pada tahun 2021 yang sebanyak 1.173 tersangka. (dataIndonesia.id, 21/3/2023)

Pada tahun 2023 ini, tingkat perilaku antikorupsi masyarakat Indonesia terpantau memburuk. Hal ini tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Indeks Perilaku Anti korupsi (IPAK) yang sebesar 3,92 poin pada 2023. Skor ini turun 0,01 poin dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 3,93 dengan skala 0-5. Semakin rendah skornya, maka kian permisif sikap masyarakat terhadap perilaku korupsi. (dataIndonesia.id, 06/11/2023)

Seperti fenomena gunung es, kasus korupsi yang terkuak kepermukaan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang masih tersembunyi dan lepas dari jerat hukum. Lembaga yang dibentuk khusus untuk memberantas tindak pidana korupsi juga tidak lagi dapat independent dan bebas dari pengaruh kekuasaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Ditambah dengan terjadinya kasus ditubuh KPK sendiri, dan tidak tanggung-tanggung, yang menjadi tersangka adalah ketua selaku pucuk pimpinannya. Harapan rakyat pun semakin pupus agar negeri ini bebas dari korupsi.

Sebenarnya adalah hal wajar jika korupsi menjamur di sistem politik demokrasi ini. Bagaimana tidak, sistem sekarang adalah sistem yang ramah terhadap koruptor. Penegakkan hukum atas pelaku korupsi sangat lemah, dimana narapidana bisa mendapatkan remisi atas hukumannya hingga pembebasan bersyarat. Mantan koruptor juga tidak kehilangan hak mencalonkan diri dalam pemilu 2024 mendatang. Hal ini jelas memberikan kesempatan kepada mantan koruptur untuk mempunyai kedudukan tinggi dihadapan publik.

Dalam politik demokrasi yang berasaskan sekuler dimana agama dipisahkan dari kehidupan, membuat politik kering dari nilai-nilai agama. Orientasi pejabat bukan lagi amanah Allah dan untuk ibadah, melainkan meraih keuntungan materi melalui kedudukan dan kekuasaan. Selain itu sudah diketahui bersama bahwa politik demokrasi sangatlah mahal, karena membutuhkan biaya iklan hingga sogokan untuk membeli hati dan suara rakyat. Rata-rata dari mereka disokong para pemilik modal yang mengharap keuntungan setelah mereka menjabat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika dalam sistem saat ini membuka ruang dalam penyalahgunaan kekuasaan dan memunculkan konflik kepentingan salah satunya korupsi.

Akan berbeda jika yang diterapkan adalah aturan Islam yang sempurna. Islam yang Allah turunkan mempunyai mekanisme tersendiri dalam mencegah hingga mengatasi kasus pidana korupsi ini. Pertama, aparat pemerintah akan diberikan gaji dan tunjangan yang layak dalam memenuhi semua kebutuhannya. Walaupun gaji besar tidak menjamin seseorang biasa terlepas dari korupsi, tetapi setidaknya persoalan rendahnya gaji tidak bisa lagi menjadi pemicu.

Kedua, yaitu adanya larangan menerima suap dan hadiah, karena pemberian ini kepada aparat pemerintah biasanya mengandung maksud tertentu yang menguntungkan pemberi hadiah. Selain itu hal ini akan berdampak kepada mental aparat pemerintah, dimana dia akan semangat dan bekerja sebagaimana mestinya jika menerima hadiah.

Ketiga, sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab, para aparat pemerintah melakukan penghitungan kekayaan diawal serta diakhir masa jabatannya. Orang yang korupsi cenderung mempunyai kekayaan yang semakin banyak dan cepat, meskipun orang yang cepat kaya tidak selalu karena korupsi. Sehingga pembuktian terbalik akan menjadi solusi jika harta yang diperolehnya dari jalan yang benar. Namun, jika harta yang diperoleh dari jalan korupsi maka juga akan secara mudah teridentifikasi.

Keempat, yaitu adanya ketaqwaan individu yang benar-benar ditanamkan secara kokoh tak terkecuali juga pada aparat pemerintahan. Ketaqwaan kepada Allah akan mencegah seseorang berbuat korupsi, karena dia meyakini bahwa Allah menyaksikan apa yang dilakukannya dan semua itu akan dimintai pertanggung jawaban saat penghisaban diakhirat kelak.

Yang terakhir adalah adanya hukuman setimpal yang diterapkan berdasarkan aturan islam kepada koruptor. Hukum sanksi berfungsi sebagai pencegah, mulai dari sanksi yang paling ringan seperti sekedar teguran atau nasehat dari hakim, hukuman penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku dihadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.

Demikianlah mekanisme untuk mencegah dan memberantas korupsi dalam sistem Islam. Hal ini tidak bisa dilakukan melainkan harus diterapkannya Islam secara kaffah. Kekayaan negara zamrud khatulistiwa yang melimpah ruah ini tidak akan digelapkan oleh aparat pemerintahan yang mendapat amanah melayani rakyat. Akan tetapi seluruh rakyat lah yang akan menikmati dan merasakan kesejahteraan sebagai akibat diterapkannya seluruh syariat islam.
Wallahua’lam bishshowab. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis